mellydia.co.id – Mantan bintang MotoGP, Andrea Dovizioso, kini hadir dengan serial dokumenternya sendiri, ‘Dovi – The Series’, di mana ia tidak hanya mengulas perjalanan kariernya yang gemilang tetapi juga berbagi pandangannya yang mendalam tentang lanskap balap motor modern.
Pembalap asal Italia yang dikenal dengan ketangguhannya di lintasan ini dengan bangga mempersembahkan ‘Dovi – The Series’, sebuah dokumenter yang menyelami seluruh perjalanan profesionalnya. Diproduksi oleh Digital Lighthouse dan disutradarai oleh Luca Curto, serial ini kini dapat disaksikan melalui Sky and Now. Dokumenter ini secara khusus menyoroti duel-duel paling epik dan tak terlupakan yang pernah dilakoni Dovizioso sepanjang karier balapnya di MotoGP.
Dovizioso pun tak segan mengungkapkan apa yang senantiasa menjadi pendorongnya sejak pertama kali menjejakkan kaki di dunia balap. “Sejak kecil, saya selalu sangat bersemangat dan tertarik dengan motor. Semangat inilah yang selalu saya cari di MotoGP,” ungkap Dovizioso seperti dilansir BolaSport.com dari MotoSan. Ia menambahkan filosofi berkendaranya, yakni “Berkendara di batas kemampuan, memacu sekuat tenaga, tetapi pada saat yang sama tetap menjaga kontak dengan motor, benar-benar merasakannya.” Sebuah gambaran tentang koneksi mendalam antara pembalap dan mesin yang selalu ia junjung tinggi.
Melihat MotoGP dari sudut pandang sebagai mantan pembalap, Dovi memaparkan pandangannya terhadap para kompetitor saat ini. “Saat ini saya melihat banyak pembalap dengan bakat dan kecepatan yang luar biasa,” ujarnya. “Namun, mereka seringkali kesulitan memahami detail-detail tertentu. Hal ini membatasi mereka ketika harus memberikan instruksi yang tepat kepada para insinyur agar motor dapat berkembang dan maju ke arah yang tepat.” Observasi ini menyoroti pentingnya kemampuan komunikasi teknis dalam pengembangan motor balap.
Dovizioso juga mengungkapkan sebuah hal yang mengejutkannya dari MotoGP, yakni terkait transparansi konten terhadap publik. “Dalam beberapa tahun terakhir, saya menyadari bahwa para penggemar dan jurnalis ingin melampaui balapan sederhana. Mereka mencoba melihat sekilas dunia MotoGP yang sebenarnya,” paparnya.
Ia melanjutkan, “Dunia ini, menurut tradisi, selalu tertutup: tidak ada video di pit, tidak ada akses ke ruang pribadi pembalap. Lingkungan ini sangat berbeda dari apa yang saya lihat di motocross, di mana merekam segala sesuatu tanpa penghalang adalah hal yang biasa.” Sebagai pribadi yang bersemangat, Dovi mengaku selalu penasaran dengan sifat tertutup ini. Keingintahuan ini mendorongnya untuk membuat film dokumenter. Ia menyebutkan film yang dibuatnya bersama Red Bull pada tahun 2020 sebagai “langkah pertama”.
Dari situlah, ide untuk serial ‘Dovi – The Series’ mulai berkembang. “Semakin besar keinginan untuk menunjukkan tidak hanya kemenangan, tetapi juga momen-momen sulit, kehidupan sehari-hari, dan apa yang diperlukan untuk tetap kompetitif,” jelasnya, menggarisbawahi tekadnya untuk memberikan gambaran yang lebih holistik dan jujur tentang kehidupan di balik layar balap MotoGP.
Pembalap yang pernah menjadi penantang serius gelar juara dunia MotoGP bersama Ducati menghadapi Marc Marquez pada musim 2017, 2018, dan 2019 ini juga berbagi pandangannya mengenai ingatan para penggemar. “Dalam beberapa tahun terakhir, saya sering memperhatikan bagaimana persepsi saya tentang diri saya telah berkembang. Orang-orang mengingat dan mengapresiasi balapan serta performa yang terjadi lebih dari enam tahun yang lalu,” tutur Dovi. Hal ini menunjukkan dampak abadi dari penampilan impresifnya di lintasan.
Berbicara mengenai persaingan, Dovizioso kemudian mengomentari rivalitasnya yang ikonik di MotoGP.
“Dalam sepuluh tahun pertama karier saya, rival sekaligus panutan saya adalah Jorge Lorenzo, Dani Pedrosa, dan Casey Stoner,” ungkap Dovizioso. Ia menambahkan tentang Valentino Rossi, “Valentino Rossi datang, tetapi ia sudah berada di fase karier yang lebih maju. Kami tidak pernah benar-benar bersaing memperebutkan gelar juara, hanya sering berduel dalam pertarungan sengit di lintasan.”
Namun, ada satu nama yang secara khusus ditekankan oleh Dovizioso terkait persaingan: Marc Marquez. “Di sisi lain, dengan Marquez, situasinya sangat berbeda,” Dovi menjelaskan. “Saya menemukannya di depan saya dari awal hingga akhir kariernya, dan ia selalu ada di sana, selalu kompetitif.” Dovizioso mengakui bahwa kesulitan utama menghadapi Marquez adalah ketiadaan kelemahannya. “Dia kuat dalam segala hal,” lanjutnya. Meskipun demikian, ia juga mengamati sisi berisiko Marquez yang “tidak tahu bagaimana menahan diri.”
Marquez sendiri telah mengakui kecenderungan ini, yang seringkali menyebabkan ia terjatuh dalam insiden berbahaya, meski kerap beruntung karena tidak mengalami cedera serius. “Secara fisik ia sangat siap, bahkan lebih siap secara mental, dan itu membuatnya sangat berbahaya,” pungkas Dovizioso, menggambarkan profil seorang rival yang tangguh dan penuh risiko.
Meski tidak banyak berkomentar langsung tentang Francesco Bagnaia, Dovizioso mengungkapkan empatinya terhadap pembalap Italia tersebut, menarik sebuah paralel dari pengalamannya sendiri. “Karena belum pernah bertemu Rossi di tahun-tahun ketika ia mendominasi, saya terutama bisa berbicara tentang Marquez, sebuah paralel di antara keduanya,” kata Dovi.
Ia menjelaskan dampak psikologis menghadapi pembalap dominan: “Ketika Anda menghadapi pembalap seperti itu, yang melakukan hal-hal yang tidak bisa Anda lakukan dalam situasi yang sama, secara psikologis itu akan sangat melelahkan.” Berdasarkan pengalamannya ini, Dovizioso menyimpulkan, “Itulah yang saya pikir dialami Bagnaia, terlepas dari masalah teknis yang tidak saya bahas. Tetapi secara mental, itu akan menjadi sangat sulit.” Sebuah refleksi mendalam tentang tekanan mental yang dihadapi para pembalap top di panggung MotoGP.
Ringkasan
Mantan pembalap MotoGP, Andrea Dovizioso, meluncurkan serial dokumenter ‘Dovi – The Series’ yang mengulas perjalanan kariernya dan pandangannya tentang MotoGP modern. Dalam serial ini, Dovizioso menyoroti rivalitasnya dengan para pembalap lain, terutama Marc Marquez, yang menurutnya sangat kompetitif dan tanpa kelemahan, namun juga memiliki gaya balap berisiko karena tidak bisa menahan diri.
Dovizioso juga mengamati bahwa pembalap muda saat ini memiliki bakat dan kecepatan, tetapi sering kesulitan dalam memahami detail teknis untuk mengembangkan motor. Ia juga merasakan empati terhadap Francesco Bagnaia karena tekanan psikologis menghadapi pembalap dominan seperti Marquez, mengingat pengalamannya sendiri bersaing dengan Marquez.