mellydia.co.id JAKARTA. Hari pertama perdagangan setelah libur panjang Kemerdekaan RI di Bursa Efek Indonesia, Selasa (19/8), dibuka dengan kabar kurang menyenangkan bagi investor. Saham-saham bank bermodal besar atau yang dikenal sebagai big banks, kompak mengalami koreksi signifikan. Penurunan harga saham bank ini langsung terasa pada sesi perdagangan pertama, menandai dimulainya pekan yang cukup menantang bagi pasar modal domestik.
Berdasarkan data dari RTI, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) memimpin daftar penurunan di antara kelompok bank bermodal besar tersebut. Saham BBCA terpantau merosot 2,01% pada penutupan sesi pertama, mematok harga di level Rp 8.525 per saham. Angka ini menjadikannya saham bank dengan koreksi terbesar di hari tersebut.
Tak ketinggalan, saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga menunjukkan pelemahan serupa. Dengan penurunan mencapai 1,94%, harga BBRI tercatat ditutup pada level Rp 4.040 per saham di akhir sesi pertama perdagangan.
Penurunan saham BBRI ini cukup mengejutkan, mengingat performa cemerlangnya di pekan sebelumnya. Bank yang dikenal dekat dengan masyarakat ini sempat menunjukkan penguatan signifikan, melonjak hampir 11,35% pada perdagangan pekan lalu. Kontras tajam ini menyoroti volatilitas yang mungkin terjadi di pasar modal.
Di sisi lain, koreksi juga melanda saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI). Emiten dengan kode BBNI ini tercatat mengalami penurunan sebesar 1,14%, yang membawa harganya menjadi Rp 4.320 per saham pada penutupan sesi pertama perdagangan.
Melengkapi daftar bank bermodal besar yang terkoreksi, saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) juga ikut melemah. BMRI terpantau turun sekitar 1,03%, menutup sesi pertama di level Rp 4.800 per saham. Koreksi serentak ini mencerminkan sentimen pasar yang kurang positif bagi sektor perbankan pasca-libur panjang.
Melihat fenomena ini, para pelaku pasar tentunya mencari pencerahan dari analisis ahli. Dalam riset terbarunya yang diterbitkan pada 14 Agustus, BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS) masih mempertahankan rekomendasi “neutral” untuk sektor perbankan secara keseluruhan. Kewaspadaan ini didasari oleh prospek kualitas aset dalam jangka menengah, yang dinilai berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap perolehan laba bank.
Kendati demikian, di tengah kehati-hatian tersebut, BRIDS secara spesifik menempatkan saham BBCA sebagai pilihan utama (top pick). Mereka merekomendasikan “beli” untuk saham PT Bank Central Asia Tbk ini, dengan target harga yang cukup menarik, yaitu Rp 11.900 per saham.
Pandangan positif terhadap peluang jangka pendek sektor perbankan didukung oleh beberapa faktor kunci. Analis BRIDS mencatat bahwa likuiditas telah mencapai titik terendah, sementara valuasi saham bank telah terkoreksi hingga 2,1x PBV, atau -0,7 standar deviasi dari rata-rata lima tahun. Selain itu, kejelasan mengenai program pemerintah yang membaik serta penurunan kepemilikan dana asing turut menjadi katalis positif bagi potensi kenaikan saham-saham perbankan.
Faktor-faktor ini, menurut BRIDS, diharapkan dapat memberikan keuntungan signifikan bagi bank-bank bermodal besar yang sebelumnya menunjukkan kinerja underperform. Secara spesifik, BBCA, BBRI, dan BMRI diproyeksikan akan diuntungkan dari kondisi pasar modal yang membaik ini, membuka potensi pemulihan harga saham mereka di masa mendatang.
Namun, para analis juga mengingatkan akan adanya risiko penurunan yang bisa memengaruhi pandangan positif jangka pendek ini. Potensi pengetatan likuiditas, memburuknya kualitas aset lebih cepat dari perkiraan, serta kemungkinan intervensi pemerintah menjadi faktor-faktor yang perlu diwaspadai investor dalam mengambil keputusan investasi saham di sektor perbankan.