PT Alamtri Minerals Indonesia Tbk (ADMR) optimis dapat menuntaskan proyek smelter aluminium pada tahun ini. Kehadiran smelter ini dipandang sebagai katalisator penting yang akan memberikan dampak positif signifikan terhadap keberlanjutan kinerja ADMR di masa depan.
Sebelumnya, Corporate Secretary Alamtri Minerals Indonesia, Mahardika Putranto, telah mengonfirmasi bahwa smelter aluminium yang dikembangkan oleh ADMR melalui anak usahanya, PT Kalimantan Aluminium Industry (KAI), diperkirakan akan memulai fase operasional secara bertahap atau first pot operation pada akhir tahun 2025. Pada tahap awal, smelter ini diproyeksikan memiliki kapasitas produksi mencapai 500.000 ton aluminium ingot per tahun. Rencana ambisius ini kemudian akan ditingkatkan hingga 1,5 juta ton aluminium ingot per tahun melalui beberapa fase pengembangan di tahun-tahun berikutnya, seperti yang disampaikan dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa (16/9) lalu.
Hingga kuartal II-2025, progres pembangunan smelter menunjukkan kemajuan signifikan. Pekerjaan struktur baja utama di area smelter KAI hampir rampung, diikuti oleh konstruksi bangunan serta pemasangan peralatan utama untuk potroom, sistem anoda, dan berbagai fasilitas pendukung lainnya. Di area jetty, ADMR melaporkan bahwa peralatan utama, termasuk alat bongkar muat, telah berhasil dipasang, dan pekerjaan konstruksi dilanjutkan dengan instalasi sistem kelistrikan dan kabel. Sementara itu, di area asrama, sejumlah bangunan telah selesai dibangun, dengan pembangunan struktur utama dan utilitas yang terus berjalan.
Secara terpisah, Muhammad Wafi, Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), menilai bahwa proyek smelter aluminium ini secara umum akan menjadi katalis positif bagi ADMR dalam jangka menengah dan panjang. Namun, kontribusi operasional smelter terhadap kinerja keuangan ADMR pada tahun 2026 diperkirakan masih akan terbatas. Hal ini karena smelter masih berada dalam tahap awal operasi, yang biasanya membutuhkan waktu untuk meningkatkan dan menstabilkan produksi. “Untuk 2026, efeknya lebih ke peningkatan persepsi pasar bahwa ADMR serius masuk ke rantai hilirisasi, bukan lonjakan signifikan laba,” jelas Wafi pada Jumat (19/9/2025).
Dalam jangka pendek, ADMR tetap perlu mewaspadai risiko pelemahan harga batubara global. Meskipun ADMR merupakan spesialis produksi batubara metalurgi yang pergerakan harganya dapat berbeda dengan batubara termal, harga batubara jenis ini sangat dipengaruhi oleh permintaan dari industri baja global, khususnya China dan India. Ancaman tekanan harga batubara metalurgi tetap ada akibat risiko kelebihan pasokan (oversupply) dan fluktuasi permintaan baja. Untuk menghadapi volatilitas harga, Wafi menekankan pentingnya diversifikasi pasar ekspor, efisiensi biaya produksi, dan penguatan kontrak jangka panjang. Berdasarkan analisis ini, Wafi merekomendasikan “buy on weakness” untuk saham ADMR dengan target harga Rp 1.300 per saham.



