mellydia.co.id , JAKARTA – Prospek emiten semen di Indonesia tengah menjadi sorotan seiring antisipasi terhadap program renovasi rumah pemerintah yang dijadwalkan bergulir pada tahun 2026. Sektor ini digadang-gadang akan menuai keuntungan signifikan dari inisiatif tersebut. Namun, terlepas dari harapan cerah di masa depan, industri semen masih harus menghadapi berbagai tantangan berat sepanjang sisa tahun 2025.
Pemerintah, melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman, telah mengalokasikan anggaran fantastis sebesar Rp10,9 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran (TA) 2026. Dari jumlah tersebut, Rp8,6 triliun secara khusus akan disalurkan untuk program-program perumahan, termasuk pelaksanaan renovasi rumah melalui Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), yang diharapkan dapat mendongkrak permintaan bahan bangunan.
Analis Kiwoom Sekuritas, Miftahul Khaer, mengungkapkan bahwa meskipun alokasi anggaran pemerintah pada tahun depan berpotensi menjadi angin segar bagi industri semen, tekanan biaya energi dan distribusi masih menjadi ganjalan utama. “Sepanjang 2025, sektor semen nasional masih dibayangi oleh kenaikan biaya energi dan distribusi, ditambah lagi dengan kompetisi harga yang ketat akibat kondisi over capacity industri,” jelasnya dalam riset terbaru yang dikutip pada Senin (25/8/2025).
Tantangan tersebut diperparah oleh pelemahan daya beli masyarakat dan minimnya proyek infrastruktur yang signifikan sepanjang paruh pertama 2025. Asosiasi Semen Indonesia (ASI) mencatat penurunan penjualan semen domestik sebesar 2,5% (year-on-year/yoy), mencapai 27,7 juta ton pada Januari-Juni 2025, dibandingkan dengan 28,48 juta ton pada periode yang sama tahun sebelumnya. Produksi semen juga mengalami kontraksi 5,8% yoy, dari 30,53 juta ton menjadi 28,76 juta ton.
Penurunan penjualan ini merata di hampir seluruh wilayah Indonesia, kecuali Sumatra dan Maluku-Papua yang justru menunjukkan pertumbuhan positif, masing-masing 4,9% dan 5% pada periode tersebut. Dengan berbagai tantangan yang masih membayangi, Kiwoom Sekuritas memilih sikap hati-hati (wait and see) terhadap prospek emiten semen hingga paruh kedua 2025, sembari menanti perkembangan kinerja masing-masing emiten. “Meskipun prospek 2026 terlihat lebih cerah berkat potensi tambahan permintaan dari program pemerintah, kami masih cenderung wait and see untuk sektor semen nasional sambil mengevaluasi kembali progres setiap emiten,” ujarnya.
Senada dengan pandangan tersebut, Pengamat Pasar Modal Reydi Octa mengakui bahwa emiten semen raksasa seperti PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR) dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP) memang berpeluang menikmati kenaikan volume penjualan jika program pemerintah benar-benar terealisasi. Namun, ia kembali menekankan masalah utama yang dihadapi, yaitu kelebihan kapasitas produksi. “Tantangan utama dari sektor semen adalah over kapasitas karena volume permintaan belum tentu bisa mengimbangi jumlah produksi yang sangat besar,” katanya kepada Bisnis pada Senin (25/8/2025).
Meski demikian, Reydi tetap merekomendasikan para investor untuk mencermati saham-saham unggulan seperti SMGR dan INTP jika program kerja pemerintah untuk renovasi rumah benar-benar dijalankan pada tahun 2026. Ia juga meluaskan rekomendasi investasinya ke beberapa saham lain di sektor beton dan furniture, seperti WTON, WSBP, ACES, atau CSAP, mengingat potensi peningkatan aktivitas konstruksi dan konsumsi.
Semen Indonesia (Persero) Tbk. – TradingView
Berdasarkan konsensus Bloomberg, saham PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP) mendapat rekomendasi buy dari 19 analis, hold dari 7 analis, dan hanya 1 analis yang menyarankan sell. Target harga saham ini selama 12 bulan ke depan diproyeksikan berada di level Rp7.008,90 per lembar. Sementara itu, PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR) direkomendasikan buy oleh 9 analis, hold oleh 9 analis, dan sell oleh 5 analis, dengan target harga tahunan di level Rp2.881,18 per lembar.
Terbaru, Analis Sucor Sekuritas, Cheryl Jennifer, memberikan rekomendasi buy untuk SMGR. Salah satu alasannya adalah pemulihan kinerja SMGR pada Juli 2025 yang berhasil melampaui kinerja industri semen secara keseluruhan di paruh pertama 2025. Program pemerintah terkait perumahan dinilai akan menjadi pendorong signifikan kinerja SMGR ke depan, ditambah lagi dengan potensi kelanjutan proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) yang juga akan memberikan dorongan positif bagi saham ini. “SMGR berada pada posisi yang kuat untuk menangkap potensi permintaan ini, dengan basis biaya tetap yang lebih luas, sehingga membuka leverage operasi untuk pertumbuhan berkelanjutan,” pungkas Cheryl dalam risetnya yang dipublikasikan Senin (25/8/2025).
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Ringkasan
Industri semen di Indonesia diantisipasi mendapat keuntungan dari program renovasi rumah pemerintah yang akan dimulai tahun 2026, dengan alokasi anggaran sebesar Rp8,6 triliun. Namun, sektor ini masih menghadapi tantangan seperti kenaikan biaya energi dan distribusi, kompetisi harga akibat over kapasitas, serta penurunan daya beli masyarakat dan minimnya proyek infrastruktur, yang menyebabkan penurunan penjualan semen domestik di semester pertama 2025.
Analis merekomendasikan untuk mencermati saham SMGR dan INTP jika program pemerintah terealisasi, dengan rekomendasi buy untuk INTP dan SMGR dari beberapa analis. Target harga saham INTP selama 12 bulan ke depan diproyeksikan Rp7.008,90 per lembar, sedangkan SMGR Rp2.881,18. Analis Sucor Sekuritas juga memberikan rekomendasi buy untuk SMGR karena pemulihan kinerja dan potensi dari program pemerintah dan proyek IKN.