Skandal Naturalisasi Palsu: FAM Cuci Tangan, Siapa Dalangnya?

Posted on

Skandal dokumen palsu yang menyelimuti tujuh pemain naturalisasi Timnas Malaysia telah mengguncang pondasi Federasi Sepak Bola Malaysia (FAM), seketika meruntuhkan integritasnya di mata publik. Sanksi yang dijatuhkan oleh FIFA tidak hanya menyoroti masalah administratif, tetapi juga memicu pertanyaan besar mengenai proses perekrutan pemain yang seharusnya memperkuat skuad Harimau Malaya.

Kekisruhan ini sontak memantik reaksi keras dari tokoh kawakan sepak bola Malaysia, Datuk M. Karathu. Mantan pemain era 1960-an ini mendesak FAM untuk segera memberikan jawaban transparan atas segala pertanyaan yang menggelayuti benak publik. Ia mempertanyakan secara lugas, bagaimana sebenarnya proses naturalisasi tersebut dijalankan, siapa saja pihak yang terlibat, dan mengapa mayoritas pemain yang dinaturalisasi justru sudah menginjak usia 28 hingga 30 tahun.

“Kita perlu tahu bagaimana itu dilakukan, apakah melalui agen?” tegas Datuk M. Karathu, seperti dikutip dari TheStar.com.my. “Apa yang membuat para pemain ini memutuskan bermain untuk Malaysia saat usia mereka sudah 28 atau 29 tahun?” Pertanyaan-pertanyaan ini menuntut kejujuran dan akuntabilitas dari FAM, mengingat pentingnya integritas untuk menyelesaikan masalah krusial ini dan mencegah terulangnya insiden serupa di masa depan.

Menariknya, jauh sebelum skandal ini mencuat, FAM melalui pernyataan Datuk Mohd Yusoff Mahadi, yang kala itu menjabat Wakil Presiden, sebenarnya telah buka-bukaan mengenai perekrutan pemain keturunan. Pada Januari 2025, Yusoff Mahadi menegaskan bahwa FAM tidak ikut campur dalam urusan rekrutmen. Ia menyatakan tanggung jawab penuh ada pada manajemen baru Harimau Malaya, sementara FAM hanya membantu dalam hal dokumentasi dan “beberapa hal lain” yang tidak dijelaskan lebih lanjut.

FAM telah menyerahkan kepada manajemen Harimau Malaya untuk mencari dan merekrut pemain keturunan untuk memperkuat skuad Harimau Malaya,” ungkap Yusoff Mahadi. “Mereka lebih berpengetahuan dan tahu kebutuhan tim Harimau Malaya, kami tinggal menunggu pengumuman dari manajemen baru timnas.” Ia menambahkan, “FAM membantu dokumentasi dan beberapa hal lainnya, yang terpenting memastikan skuad Harimau Malaya meraih kesuksesan.” Pernyataan ini secara implisit mengindikasikan adanya pihak lain yang memegang kendali penuh atas kebijakan rekrutmen tersebut.

Laporan dari periode yang sama mengarah pada sosok Tunku Ismail Idris, anak Sultan Johor dan pemilik klub Johor Darul Takzim (JDT), sebagai pihak yang bertanggung jawab utama terkait perekrutan ini. Tunku Ismail bahkan diketahui telah menekan pemerintah Malaysia untuk memperlancar proses pengurusan paspor bagi para pemain yang akan dinaturalisasi, menunjukkan level pengaruh yang signifikan dalam program ini.

“Sultan Johor, Tunku Ismail, mengungkapkan timnas akan diperkuat sedikitnya enam pemain keturunan Grade A,” demikian bunyi laporan Berita Harian pada 21 Januari 2025. “Oleh karena itu, Tunku Ismail meminta kerja sama pemerintah untuk membantu memperlancar urusan sejumlah pihak dalam pengurusan paspor negara ini.” Ini menunjukkan komitmen serius dari Tunku Ismail untuk mendatangkan pemain-pemain berkualitas demi kemajuan Timnas Malaysia.

Namun, setelah skandal naturalisasi palsu ini terbongkar, muncul respons yang kontras. Jika FAM cenderung mengakui adanya kesalahan dalam proses, Tunku Ismail justru memilih untuk menyebarkan spekulasi liar, menuduh pihak asing, termasuk Indonesia, sebagai dalang di balik pelaporan ke FIFA. Perbedaan sikap ini semakin memperkeruh suasana dan menambah kompleksitas kasus yang tengah dihadapi sepak bola Malaysia.

Implikasi dari skandal ini tak hanya terasa di dalam negeri, tetapi juga di tingkat regional. Timnas Vietnam, misalnya, diyakini akan merasakan kekecewaan mendalam jika Timnas Malaysia berhasil lolos dari hukuman berat AFC atau FIFA. Semua mata kini tertuju pada kelanjutan kasus naturalisasi palsu Malaysia ini, menanti babak baru dan kemungkinan kejutan yang akan terkuak. Akankah transparansi penuh akhirnya tercapai, ataukah misteri di balik skandal ini akan terus berlanjut?

Ringkasan

Skandal dokumen palsu pemain naturalisasi mengguncang FAM, memicu pertanyaan tentang integritas proses perekrutan pemain Timnas Malaysia. Datuk M. Karathu mendesak FAM untuk transparan menjelaskan proses naturalisasi, termasuk pihak yang terlibat dan alasan pemain dinaturalisasi di usia 28-30 tahun. FAM sebelumnya menyatakan bahwa manajemen Harimau Malaya bertanggung jawab atas rekrutmen pemain keturunan, sementara FAM membantu dokumentasi.

Laporan mengarah pada Tunku Ismail Idris sebagai pihak yang bertanggung jawab, bahkan menekan pemerintah untuk memperlancar pengurusan paspor. Pasca-skandal, FAM mengakui kesalahan, sementara Tunku Ismail menyebarkan spekulasi, menuduh pihak asing. Kasus ini menimbulkan implikasi regional dan menanti kelanjutan investigasi untuk mengungkap kebenaran.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *