Maraknya praktik judi online (judol) di Indonesia terbukti memangkas potensi pertumbuhan ekonomi nasional secara signifikan. Dana masyarakat yang seharusnya berputar untuk menggerakkan ekonomi lokal justru menguap, menghilangkan efek pengganda yang vital. Fenomena ini diperparah oleh praktik jual beli rekening yang kian marak. Untuk membendung dampak destruktif ini, kolaborasi yang kuat antara lembaga pemerintah, sektor perbankan, dan masyarakat menjadi sangat krusial.
Firman Hidayat, Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), menguraikan bahwa dampak negatif judol terhadap perekonomian berasal dari hilangnya ‘multiplier effect‘ atau efek pengganda. Dana yang seharusnya diinvestasikan atau dibelanjakan untuk konsumsi oleh masyarakat, justru tidak mampu memicu perputaran ekonomi yang lebih luas. “Estimasi pada 2024, dampak judi online ini berpotensi memangkas 0,3% dari total pertumbuhan ekonomi,” jelas Firman dalam Katadata Policy Dialogue bertajuk ‘Strategi Nasional Memerangi Kejahatan Finansial‘ di Jakarta, Selasa (5/8). Ia menambahkan, angka 0,3% tersebut sangat vital dalam upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan Presiden.
Studi di Brasil menjadi contoh nyata, di mana pengeluaran rumah tangga untuk judi melonjak dua kali lipat, mencapai 19,9% dari pendapatan. Ironisnya, pada saat yang sama, pengeluaran esensial untuk makanan, pakaian, dan obat-obatan justru menurun dari 63% menjadi 57%. Penurunan drastis dalam konsumsi inilah yang secara langsung memicu kontraksi pada pertumbuhan ekonomi.
Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap, nilai perputaran dana judol di Indonesia telah menembus angka fantastis Rp 927 triliun hingga Kuartal I 2025. DEN memperkirakan 70% dari total dana ini dilarikan ke luar negeri, secara efektif menihilkan efek pengganda ke perekonomian negara. “Yang lari ke luar negeri itu bukan cuma duitnya, multiplier effect-nya [ke negara] nol,” tegas Firman Hidayat, menyoroti kerugian ganda yang dialami. Fenomena serupa, yakni hilangnya multiplier effect akibat judol, juga dirasakan negara lain seperti Hong Kong dan Afrika Selatan. Hong Kong kehilangan potensi pajak sebesar HK$9,4 miliar per tahun (sekitar Rp19,6 triliun), sementara Afrika Selatan merugi R110 juta per tahun (sekitar Rp99,9 miliar).
Riset independen Katadata Insight Center (KIC), berdasarkan data PPATK per 2024, menunjukkan bahwa mayoritas pemain judol di Indonesia (71%) berasal dari kelompok masyarakat menengah ke bawah, dengan penghasilan di bawah Rp5 juta. Kelompok pemain terbanyak kedua adalah mereka yang berpenghasilan Rp5 juta-Rp10 juta (15%).
Jual Beli Rekening
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menjelaskan bahwa salah satu kontributor utama dalam tingginya transaksi judi online adalah penyalahgunaan rekening dorman dan praktik jual beli rekening. PPATK telah memantau sekitar 1,5 juta rekening yang terindikasi digunakan dalam tindak pidana, di mana 150 ribu di antaranya merupakan rekening nominee—rekening yang digunakan bukan oleh pemilik aslinya. Dari jumlah tersebut, 120 ribu rekening terindikasi terlibat dalam praktik jual beli, 20 ribu terkait peretasan, dan 10 ribu lainnya terlibat penyimpangan.
Ivan memerinci lebih lanjut, lebih dari 50 ribu rekening dari rekening nominee terindikasi tidak aktif atau dorman sebelum dialiri dana ilegal. Ketua Umum Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Hery Gunardi, menjelaskan bahwa sektor perbankan memiliki tugas pengawasan rekening yang diatur ketat dalam kebijakan, prosedur, dan sistem Anti Pencucian Uang (APU), Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT), serta Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (PPPSPM).
“Sudah dibuat unit kerja khusus, salah satunya bertugas melakukan monitoring atas transaksi mencurigakan yang menggunakan rekening dormant,” ujar Hery. Ia menegaskan, sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1 /POJK.03/2022 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif, rekening dorman adalah rekening yang tidak mengalami transaksi debet atau kredit selama enam bulan berturut-turut.
“Rekening yang status dorman wajib dikelola bank mengacu pada prinsip kehati-hatian. Bisa mencakup penonaktifan sementara, pembatasan transaksi, atau penutupan rekening serta pemantauan khusus untuk mencegah penyalahgunaan dari pihak berwenang. Jadi peran ini dilakukan oleh bank sendiri,” imbuh Hery. Studi KIC yang berkolaborasi dengan Perbanas pada April 2025 juga menguatkan temuan praktik jual beli rekening sebagai faktor utama suburnya judol di masyarakat. “Ada temuan menarik: maraknya jual beli rekening demi mendapat uang secara instan. Masyarakat rela walau rekeningnya dipakai untuk menampung judol,” kata Executive Director KIC, Fakhridho Susilo, Ph.D.
KIC mengungkapkan, suburnya praktik jual beli rekening sering melibatkan sindikat penadah rekening untuk menampung transaksi judol. Selain berdampak pada keamanan dan privasi data serta potensi skor kredit yang buruk, masyarakat yang menjual rekeningnya berpotensi besar terjerat urusan hukum jika rekening tersebut terbukti digunakan untuk kegiatan ilegal. Merespons ini, PPATK telah mengambil langkah tegas dengan menerapkan kebijakan penghentian sementara transaksi rekening dorman. Data menunjukkan langkah ini berhasil menurunkan jumlah transaksi judi online pada periode awal setelah upaya penekanan dilakukan.
Menurut PPATK, nilai perputaran uang judi online pada Semester I 2025 mencapai Rp 99,68 triliun. Angka ini menandai penurunan signifikan tingkat pertumbuhan transaksi judol sebesar -72% year-on-year (YoY). Senada dengan itu, jumlah transaksi pada periode yang sama mencapai 174,9 juta, atau turun -17%. Ivan Yustiavandana menegaskan bahwa proses henti sementara rekening dorman ini dilakukan melalui prosedur yang sangat panjang dan cermat. “Jangan dinarasikan perampasan, penyitaan. Dana nasabah tetap aman. Sudah kita buka semua [rekening yang dibekukan],” jelasnya. “UU juga mewajibkan pengkinian data, wajib. Ini semata-mata untuk menjaga sistem keuangan Indonesia,” lanjut Ivan.
Fransiska Oei, Ketua Bidang Hukum dan Kepatuhan Perbanas, menjelaskan bahwa berdasarkan arahan PPATK pada Sabtu (2/8) lalu, terhadap rekening-rekening dorman kini diberlakukan tiga jenis kebijakan pencabutan status, yakni:
- Rekening berisiko rendah: status penghentian sementaranya dicabut dengan Surat Resmi PPATK;
- Rekening berisiko sedang: status penghentian sementaranya dapat langsung dicabut oleh bank setelah mereka mendapatkan pengaduan, melakukan customer due diligence (CDD), atau pengkinian data. Bukti yang menjadi dasar pencabutan penghentian sementara dilaporkan ke PPATK secara berkala;
- Rekening berisiko tinggi: pencabutan status penghentian sementaranya harus dengan persetujuan atau dilengkapi dengan surat pencabutan penghentian sementara oleh PPATK terlebih dahulu.
Efek Sosial dan Mental
Riset independen KIC mengungkap, judol memberikan dampak negatif sosial-ekonomi yang parah bagi masyarakat kecil, termasuk peningkatan intensitas tindak pidana, gangguan kesehatan mental, dan keretakan rumah tangga. Mengutip data BPS, kasus perceraian di tahun 2024 yang diakibatkan oleh judi (baik daring maupun luring) meningkat tajam sebesar 83,8% dibandingkan tahun sebelumnya, dengan total 2.889 perkara. Dampak negatif sosial judol ini bersifat universal. Benchmarking yang dilakukan DEN, misalnya, menunjukkan bahwa 20% penjudi yang sudah kecanduan di Hong Kong pada 2014 sempat berpikir untuk bunuh diri, sementara studi yang sama melaporkan 62% dari penjudi tersebut mengaku mengalami penurunan produktivitas.
Mengutip studi yang dilakukan di AS, DEN mengungkapkan bahwa probabilitas bagi penjudi usia muda untuk melakukan kejahatan mencapai 15% jika mengalami kerugian berjudi sebesar USD 500-1.000, dan probabilitas tersebut melonjak hingga 27,5% seiring dengan makin besarnya kerugian. Untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045, diperlukan sumber daya manusia Indonesia yang unggul dan terbebas dari masalah sosial serta mental akibat judol. Firman Hidayat berujar: “2045 Indonesia Emas, kita harus punya manusia Indonesia yang unggul. Kalau kena kesehatan mental, bunuh diri, target 2045 ini akan sulit tercapai.”
Peran Teknologi dan Kolaborasi Antarlembaga
Direktur Pengawasan Sertifikasi dan Transaksi Elektronik Kemenkomdigi, Teguh Arifiyadi, menyoroti betapa pentingnya kolaborasi erat antara pemerintah, regulator, dan sektor swasta dalam memerangi kejahatan finansial. Modus judi online kini tidak lagi hanya bergantung pada situs web biasa, melainkan juga memanfaatkan berbagai alat canggih seperti IP address, text search engine, dan image search. Oleh karena itu, sinergi dan peningkatan literasi keuangan menjadi kunci vital untuk mengendalikan kejahatan finansial secara massal dan efektif, mulai dari level sekolah hingga profesional.
Teguh juga menekankan bahwa edukasi dan kolaborasi antarinstansi terkait sangat diperlukan untuk mengurangi dampak negatif dari kejahatan finansial ini. Sejak dini, anak-anak dan masyarakat perlu diberikan pemahaman yang lebih baik mengenai bahaya kejahatan finansial serta cara-cara untuk melindungi diri mereka dari risiko kejahatan online. Fransiska Oei menyatakan bahwa bank-bank telah mengambil berbagai langkah pengetatan dan edukasi untuk mencegah kejahatan finansial, dengan semakin meningkatkan pengamanan dalam aspek teknologi dan legal untuk mengantisipasi potensi kejahatan.
Salah satu langkah penting adalah melakukan verifikasi data nasabah secara lebih komprehensif, melalui kerjasama erat dengan instansi terkait seperti Dukcapil, AHU, dan pajak. Namun, Fransiska mengingatkan bahwa para penipu (fraudster) sangat dinamis, sehingga bank juga harus memiliki strategi yang fleksibel dan mampu merespons dengan cepat setiap perubahan modus operandi yang muncul. Prinsip aksi-reaksi, katanya, menjadi sangat penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan melindungi masyarakat dari kerugian yang lebih besar.
Hery Gunardi menambahkan, sebagai bagian dari solusi jangka panjang, Perbanas terus mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk menggencarkan edukasi dan literasi keuangan, termasuk keuangan digital. Menurutnya, literasi yang kuat merupakan garis pertahanan pertama dalam mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan finansial, sekaligus pondasi kokoh bagi terwujudnya sistem keuangan yang inklusif, aman, dan tangguh. Ia berharap, forum Katadata Policy Dialog dapat menjadi momen yang tepat untuk menyepakati bahwa pengaturan oleh OJK, khususnya terkait pengelolaan rekening perbankan, dapat mengacu pada parameter terbaik yang telah diterapkan di berbagai negara. “Kepercayaan kepada lembaga keuangan perbankan ini sangat sensitif. Jadi memang kepercayaan masyarakat itu harus kita jaga. Kalaupun ada isu harus kita luruskan sehingga membuat nasabah menjadi tenang,” ujar Hery.
Ivan Yustiavandana menegaskan bahwa PPATK tidak dapat sendirian menangani pemberantasan judi online. Ia sangat menekankan pentingnya kolaborasi yang lebih baik lagi dengan semua pihak. “Saya sepakat kuncinya adalah kolaborasi. PPATK tak bisa sendiri. OJK tak bisa sendiri, siapa pun dari kami (PPATK, Perbanas, OJK, Komdigi, aparat penegak hukum) dalam konteks sendiri, pasti tak akan bisa apa-apa,” ujarnya. “Saya berharap ke depan, kolaborasi akan lebih kuat lagi.”
Lesson Learned bagi Bank: Menjadi Lebih Dinamis dan Responsif
Salah satu pelajaran penting yang dapat diambil oleh bank dalam memerangi kejahatan finansial adalah urgensi upaya yang tak kenal lelah (tireless effort). Kejahatan finansial yang melibatkan jasa perbankan memerlukan strategi yang terus diperbaharui dan respons cepat terhadap setiap perkembangan. Dalam menghadapi fraudster yang terus beradaptasi dengan teknologi baru, bank harus mampu menjaga kecepatan dan ketepatan dalam merespons ancaman yang ada. Selain itu, kolaborasi yang erat antara bank dengan berbagai instansi pemerintah dan lembaga swasta juga menjadi faktor kunci dalam mencegah dan menangani kejahatan finansial. Sektor perbankan harus terus bekerja keras untuk mengembangkan kebijakan yang lebih baik, memperbaiki sistem pengamanan, dan meningkatkan literasi masyarakat agar kejahatan finansial dapat ditekan seminimal mungkin. Dengan langkah-langkah strategis dan kolaborasi yang tepat, Indonesia dapat mengurangi dampak kejahatan finansial, menjaga kestabilan ekonomi, serta melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang merugikan tersebut.
Ringkasan
Praktik judi online (judol) di Indonesia terbukti memangkas potensi pertumbuhan ekonomi nasional. Dana yang seharusnya memutar ekonomi lokal justru menguap, diperparah dengan maraknya jual beli rekening. PPATK mencatat perputaran dana judol mencapai Rp 927 triliun hingga Kuartal I 2025, dengan estimasi 70% dilarikan ke luar negeri, menghilangkan efek pengganda ekonomi.
Mayoritas pemain judol berasal dari kelompok masyarakat menengah ke bawah, dan praktik jual beli rekening menjadi kontributor utama tingginya transaksi. Kolaborasi antar lembaga, termasuk PPATK, Perbanas, OJK, dan Kemenkominfo, sangat penting dalam memerangi kejahatan finansial ini. Selain dampak ekonomi, judol juga memberikan dampak negatif sosial-ekonomi seperti peningkatan tindak pidana, gangguan kesehatan mental, dan perceraian.