KEMENTERIAN Kelautan dan Perikanan (KKP) secara resmi menyerahkan dua tersangka beserta seluruh barang bukti dalam kasus penangkapan ikan ilegal berskala besar (illegal fishing) kepada Kejaksaan Negeri Bitung. Kasus ini melibatkan kapal berbendera Filipina, Fishing Vessel (FV) Princess Janice-168, yang memiliki bobot fantastis 754 gross tonnage (GT). Penyerahan ini menandai tuntasnya proses penyidikan yang dilakukan oleh KKP.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono, merinci bahwa kasus ini bermula ketika Kapal Pengawas (KP) Orca 04 berhasil membekuk FV. Princess Janice-168 pada tanggal 19 Agustus 2025. Penangkapan epik itu terjadi di Samudera Pasifik, yang merupakan bagian krusial dari Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) 717, di utara Papua. “Dua tersangka dan sejumlah barang bukti telah diserahterimakan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang berarti penyidikan kasus ini telah tuntas dan siap dibawa ke meja hijau,” tegas Pung, seperti dikutip dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 20 September 2025.
Dua tersangka berkewarganegaraan Filipina tersebut diidentifikasi dengan inisial SCC dan EBS. Keduanya kini berada di bawah penanganan JPU setelah diserahkan oleh penyidik KKP. Kasus ini menjadi sorotan karena FV Princess Janice-168 merupakan kapal ikan asing (KIA) berukuran jumbo yang tidak mengantongi dokumen perizinan berusaha subsektor penangkapan ikan yang sah dari pemerintah Indonesia. Pung Nugroho Saksono menyebut kapal ini sebagai “tangkapan terbesar dalam satu dekade terakhir,” baik dari segi ukuran kapal maupun jaringnya.
Kepala Pangkalan PSDKP Bitung, Kurniawan, menambahkan detail barang bukti yang ikut diserahkan. Di antaranya adalah satu unit kapal FV. Princess Janice-168, satu unit alat tangkap modern jenis super purse seine, tiga unit kapal bantu penangkapan ikan, dan satu unit rumpon. Selain itu, turut disita satu buah bendera Filipina, satu bundel log book kapal, empat bundel dokumen kapal, serta beragam peralatan navigasi dan komunikasi canggih yang digunakan dalam operasi ilegal tersebut.
Kapal Princess Janice-168 yang berukuran 754 GT ini terungkap memiliki kapasitas penangkapan ikan yang masif, mampu mengangkut hingga 400 ton ikan tuna dalam sekali operasi, dengan dominasi ikan tuna muda (baby tuna). Kapal ini diawaki oleh 32 orang berkewarganegaraan Filipina dan menggunakan alat penangkapan ikan jaring pukat cincin yang berdimensi sangat besar, dengan panjang tali ris mencapai sekitar 1,3 kilometer dan luas area operasi setara dua kali lapangan sepak bola.
Atas dugaan pelanggaran ini, FV Princess Janice-168 terbukti kuat melanggar ketentuan undang-undang perikanan. Pelanggaran tersebut sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang. “Ancaman pidana yang menjerat para pelaku meliputi penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 20 miliar,” jelas Pung. Untuk membekuk kapal pencuri ikan raksasa ini, KKP mengerahkan Kapal Pengawas (KP) Orca 06, yang didukung penuh oleh KP Orca 04 serta pesawat pengawasan, sebelum akhirnya diproses hukum lebih lanjut di Pangkalan PSDKP Bitung.
Ringkasan
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyerahkan dua tersangka WNA Filipina beserta barang bukti kasus illegal fishing kapal FV Princess Janice-168 ke Kejaksaan Negeri Bitung. Kapal berbobot 754 GT tersebut ditangkap di Samudera Pasifik, WPP-NRI 717, oleh KP Orca 04 pada 19 Agustus 2025 karena tidak memiliki izin penangkapan ikan yang sah.
Barang bukti yang diserahkan meliputi kapal FV Princess Janice-168, alat tangkap super purse seine, kapal bantu penangkapan ikan, rumpon, dan dokumen kapal. Kapal dengan kapasitas 400 ton ikan tuna ini melanggar UU Perikanan dan terancam pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda Rp 20 miliar. Kasus ini dianggap sebagai tangkapan terbesar dalam satu dekade terakhir.