Masalah Tekanan Ban MotoGP: Benang Kusut yang Belum Terurai
Kecepatan bukanlah satu-satunya faktor penentu kemenangan di MotoGP. Manajemen ban, khususnya tekanan udara, menjadi elemen krusial yang kini menimbulkan perdebatan sengit. Sang juara bertahan, Marc Marquez (Ducati Lenovo), pun angkat bicara mengenai peraturan kontroversial ini.
Menjaga pace stabil hingga lap akhir membutuhkan strategi ban yang tepat. Namun, regulasi tekanan udara ban sejak 2024 menambah kompleksitas balapan. Pembalap diwajibkan memastikan tekanan ban tetap dalam batas yang ditentukan: tidak melebihi batas selama 60 persen dari total lap balapan utama dan 30 persen untuk Sprint Race.
Tantangan terbesar terletak pada ban depan. Michelin, sebagai pemasok tunggal ban, belum melakukan pembaruan signifikan pada ban depan, sementara performa motor terus meningkat berkat perkembangan aerodinamika. Hal ini memaksa pembalap untuk lebih kreatif dalam mengatur strategi balapan.
Marc Marquez, misalnya, beberapa kali menerapkan strategi unik: membiarkan lawan menyalip lalu menyerang balik setelah melewati batas lap minimal. Strategi ini membuahkan hasil, terbukti dari kemenangannya di MotoGP Thailand dan Sprint Race Ceko.
Meskipun setuju dengan regulasi tekanan ban demi keselamatan, Marquez mempertanyakan beratnya penalti yang diterapkan. “Saya setuju dengan aturannya, karena ini menyangkut keselamatan,” ujarnya kepada Crash.net, seperti dikutip BolaSport.com. “Namun, menurut saya, penaltinya terlalu besar. Penalti bisa dikurangi beberapa detik,” tambahnya.
Penalti Berat dan Konsekuensi Tak Terduga
Pelanggaran aturan berujung pada penalti waktu yang cukup signifikan: 8 detik untuk Sprint Race dan 16 detik untuk balapan utama. Yang lebih membuat frustrasi, penalti baru diputuskan setelah balapan berakhir. Bayangkan, seorang pembalap sudah merayakan di podium, lalu mendapati posisinya anjlok drastis karena penalti.
Menutup selisih 16 detik bukanlah perkara mudah, terutama setelah berjuang keras untuk berada di posisi terdepan. Hanya dalam kondisi balapan yang kacau, misalnya karena cuaca buruk dan pergantian motor, penalti ini masih mungkin dikejar. Johann Zarco (Castrol Honda LCR) adalah satu-satunya pembalap yang berhasil mengatasi penalti 16 detik di MotoGP Prancis, berkat strategi tak mengganti motor hingga finis.
Perlu dicatat, penalti tekanan ban tidak berlaku saat flag-to-flag race dan hanya diterapkan ketika menggunakan ban slick (untuk trek kering) sepasang. Bahkan bagi legenda seperti Valentino Rossi, aturan ini menghadirkan tantangan tersendiri. Sebagai perbandingan, Rossi pernah menang dengan selisih 15,212 detik di MotoGP Australia 2003, meski mendapat penalti 10 detik karena menyalip saat bendera kuning. Jika penalti tekanan ban diterapkan saat itu, posisinya akan turun ke peringkat ketiga.
Sementara itu, kemenangan terbesar Marquez di trek kering adalah 11,413 detik di MotoGP Australia 2019. Dengan penalti 16 detik, dia hanya akan finis di posisi ke-9. Dengan performa dominannya musim ini, Marquez paling banter akan finis di posisi keempat jika penalti tekanan ban diterapkan pada kemenangan-kemenangannya.
“Menurut saya, penaltinya seharusnya separuh. 4 detik untuk Sprint dan 8 detik untuk balapan panjang. Itu lebih masuk akal,” saran Marquez. “Penalti 8 detik di Sprint dan 16 detik di balapan utama terlalu besar dan lebih baik menunggu di belakang pembalap lain,” tambahnya.
Simulasi Dampak Penalti pada Kemenangan Marquez
Jika penalti dikurangi separuh, setidaknya tiga kemenangan Marquez akan tetap membuatnya naik podium. Dua di antaranya terjadi di sirkuit kiri yang ia sukai: Sprint Race Aragon dan Sprint Race Jerman.
PEMENANG MOTOGP 2025 JIKA TERKENA PENALTI BAN
Seri | Balapan | Pemenang | Posisi +Penalti Penuh | Posisi +Setengah Penalti |
---|---|---|---|---|
GP Thailand | Sprint | M. Marquez | 6 | 4 |
Grand Prix | M. Marquez | 8 | 6 | |
GP Argentina | Sprint | M. Marquez | 7 | 4 |
Grand Prix | M. Marquez | 10 | 7 | |
GP Americas | Sprint | M. Marquez | 4 | 4 |
Grand Prix | F. Bagnaia | 9 | 4 | |
GP Qatar | Sprint | M. Marquez | 7 | 4 |
Grand Prix | M. Marquez | 11 | 6 | |
GP Spanyol | Sprint | M. Marquez | 8 | 5 |
Grand Prix | A. Marquez | 10 | 6 | |
GP Prancis | Sprint | M. Marquez | 7 | 5 |
Grand Prix | J. Zarco | 1 | 1 | |
GP Inggris | Sprint | A. Marquez | 8 | 3 |
Grand Prix | M. Bezzecchi | 12 | 8 | |
GP Aragon | Sprint | M. Marquez | 8 | 3 |
Grand Prix | M. Marquez | 8 | 5 | |
GP Italia | Sprint | M. Marquez | 8 | 5 |
Grand Prix | M. Marquez | 6 | 5 | |
GP Belanda | Sprint | M. Marquez | 7 | 6 |
Grand Prix | M. Marquez | 7 | 5 | |
GP Jerman | Sprint | M. Marquez | 5 | 3 |
Grand Prix | M. Marquez | 4 | 4 | |
GP Ceko | Sprint | M. Marquez | 15 | 9 |
Grand Prix | M. Marquez | 8 | 4 |
Masalah tekanan ban tampaknya akan terus menjadi tantangan hingga tahun depan. Michelin telah membatalkan pengembangan ban depan menjelang pergantian pemasok ban pada 2027. Tim-tim MotoGP biasanya mempersiapkan diri dengan menganalisis data dari sesi latihan bebas dan simulasi komputer untuk menentukan tekanan udara ideal saat balapan dimulai. Strategi pun disesuaikan dengan skenario balapan, seperti tekanan lebih rendah jika terjebak dalam grup, atau sebaliknya jika memimpin sejak awal.
Sebagai alternatif, sistem penalti yang lebih adil, seperti penalti ride-through (melewati pit lane) selama balapan, mungkin patut dipertimbangkan.
Ringkasan
Artikel ini membahas kontroversi regulasi tekanan ban di MotoGP, yang mengharuskan pembalap menjaga tekanan ban dalam batas tertentu selama sebagian besar balapan. Marc Marquez mengkritik beratnya penalti bagi pelanggaran, yang dapat mencapai 16 detik dan mengubah hasil balapan secara signifikan, bahkan bagi pemenang.
Marquez mengusulkan pengurangan penalti menjadi separuhnya, yaitu 8 detik untuk balapan utama dan 4 detik untuk Sprint Race, yang dinilai lebih adil. Artikel ini juga menyajikan simulasi bagaimana pengurangan penalti akan memengaruhi posisi Marquez dalam beberapa kemenangan terakhirnya, serta membahas alternatif sistem penalti yang mungkin lebih sesuai.