Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, menyoroti serius tingginya angka backlog perumahan atau kekurangan hunian yang masih menjadi isu krusial di berbagai wilayah, termasuk di Jawa Tengah. Menurutnya, solusi fundamental untuk mengatasi kondisi ini adalah dengan menggalakkan penyediaan rumah bersubsidi, disertai pemberian sejumlah insentif yang signifikan guna meringankan beban finansial masyarakat dalam kepemilikan tempat tinggal yang layak.
Data pemerintah setempat menunjukkan bahwa kekurangan perumahan di Jawa Tengah telah mencapai angka yang mencengangkan, yakni 1,3 juta unit. Kesenjangan ini dipicu oleh tingginya harga rumah yang seringkali tidak sebanding dengan daya beli masyarakat. “Perihal backlog, ini sudah saya sampaikan dalam rapat kabinet. Saya sudah pelajari dan saya sangat meyakini bahwa rumah subsidi adalah solusi utamanya,” tegas Maruarar yang akrab disapa Ara, saat ditemui di Taman Makam Bung Hatta, Jakarta Selatan, Ahad, 24 Agustus 2025.
Ara menambahkan, skema subsidi perumahan memiliki potensi luas untuk menjangkau berbagai lokasi. Untuk area perkotaan, pendekatan yang tepat adalah pengembangan hunian vertikal berupa rumah susun, mengingat keterbatasan lahan dan tingginya harga tanah. Sebaliknya, di kawasan pedesaan yang masih memiliki ketersediaan lahan memadai, sistem rumah tapak dinilai lebih realistis dan efisien. “Di kota, mustahil membangun rumah tapak dengan harga terjangkau, pasti mahal,” jelas politikus Partai Gerindra tersebut.
Pemberian subsidi ini, kata Ara, merupakan langkah vital untuk meringankan beban masyarakat menengah ke bawah agar dapat memiliki hunian yang layak. Tanpa dukungan subsidi, membeli properti akan menjadi sangat sulit, yang pada akhirnya memperparah kondisi backlog perumahan. Selain itu, Ara juga membeberkan adanya solusi tambahan berupa insentif dan bantuan pendanaan. Beberapa program telah berjalan, seperti penghapusan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) khusus bagi kelompok Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). “Karena jika tidak mendapatkan subsidi, pasti sangat berat,” imbuhnya.
Sebelumnya, tantangan besar dalam penyediaan rumah ini juga telah diutarakan oleh Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Provinsi Jawa Tengah, Boedyo Dharmawan. Dalam sambutannya di acara Soloraya Property Awards di Hotel Alana, Karanganyar, Jawa Tengah, Rabu, 20 Agustus 2025, Boedyo mengungkapkan, “Berdasarkan data, Provinsi Jawa Tengah mencatat backlog perumahan sebesar 1.332.968 unit.”
Boedyo menjelaskan bahwa backlog perumahan didefinisikan sebagai kesenjangan signifikan antara jumlah rumah yang tersedia dengan kebutuhan riil masyarakat, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Data tersebut merinci dua kategori utama: backlog kelayakan sebanyak 1.122.968 unit yang mencakup rumah tidak layak huni, dan backlog kepemilikan sebanyak 210 ribu unit bagi mereka yang belum memiliki rumah sama sekali.
Ia menekankan bahwa berbagai kendala ini menuntut perhatian serius serta inovasi berkelanjutan dari seluruh pemangku kepentingan di sektor perumahan. Dalam kesempatan tersebut, Boedyo turut mengapresiasi penyelenggaraan Soloraya Property Awards, memandang ajang ini bukan sekadar seremoni, melainkan sebuah motivasi penting untuk mewujudkan cita-cita bangsa dalam memenuhi kebutuhan dasar akan perumahan yang layak bagi seluruh lapisan masyarakat.
Septia Ryanthie dari Solo, berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Peluang Laba Setelah Pemangkasan Suku Bunga
Ringkasan
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman menyoroti krisis perumahan di Jawa Tengah dengan angka backlog mencapai 1,3 juta unit. Solusi utama yang ditawarkan adalah penyediaan rumah bersubsidi yang disertai dengan insentif untuk meringankan beban masyarakat. Tingginya harga rumah dan keterbatasan daya beli masyarakat menjadi penyebab utama kesenjangan tersebut.
Skema subsidi perumahan diharapkan dapat menjangkau berbagai lokasi, dengan rumah susun sebagai solusi di perkotaan dan rumah tapak di pedesaan. Pemerintah juga telah menjalankan program seperti penghapusan BPHTB dan PBG untuk MBR. Data menunjukkan backlog terdiri dari kekurangan kelayakan dan kepemilikan, menuntut perhatian serius dan inovasi dari semua pihak.