mellydia.co.id JAKARTA. Kinerja PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) pada paruh pertama tahun 2025 menyajikan potret yang kompleks, di mana hasilnya masih dianggap mengecewakan jika dibandingkan ekspektasi pasar. Selama enam bulan pertama ini, pengelola rumah sakit Siloam tersebut hanya mencatat kenaikan pendapatan bruto yang tipis, yakni sebesar 1,5% secara tahunan, mencapai Rp 6,1 triliun.
Menurut Analis Maybank Sekuritas, Paulina Margareta, dalam risetnya pada 21 Agustus 2025, realisasi pendapatan SILO ini jauh di bawah perkiraan. Angka tersebut hanya memenuhi 43% dari estimasi Maybank dan 45% dari konsensus analis. Paulina menjelaskan bahwa penurunan kinerja ini utamanya dipicu oleh melambatnya aktivitas rawat inap, dengan volume rawat inap turun 8% secara tahunan dan tingkat okupansi tempat tidur yang menurun menjadi 62%. Meskipun demikian, kunjungan rawat jalan menunjukkan stabilitas yang lebih baik, dengan pertumbuhan 1% secara tahunan.
Dari sisi profitabilitas, margin EBITDA SILO berhasil bertahan relatif stabil di angka 29,5%, kembali ke tingkat margin yang terlihat pada tahun 2022. Laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk (NPATMI) juga menunjukkan kenaikan signifikan sebesar 45,1% secara tahunan, mencapai Rp 457 miliar. Namun, Paulina menyoroti bahwa realisasi laba ini masih berada di bawah ekspektasi, yakni hanya 32% dari estimasi Maybank dan 38% dari konsensus pasar.
Maybank Sekuritas optimistis bahwa volume pasien akan membaik secara bertahap dalam beberapa kuartal ke depan, seiring dengan basis hitungan pada semester I tahun 2024 yang sudah mulai stabil. Selain itu, sistem rujukan BPJS yang sempat menyebabkan penurunan jumlah kunjungan pasien, diperkirakan akan berangsur stabil, meskipun tetap akan ada aturan yang lebih ketat dari BPJS.
Di tengah tantangan ini, SILO terus berfokus pada strategi ekspansi bisnisnya. Rencana pembiayaan sindikasi sebesar Rp 14,5 triliun untuk membeli kembali FREITS dianggap sebagai langkah strategis yang berpotensi membuka nilai tambahan dan memberikan visibilitas laba jangka panjang. Meski demikian, langkah ini juga berpotensi meningkatkan beban bunga dalam jangka pendek.
Paulina juga menambahkan, “Manajemen biaya operasional yang disiplin dan fokus pada segmen pasien swasta dengan nilai tambah yang lebih tinggi juga diharapkan dapat menjaga margin keuntungan di tengah volatilitas volume industri.” Ini menunjukkan komitmen SILO untuk menjaga profitabilitas di tengah kondisi pasar yang dinamis.
Seiring dengan lemahnya hasil kinerja semester I tahun ini dan pertumbuhan rawat inap yang lebih lambat dari perkiraan, Maybank merevisi turun proyeksi keuangan SILO untuk tahun 2025. Proyeksi pendapatan SILO dipangkas 7,2% menjadi Rp 13,1 triliun, EBITDA turun 19,1% menjadi Rp 2,8 triliun, dan laba bersih (NPATMI) dipotong 28% menjadi Rp 1 triliun. “Revisi ini mencerminkan dampak dari tingkat okupansi yang lebih rendah serta throughput pasien yang menurun, yang menyebabkan efek negatif pada leverage operasional perusahaan,” papar Paulina.
Meskipun demikian, Maybank Sekuritas Indonesia masih mempertahankan rekomendasi buy saham SILO, meskipun dengan target harga yang diturunkan menjadi Rp 2.500 per saham. Penurunan target harga ini mencerminkan tekanan terhadap laba dalam jangka pendek akibat pertumbuhan volume pasien yang melemah.
Paulina menjelaskan bahwa di balik rekomendasi buy ini, terdapat keyakinan kuat pada posisi SILO di sektor rumah sakit swasta di Indonesia. Perusahaan ini menawarkan profil risiko dan imbal hasil yang menarik, didukung oleh permintaan struktural yang kokoh untuk layanan kesehatan dan potensi peningkatan nilai jangka panjang dari rencana pembelian kembali FREITS. Paulina menambahkan, pada valuasi 8x EV/EBITDA FY25 sesuai rata-rata lima tahun terakhir, SILO tetap menjadi salah satu saham dengan valuasi paling menarik di kawasan ini. Pada penutupan perdagangan Jumat (22/8), harga saham SILO naik 0,94% menjadi Rp 2.150 per saham.
Ringkasan
Kinerja PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) pada semester I 2025 dinilai di bawah ekspektasi pasar, dengan pertumbuhan pendapatan bruto hanya 1,5%. Penurunan ini disebabkan oleh melambatnya aktivitas rawat inap, meskipun kunjungan rawat jalan stabil. Margin EBITDA SILO stabil, dan laba bersih meningkat, namun masih di bawah perkiraan.
Maybank Sekuritas mempertahankan rekomendasi buy untuk saham SILO, meskipun target harga diturunkan menjadi Rp 2.500 per saham karena tekanan laba jangka pendek. SILO dianggap memiliki posisi kuat di sektor rumah sakit swasta dan potensi peningkatan nilai jangka panjang dari pembelian kembali FREITS. Maybank merevisi turun proyeksi pendapatan, EBITDA, dan laba bersih SILO untuk tahun 2025.