Teror Tempo: Wamenaker Geram, Sebut Serangan Demokrasi!

Posted on

mellydia.co.id – JAKARTA — Aksi teror brutal yang menimpa Majalah Tempo dalam beberapa hari terakhir menuai kecaman keras dari berbagai pihak, termasuk Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer. Kiriman kepala babi dan bangkai tikus ke kantor Tempo dinilai sebagai ancaman serius terhadap fondasi demokrasi di Indonesia.

“Saya mengutuk keras pelaku teror terhadap Majalah Tempo. Saya tidak pernah setuju dengan cara-cara biadab semacam itu,” tegas Immanuel Ebenezer, yang akrab disapa Noel, di Jakarta, Ahad (23/3/2025). Noel menegaskan bahwa pers nasional telah berjuang keras untuk membangun dan mempertahankan demokrasi di Indonesia. Namun, di tengah perjuangan panjang tersebut, ancaman dan intimidasi terhadap kebebasan pers masih saja terjadi.

Dalam sejarah perjuangan demokrasi nasional, pers, sebagai Pilar Demokrasi Keempat, selalu berperan sebagai katalisator perubahan. Oleh karena itu, Noel menyebut teror terhadap Majalah Tempo sebagai perbuatan yang sangat biadab dan mencederai nilai-nilai demokrasi yang telah diperjuangkan.

Lebih lanjut, Noel juga menyoroti sikap Pemerintahan Prabowo-Gibran yang diklaimnya selalu terbuka terhadap kritik dan masukan. Ia menegaskan bahwa pemerintah bersikap demokratis dan tidak antikritik, mengindikasikan bahwa teror semacam itu bertentangan dengan semangat pemerintahan saat ini.

Diketahui, teror terhadap Grup Tempo terjadi dalam dua peristiwa yang mencurigakan. Pada Rabu sore, 19 Maret 2025, sebuah paket misterius dikirimkan ke kantor Grup Tempo di Jalan Palmerah Barat, Jakarta Selatan. Paket yang ditujukan kepada wartawan Tempo, Francisca Christy Rosana (Cica), itu berisi kepala babi tanpa telinga. Pelaku pengiriman diketahui mengendarai sepeda motor matic berwarna putih, mengenakan jaket hitam, celana jins, serta memakai helm ojek online.

Tak berhenti di situ, pada Sabtu dini hari, 22 Maret 2025, pukul 02.11 WIB, Majalah Tempo kembali diteror. Kali ini, sebuah kardus berisi enam bangkai tikus yang kepalanya sudah dipenggal dilemparkan ke area kantor Tempo. Kardus berisi bangkai tikus tersebut ditemukan pertama kali oleh petugas kebersihan.

Menyikapi insiden ini, Noel mendesak aparat kepolisian untuk segera mengungkap siapa pelaku di balik aksi teror ini. Ia menekankan bahwa teknologi face recognition (pengenalan wajah) milik Polri dapat sangat membantu mengidentifikasi pelaku berdasarkan rekaman CCTV yang mungkin tersedia. “Ada adagium yang berkata: tidak ada kejahatan yang sempurna. Dengan adanya rekaman CCTV, maka teknologi face recognition milik Polri seharusnya bisa mengungkap siapa pelaku teror ini,” ujarnya.

Noel menegaskan bahwa pelaku teror tidak boleh dibiarkan bebas dan harus diadili sesuai hukum yang berlaku. “Pelaku tak boleh hanya dimaafkan, tetapi harus diseret ke meja hijau. Teror kepada Grup Tempo sudah menggemparkan demokrasi, dan hal ini pasti akan ditulis besar-besar oleh pers nasional maupun internasional,” tegasnya, menyoroti dampak luas dari kejadian ini.

Menurut Noel, jika pelaku tidak segera ditemukan, maka kepercayaan masyarakat terhadap kinerja kepolisian akan tergerus. Sebaliknya, jika Polri berhasil mengungkap dalang di balik teror ini, kepercayaan masyarakat dipastikan akan semakin meningkat. “Peristiwa ini sungguh mempermalukan demokrasi Indonesia. Maka demi penghormatan terhadap demokrasi dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, pelaku harus ditemukan dan diproses secara hukum,” pungkas Noel, mengaitkan penanganan kasus ini dengan jaminan kebebasan berpendapat dan berekspresi di konstitusi.

Ringkasan

Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, mengecam aksi teror terhadap Majalah Tempo yang berupa pengiriman kepala babi dan bangkai tikus ke kantor redaksi. Ebenezer menyebut tindakan tersebut sebagai ancaman serius terhadap demokrasi dan mencederai nilai-nilai yang telah diperjuangkan oleh pers nasional. Ia menekankan pentingnya peran pers sebagai pilar demokrasi dan katalisator perubahan.

Ebenezer mendesak aparat kepolisian untuk segera mengungkap pelaku teror dengan memanfaatkan teknologi face recognition yang dimiliki. Ia menegaskan bahwa pelaku tidak boleh dibiarkan bebas dan harus diadili sesuai hukum yang berlaku, demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap kinerja kepolisian dan menghormati demokrasi serta Pasal 28 UUD 1945 yang menjamin kebebasan berpendapat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *