Pada Selasa, 23 September 2025, pasar keuangan global dikejutkan dengan lonjakan harga emas yang kembali memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa. Logam mulia ini menegaskan posisinya sebagai aset “safe haven” di tengah ketidakpastian ekonomi dan sinyal dari bank sentral Amerika Serikat.
Mengutip data dari Investing.com, pada pukul 07:55 ET (11:55 GMT), harga emas spot melonjak 0,8% menjadi US$ 3.780,83 per ons. Bahkan, emas sempat menyentuh rekor puncak baru di US$ 3.191,10. Tak ketinggalan, harga emas berjangka juga menunjukkan performa impresif, naik 1,1% mencapai US$ 3.817,00 per ons.
Pidato Powell Menjadi Sorotan Utama Pasar
Kenaikan fantastis harga emas ini sebagian besar didorong oleh meningkatnya permintaan akan aset safe haven, yang dipicu oleh serangkaian komentar terbaru dari para pejabat Federal Reserve (The Fed). Pernyataan mereka menumbuhkan kehati-hatian investor terhadap prospek penurunan suku bunga di masa mendatang.
Pada hari sebelumnya, beberapa pejabat The Fed telah menyuarakan nada hati-hati terkait ekspektasi penurunan suku bunga lebih lanjut oleh bank sentral. Presiden Fed Atlanta, Raphael Bostic, misalnya, dalam sebuah wawancara secara tegas menyatakan tidak mendukung pemangkasan suku bunga pada bulan Oktober. Alasannya, inflasi masih dianggap tinggi dan memerlukan pendekatan yang cermat.
Kekhawatiran Bostic diamini oleh Presiden Fed Cleveland, Beth Hammack, yang menilai kebijakan moneter saat ini belum cukup ketat. Penting untuk dicatat, baik Bostic maupun Hammack bukan merupakan anggota dewan penentu suku bunga utama The Fed.
Di sisi lain, anggota dewan Stephen Miran, yang baru menjabat seminggu lalu, justru memiliki pandangan yang berbeda. Ia secara konsisten menyerukan penurunan suku bunga secara substansial, sejalan dengan pandangan mantan presiden Trump. Dalam rapat The Fed pekan lalu, Miran menjadi satu-satunya yang tidak setuju, mengusulkan pemangkasan suku bunga sebesar 50 basis poin, melebihi 25 basis poin yang diberlakukan bank sentral.
Dengan latar belakang perbedaan pandangan ini, pasar menantikan dengan seksama pidato Ketua The Fed, Jerome Powell, yang dijadwalkan akan disampaikan di akhir sesi perdagangan. Pernyataan Powell diharapkan dapat memberikan kejelasan mengenai arah kebijakan moneter The Fed ke depan.
Strategi Tepat Berinvestasi Emas di Tengah Rekor Harga
Sebagai investasi safe haven, emas memang menunjukkan kinerja prima di lingkungan suku bunga rendah dan selama periode ketidakpastian politik serta keuangan. Riset dari Federal Reserve Bank of Chicago mengindikasikan bahwa investor memandang emas sebagai pelindung yang tangguh di masa “ekonomi buruk”.
“Emas memenuhi semua kriteria tersebut,” jelas Sameer Samana, kepala ekuitas global dan aset riil di Wells Fargo Investment Institute, kepada CNBC awal bulan ini. Berdasarkan laporan strategi investasi terbaru dari Wells Fargo Investment Institute, para analisnya memperkirakan pembelian emas yang berkelanjutan oleh bank sentral global dan meningkatnya pertikaian geopolitik akan terus menopang pertumbuhan permintaan logam mulia ini.
“Tidak diragukan lagi, emas telah menunjukkan tren kenaikan, dan mendapatkan banyak perhatian dari investor,” tambah Blair duQuesnay, seorang analis keuangan bersertifikat sekaligus penasihat investasi di Ritholtz Wealth Management.
Bagi investor yang ingin memanfaatkan momentum ini, ada beberapa cara untuk berinvestasi pada logam mulia. Investor dapat memilih untuk membeli emas fisik atau melalui investasi keuangan terkait emas. Namun, kebanyakan pakar merekomendasikan untuk mendapatkan eksposur investasi emas melalui reksa dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) yang melacak harga emas fisik.
Metode ini dianggap sebagai bagian dari portofolio yang terdiversifikasi dengan baik, dan lebih efisien dibandingkan membeli koin atau batangan emas asli. Samana menjelaskan, “Di masa tekanan akut, saham emas berkinerja buruk, sehingga jika orang menginginkan eksposur, ETF yang didukung emas batangan memberikan hasil yang lebih baik daripada ekuitas terkait emas dan saham perusahaan tambang emas.” Ia menambahkan, “ETF emas akan menjadi cara yang paling likuid, efisien pajak, dan berbiaya rendah untuk berinvestasi emas.”
Sementara itu, duQuesnay berpendapat, “Jauh lebih tidak efisien untuk memiliki emas fisik,” terutama jika mempertimbangkan biaya transaksi yang lebih tinggi dan pertimbangan penyimpanan emas batangan, termasuk batangan dan koin. Sebagai alternatif, investor juga bisa mempertimbangkan saham pertambangan emas, yang mungkin tidak terlalu terkait erat dengan harga emas acuan dan lebih terikat pada fundamental bisnis perusahaan.
Meskipun harga emas sedang mencapai rekor, para penasihat keuangan umumnya merekomendasikan untuk membatasi eksposur emas hingga kurang dari 3% dari keseluruhan portofolio. Hal ini untuk menjaga diversifikasi dan manajemen risiko investasi yang sehat.
Ringkasan
Pada 23 September 2025, harga emas mencetak rekor tertinggi baru, didorong oleh meningkatnya permintaan akan aset safe haven. Harga emas spot melonjak menjadi US$ 3.780,83 per ons, dipicu oleh komentar pejabat Federal Reserve yang menimbulkan kehati-hatian investor terhadap prospek penurunan suku bunga. Pasar kini menantikan pidato Ketua The Fed, Jerome Powell, untuk memberikan kejelasan mengenai arah kebijakan moneter selanjutnya.
Berinvestasi emas dapat dilakukan melalui emas fisik atau instrumen keuangan terkait emas. Para ahli merekomendasikan ETF yang melacak harga emas fisik sebagai cara yang efisien dan likuid. Meskipun emas menunjukkan tren kenaikan, penasihat keuangan menyarankan untuk membatasi eksposur emas kurang dari 3% dari keseluruhan portofolio untuk menjaga diversifikasi dan manajemen risiko yang sehat.