mellydia.co.id JAKARTA. Bursa saham Asia diproyeksikan akan menunjukkan pergerakan fluktuatif namun cenderung positif pada awal pekan perdagangan, Senin (18/8/2025). Prediksi ini didasari oleh berbagai sentimen, mulai dari rilis data ekonomi krusial hingga perkembangan geopolitik global.
Pada penutupan perdagangan Jumat, (15/8/2025), sebagian besar indeks saham di kawasan Asia memang menunjukkan performa beragam. Indeks Nikkei Jepang berhasil menguat signifikan 1,71% mencapai level 43.378, diikuti oleh Shanghai Composite Index yang juga menghijau dengan kenaikan 0,83% ke posisi 3.696. Namun, tidak semua bursa mencatat penguatan; Hang Seng Index Hong Kong terkoreksi 0,98% ke level 25.270, serupa dengan Straits Times Index Singapura yang menurun 0,61% ke angka 4.230. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di pasar domestik juga turut terkoreksi tipis 0,41% ke level 7.898.
Bursa Asia Menguat, Investor Menanti Data Ekonomi China
Menurut analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia, Muhammad Wafi, pergerakan bursa saham Asia akan sangat dipengaruhi oleh rilis data inflasi Jepang. Selain itu, perhatian pasar juga tertuju pada keputusan loan prime rate (LPR) atau suku bunga pinjaman acuan di China. Wafi menjelaskan dalam risetnya, “Stimulus dari China dan inflasi yang terkendali berpotensi mendorong sektor konsumsi, properti, dan ekspor. Namun, kekhawatiran geopolitik dapat menahan reli di beberapa pasar.”
Senada dengan pandangan tersebut, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, juga memproyeksikan bursa saham Asia akan bergerak fluktuatif pada Senin (18/8/2025). Pengaruh positif salah satunya datang dari meredanya tensi geopolitik antara Rusia dan Ukraina. Hal ini menyusul pertemuan penting antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di Alaska pada Sabtu, 16 Agustus 2025, yang membahas konflik Rusia dengan Ukraina. Sebelumnya, AS juga telah menunda kesepakatan tarifnya dengan China selama 90 hari, memberikan sedikit napas lega bagi pasar.
Di samping faktor-faktor tersebut, pasar saham global, termasuk Asia, juga tengah menangkap peluang adanya pemangkasan suku bunga acuan oleh bank sentral AS, The Fed, yang diperkirakan terjadi pada September mendatang. “Langkah tersebut bisa menjadi katalis positif bagi pasar, kecuali jika terdapat indikasi hawkish dari The Fed yang tidak terduga,” kata Nafan. Investor juga menantikan pidato Gubernur The Fed, Jerome Powell, pada Pertemuan Kebijakan Ekonomi Tahunan Federal Reserve di Jackson Hole, Wyoming, Kamis pekan depan, untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut mengenai arah kebijakan moneter AS.
Bursa Asia-Pasifik Bergerak Beragam, Investor Menanti Pemangkasan Suku Bunga The Fed
Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Indonesia, Fath Aliansyah, menyebut probabilitas The Fed untuk memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 4,25% sangat besar. Kemungkinan ini menguat lantaran desakan Presiden Donald Trump yang kerap mendesak The Fed untuk menurunkan suku bunga karena dinilai membebani ekonomi AS. Selain itu, data ketenagakerjaan AS yang menunjukkan pelemahan dan inflasi AS yang meningkat dengan laju moderat pada Juli juga mengindikasikan semakin mendesaknya kebutuhan akan pemangkasan tersebut. Dengan demikian, Fath juga memperkirakan pasar saham Asia akan bergerak di area positif pada Senin (18/8/2025).
Menanggapi potensi pergerakan positif ini, Nafan berharap Bank Indonesia (BI) dapat menangkap peluang ini saat membahas kebijakan moneternya pada rapat dewan gubernur (RDG) BI pekan depan. Nafan menambahkan, “[Neraca] transaksi berjalan di Indonesia untuk kuartal kedua juga diproyeksikan surplus kembali sehingga bisa memberikan katalis positif bagi pasar.” Dengan berbagai sentimen tersebut, Nafan menaksir Shanghai Composite akan bergerak di area 3.684-3.704, Hang Seng di 25.175-25.311, dan Nikkei di 43.225-43.502.
Ringkasan
Bursa saham Asia diperkirakan akan bergerak fluktuatif cenderung positif pada Senin, 18 Agustus 2025, dipengaruhi oleh rilis data ekonomi seperti inflasi Jepang dan keputusan suku bunga acuan China. Sentimen positif juga datang dari potensi meredanya tensi geopolitik antara Rusia dan Ukraina setelah pertemuan penting antara pemimpin kedua negara, serta penundaan kesepakatan tarif AS-China selama 90 hari.
Investor juga menantikan potensi pemangkasan suku bunga acuan oleh The Fed pada September, dengan ekspektasi penurunan sebesar 25 basis poin. Peluang ini didorong oleh desakan Presiden AS, data ketenagakerjaan yang melemah, dan inflasi AS yang moderat. Analis berharap Bank Indonesia (BI) dapat memanfaatkan momentum ini dalam rapat dewan gubernur (RDG) pekan depan, mengingat proyeksi surplus neraca transaksi berjalan Indonesia.