Pemerintah Indonesia telah mematok pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen untuk tahun 2026, sebuah target yang menuai sorotan tajam dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra). Menurut Fitra, proyeksi pertumbuhan ini dinilai belum mencerminkan realitas ekonomi yang sesungguhnya di tengah masyarakat, mengindikasikan adanya optimisme yang berlebihan.
Berdasarkan analisis Fitra, data historis menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan ekonomi selama tiga tahun pra-pandemi, yakni periode 2017-2019, hanya mencapai 5,09 persen secara tahunan (yoy). Pasca-pandemi, dalam kurun waktu 2022-2024, angka tersebut hanya bergerak tipis di kisaran 5,1 persen. “Sementara proyeksi di 2026 ditetapkan mencapai 5,4 persen. Ini optimistis yang berlebih,” ujar Sekretaris Jenderal Fitra, Misbah Hasan, dalam pernyataan resminya pada Senin, 18 Agustus 2025. Bahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2025 yang dilaporkan mencapai 5,12 persen pun sempat memicu polemik dan perdebatan di kalangan ahli serta ekonom.
Misbah Hasan menegaskan bahwa pencapaian target pertumbuhan ekonomi 5,4 persen membutuhkan upaya ekstra keras. Terlebih, kondisi ini dihadapi di tengah gejolak ekonomi global yang tidak menentu, eskalasi perang tarif antar negara, dan kondisi daya beli masyarakat yang belum stabil. Konsumsi rumah tangga, yang selama ini menjadi salah satu pilar utama penopang pertumbuhan ekonomi, tercatat relatif stagnan di angka 4,87 persen sepanjang tiga tahun terakhir (2022-2024). Parahnya, Misbah menambahkan, program-program perlindungan sosial seperti PKH, Kartu Sembako, PIP, dan berbagai subsidi yang seharusnya menopang daya beli masyarakat, masih banyak yang salah sasaran.
Untuk mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, Fitra merekomendasikan pemerintah agar fokus pada penguatan daya beli masyarakat yang saat ini masih terkendala. Selain itu, urgensi penciptaan lapangan kerja yang layak juga menjadi prioritas, mengingat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada 2024 masih berada di angka 4,78 persen, menjadikannya yang tertinggi di kawasan ASEAN.
Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengungkapkan komitmen pemerintah untuk mengidentifikasi dan mengoptimalkan sumber-sumber yang berpotensi menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi guna mencapai target 2026. “Untuk target pertumbuhan 5,4 persen, kami akan coba melihat sumber-sumber pertumbuhan ekonomi,” jelasnya dalam konferensi pers nota keuangan dan RAPBN 2026 pada Sabtu, 15 Agustus 2025. Salah satu potensi besar yang disebut adalah investasi, sebagaimana diutarakan oleh Rosan Roeslani, yang dinilai menunjukkan performa cukup baik dan memiliki kapasitas untuk menarik lebih banyak modal.
Lebih lanjut, Kementerian Keuangan juga akan berkoordinasi erat dengan Kementerian Dalam Negeri demi mendukung pertumbuhan ekonomi di daerah. Tujuannya adalah menjadikan berbagai daerah di Indonesia lebih atraktif bagi investasi, didukung pula dengan penyiapan insentif fiskal yang dirancang untuk memikat minat para investor. Selain itu, sektor ekspor juga dipandang sebagai peluang besar untuk mendongkrak pertumbuhan. Disepakatinya kerangka perjanjian ekonomi komprehensif dengan Uni Eropa atau Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) diharapkan dapat memperluas dan mendiversifikasi pasar ekspor Indonesia.
Tak hanya itu, pemerintah juga berencana memanfaatkan tren ekonomi digital yang kian pesat dan peningkatan penggunaan akal imitasi (AI) sebagai motor baru pertumbuhan ekonomi. Potensi kekayaan komoditas mineral tanah jarang (rare earth) di Indonesia juga diyakini mampu menarik perhatian signifikan dari pasar internasional, menambah daftar sumber daya yang dapat dioptimalkan untuk mencapai target pertumbuhan ambisius tersebut.
Pilihan Editor: Plus-Minus Kredit Usaha Rakyat Perumahan
Ringkasan
Fitra menyoroti target pertumbuhan ekonomi 2026 sebesar 5,4 persen yang ditetapkan pemerintah, menilai target tersebut terlalu optimis mengingat data historis pertumbuhan ekonomi Indonesia. Daya beli masyarakat yang stagnan, program perlindungan sosial yang tidak tepat sasaran, serta ketidakpastian ekonomi global menjadi tantangan dalam mencapai target tersebut. Fitra merekomendasikan penguatan daya beli masyarakat dan penciptaan lapangan kerja sebagai langkah mendesak.
Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan, berkomitmen mengoptimalkan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi seperti investasi dan ekspor untuk mencapai target 2026. Pemerintah juga berencana mendorong investasi di daerah melalui koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan memanfaatkan tren ekonomi digital, AI, serta potensi mineral tanah jarang untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi.