Pelatih Dricus du Plessis, Morne Visser, akhirnya buka suara setelah anak didiknya menelan kekalahan pahit yang membuat sang juara kehilangan sabuknya.
Duel krusial akhir pekan lalu menjadi panggung di mana Dricus du Plessis harus merelakan gelar juaranya. Sang petarung, yang terkenal dengan gaya bertarungnya yang tidak konvensional, harus mengakui keunggulan Khamzat Chimaev setelah melakoni duel sengit lima ronde. Hasil ini menggoyahkan posisinya di puncak divisi kelas menengah.
Dalam pernyataannya, Morne Visser tidak menyembunyikan kekecewaannya, terutama terhadap jalannya pertarungan yang dinilainya “membosankan.”
“Ada data statistik pasca-pertarungan yang menunjukkan Khamzat Chimaev melepaskan sekitar 570 pukulan, namun hanya 37 di antaranya yang tercatat signifikan,” ungkap Visser kepada Submission Radio. “Ia tampak hanya melakukan secukupnya untuk mengontrol posisi dengan sangat baik dan mencegah wasit menghentikan duel.”
Visser bahkan menyuarakan keinginannya agar pertarungan dihentikan lebih awal. “Menurut saya, jika pertarungan berjalan selambat itu, hentikan saja, bung,” tegasnya, menunjukkan rasa frustrasi akan minimnya aksi.
“Duel itu sungguh membosankan, dan ya, kami juga turut berkontribusi dalam menjadikannya membosankan. Namun, kami hanya butuh satu menit ekstra di akhir,” keluh Visser. Ia menambahkan bahwa penonton pun merasakan hal yang sama. “Saya tidak yakin para penonton merasa terhibur. Bahkan, hanya tiga menit setelah pertarungan dimulai, mereka sudah mencemooh Khamzat Chimaev karena terlalu sering menahan Dricus du Plessis,” paparnya.
Mengungkapkan momen di sudut ring, Visser bercerita, “Setelah ronde pertama, hal pertama yang saya tanyakan pada Dricus adalah, apakah dia baik-baik saja? Melawan seorang pegulat sekuat itu, tangan memang cepat lelah. Tapi dia baik-baik saja 100 persen, kami bahkan menertawakannya.”
Visser juga mencoba memotivasi Dricus dengan meyakinkannya bahwa Khamzat sudah memberikan kemampuan terbaiknya. “Saya bilang padanya, ‘Ini adalah yang terbaik yang dia miliki.’ Saya tidak berpikir dia akan mampu bertarung selama lima ronde penuh,” kenangnya, mencoba membangun kepercayaan diri anak didiknya.
Namun, realitas berbeda saat ronde ketiga berakhir. “Setelah ronde ketiga, saya berkata pada Dricus, ‘Kita sudah tertinggal tiga ronde. Apakah kamu ingin menjatuhkannya?'” Visser mengakui, insiden ini menjadi pelajaran berharga. “Kami telah belajar banyak, dan banyak hal yang harus kami pelajari kembali,” tambahnya, menekankan perlunya evaluasi menyeluruh.
Terlepas dari segala komentar dan analisis dari sang pelatih, Dricus du Plessis kini harus menghadapi kenyataan pahit kehilangan sabuk juaranya. Prioritas utamanya saat ini adalah pemulihan fisik dan mental sebelum kembali merencanakan pertarungan selanjutnya. Jalan untuk mengejar kembali sabuk juara kelas menengah yang telah lepas dari genggamannya kini menjadi fokus utama sang petarung.
Ringkasan
Pelatih Dricus du Plessis, Morne Visser, mengungkapkan kekecewaannya atas kekalahan anak didiknya dari Khamzat Chimaev dalam perebutan gelar kelas menengah. Visser menilai pertarungan tersebut membosankan dan menyayangkan strategi Chimaev yang dianggap hanya mengontrol posisi tanpa memberikan banyak pukulan signifikan. Ia bahkan merasa pertarungan sebaiknya dihentikan lebih awal karena kurangnya aksi.
Visser menceritakan momen di sudut ring, di mana ia berusaha memotivasi Dricus dan meyakinkannya bahwa Chimaev telah memberikan yang terbaik. Meskipun demikian, ia mengakui bahwa mereka tertinggal setelah ronde ketiga dan perlu mengevaluasi banyak hal. Dricus du Plessis kini fokus pada pemulihan dan merencanakan langkah selanjutnya untuk merebut kembali sabuk juara yang hilang.