
mellydia.co.id — Nama Suhatman Imam terukir abadi sebagai salah satu legenda sepak bola Indonesia, sosok yang memberikan begitu banyak warna dan inspirasi dalam perjalanan panjang olahraga ini. Dari kecintaannya pada Semen Padang hingga kiprahnya yang berkesan di Persebaya Surabaya, jejaknya adalah bukti nyata dedikasi dan kasih sayang tanpa batas untuk sepak bola Tanah Air.
Perjalanan karier Suhatman Imam di lapangan hijau bermula dari klub kebanggaan daerah, PSP Padang. Bakatnya yang cemerlang tak butuh waktu lama untuk menarik perhatian, hingga pada tahun 1975, panggilan Timnas Indonesia datang memekik. Dalam ajang Pra-Olimpiade, ia menunjukkan kualitas luar biasa sebagai pemain penuh talenta yang siap mengharumkan nama bangsa.
Titik tertinggi dalam karier internasionalnya terukir pada Kejuaraan Asia 1977 di Bangkok. Di sanalah, kepercayaan besar diemban di pundaknya: menjadi kapten Timnas Indonesia. Ini bukan sekadar pengakuan atas keahlian teknisnya yang mumpuni, melainkan juga cerminan jiwa kepemimpinan sejati yang mengalir dalam dirinya.
Ramalan Zodiak Sagitarius dan Capricorn Besok Jumat, 19 September 2025: Karier, Cinta, Keuangan, hingga Kesehatan
Setelah gantung sepatu, Suhatman Imam tak lantas meninggalkan dunia yang dicintainya. Ia beralih ke jalur kepelatihan dan kembali menorehkan prestasi gemilang. Puncaknya terjadi pada tahun 1992, ketika ia berhasil mengantarkan Semen Padang menjuarai Piala Indonesia, sebuah pencapaian yang sekaligus mengukuhkan namanya sebagai pelatih papan atas di kancah sepak bola nasional.
Pengen Jajan Enak dan Murah? Ini 5 Makanan Lawson yang Wajib Kamu Coba Biar Gak Nyesel!
Namun, kontribusi Suhatman Imam tidak berhenti pada gelar juara. Visi jauh ke depan membawanya menjadi arsitek di balik salah satu program paling monumental dalam sejarah sepak bola Indonesia: PSSI Primavera. Program ini berfokus pada pengiriman pemain-pemain muda berbakat ke Italia untuk menimba ilmu dan mengasah potensi di level yang lebih tinggi.
Tepatnya pada tahun 1993, Suhatman Imam memimpin rombongan 24 pemain muda Indonesia menuju “Negeri Pizza” Italia, membuka gerbang pengalaman sepak bola di level Eropa. Dari rahim program PSSI Primavera inilah lahir bintang-bintang legendaris seperti Kurniawan Dwi Yulianto, Kurnia Sandy, dan Bejo Sugiantoro, yang kelak menjadi tulang punggung kekuatan Timnas Indonesia dan klub-klub papan atas di dekade berikutnya.
Selama di Italia, Suhatman Imam tak hanya mendampingi tim Primavera berlaga di kompetisi junior Eropa. Lebih dari itu, ia dengan cermat menyerap berbagai wawasan dan filosofi sepak bola modern, termasuk konsep pertahanan grendel ala Catenaccio yang revolusioner. Gagasan strategis inilah yang kemudian bersemayam dalam benaknya, siap untuk diterapkannya di kancah sepak bola Tanah Air.
Setibanya di Indonesia, semangat inovasi Suhatman Imam kian membara. Ia segera berkolaborasi dengan Emral Abus, membawa gagasan pertahanan Catenaccio tersebut ke Semen Padang, dengan harapan dapat memperkaya taktik dan strategi tim Kabau Sirah.
Kendati kesibukan sebagai pegawai bank sempat menjadi penghalang, gairah Suhatman Imam terhadap sepak bola tak pernah padam. Visi besarnya, terutama terkait pengembangan taktik dan mentalitas juara, ia wariskan kepada salah satu pemain asuhannya yang brilian, Nil Maizar. Warisan berharga ini membuahkan hasil manis ketika Nil Maizar sukses memimpin Semen Padang meraih gelar Liga Primer Indonesia musim 2011/2012, membuktikan keberlanjutan filosofi yang ia tanamkan.
Pada laga final yang berlangsung di Stadion H. Agus Salim, Semen Padang menunjukkan dominasinya dengan menaklukkan Persiraja Banda Aceh 3-1. Kemenangan ini bukan sekadar piala, melainkan simbol nyata bahwa benih-benih kerja keras, visi, dan strategi yang ditanamkan Suhatman Imam telah tumbuh subur dan berbuah manis.
3 Fakta Persebaya Surabaya vs Semen Padang! Duel Tim Pesakitan Awal Musim Super League 2025/2026
Tak hanya di tanah Minang, sentuhan dingin Suhatman Imam juga pernah mewarnai tim kebanggaan Jawa Timur. Pada tahun 2007, ia merasakan atmosfer berbeda ketika dipercaya melatih Persebaya Surabaya. Walaupun pengabdiannya bersama tim berjuluk Green Force ini tergolong singkat dan belum sempat mempersembahkan gelar, pengalaman tersebut menjadi catatan penting yang memperkaya perjalanan panjang karier kepelatihannya.
Dedikasi Suhatman Imam terhadap sepak bola Indonesia selalu didasari filosofi kuat: mengutamakan kerja keras dan disiplin tanpa kompromi. Ia bukan hanya seorang pelatih, melainkan juga seorang mentor sejati. Banyak pemain muda yang bersaksi bahwa Suhatman Imam adalah sosok yang memberikan motivasi, arahan, dan membentuk karakter mereka di awal atau sepanjang perjalanan karier.
Inovasinya dalam meracik strategi permainan membuatnya sangat disegani di kalangan pelatih. Konsep pertahanan grendel ala Catenaccio yang ia bawa dari Italia tak hanya menjadi sekadar teori, melainkan diterapkan secara nyata dan memberikan warna baru, bahkan memengaruhi dinamika taktik sepak bola di Indonesia.
7 Weton Tunggak Semi yang Dipercaya Paling Beruntung dengan Rezeki Lancar Menurut Primbon Jawa
Tak berlebihan jika dikatakan bahwa nama Suhatman Imam tak terpisahkan dari lembaran sejarah Semen Padang. Ia bukan sekadar pelatih, melainkan arsitek sejati yang membentuk identitas klub Kabau Sirah hingga disegani di kancah nasional. Pun demikian di Surabaya; meski singkat, kiprahnya di Persebaya tetap dikenang sebagai sosok pekerja keras penuh dedikasi. Di mana pun ia berkarya, semangat pengabdian total untuk klub yang ditanganinya selalu menjadi ciri khasnya.
Maka, pertemuan antara Semen Padang dan Persebaya Surabaya yang akan tersaji di Stadion Gelora Bung Tomo pada Jumat malam, 19 September 2025, terasa istimewa. Laga pekan keenam Super League 2025/2026 ini bukan hanya tentang perebutan poin, melainkan juga momen yang sangat tepat untuk mengenang dan menghormati jejak tak terlupakan dari sang legenda, Suhatman Imam.
Bagi banyak penggemar dan pelaku sepak bola, Suhatman Imam adalah personifikasi nyata bahwa mimpi besar dapat diwujudkan dengan dedikasi tanpa henti. Program PSSI Primavera, gelar juara yang ia persembahkan bersama Semen Padang, hingga pengabdian singkatnya namun berkesan di Persebaya Surabaya, semua adalah bukti tak terbantahkan dari kerja keras dan visi yang tak lekang oleh waktu.
Paling Susah Sembuh dari Pengkhianatan, 4 Zodiak yang Tertutup Hatinya Setelah Dikecewakan
Hingga kini, nama besar Suhatman Imam tetap bertahta di hati setiap pencinta sepak bola Indonesia. Dari satu generasi ke generasi berikutnya, warisan nilai-nilai yang ia tinggalkan menjadi inspirasi tak berkesudahan bagi setiap pemain, pelatih, dan siapa pun yang mengabdikan diri pada olahraga indah ini.
Kisah hidupnya adalah sebuah epos tentang kegigihan, semangat pantang menyerah, dan keberanian untuk memimpikan hal-hal besar. Dari hamparan hijau Padang ke hiruk-pikuk Surabaya, dari kancah domestik Indonesia hingga ke pentas sepak bola Italia, Suhatman Imam adalah simbol dedikasi abadi yang tak akan pernah pudar bagi sepak bola Tanah Air.
Ringkasan
Suhatman Imam adalah legenda sepak bola Indonesia yang dikenal atas dedikasinya kepada Semen Padang dan Persebaya Surabaya. Ia memulai kariernya di PSP Padang dan kemudian menjadi kapten Timnas Indonesia pada Kejuaraan Asia 1977. Setelah pensiun, ia melatih Semen Padang meraih juara Piala Indonesia 1992 dan menjadi arsitek program PSSI Primavera yang mengirim pemain muda ke Italia.
Kontribusi Suhatman Imam meliputi memperkenalkan taktik Catenaccio di Semen Padang dan mewariskan visinya kepada Nil Maizar yang membawa klub tersebut meraih gelar Liga Primer Indonesia. Ia juga melatih Persebaya Surabaya meskipun dalam waktu singkat. Dedikasinya pada kerja keras dan disiplin menjadikannya mentor bagi banyak pemain muda dan disegani di dunia sepak bola Indonesia.



