Kinerja Emiten Unggas Masih Lesu di Semester I 2025, Cek Rekomendasi Sahamnya

Posted on

JAKARTA. Kinerja emiten di sektor unggas menunjukkan tren lesu sepanjang semester I-2025, sebuah kondisi yang utamanya dipicu oleh penurunan harga jual rata-rata dan koreksi pada harga saham. Situasi ini menjadi perhatian utama di kalangan investor dan analis pasar.

Di tengah tantangan tersebut, PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) berhasil mencatat kenaikan pendapatan tahunan, dari Rp 32,9 triliun menjadi Rp 33 triliun. Tak hanya itu, laba bersih perusahaan juga terpantau meningkat, dari Rp 1,76 triliun ke Rp 1,92 triliun, menunjukkan resiliensi di tengah tekanan pasar.

Namun, tidak semua emiten mengalami nasib serupa. PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) justru membukukan penurunan pendapatan dari Rp 6,5 triliun menjadi Rp 6,1 triliun. Lebih mencolok, laba bersih MAIN terjun bebas hingga 90,8% secara tahunan (year-on-year), dari Rp 292,3 miliar menjadi hanya Rp 26 miliar. Sementara itu, PT Japfa Comfeed Indonesia (JPFA) juga mencatatkan sedikit penurunan pendapatan sebesar 0,58%, dari Rp 27,64 triliun menjadi Rp 27,48 triliun.

Pelemahan harga saham emiten unggas yang terjadi sejak awal tahun telah dipandang sebagai cerminan awal dari kinerja kuartal II-2025 yang kurang memuaskan. Hal ini diungkapkan oleh Analis BRI Danareksa Sekuritas, Victor Stefano dan Wilastita Muthia Sofi, dalam riset mereka pada 23 Juli 2025. Meskipun demikian, Victor menekankan bahwa kinerja kuartal kedua secara keseluruhan masih mencatat hasil positif, kendati diwarnai dengan penurunan tajam pada beberapa lini.

Senada dengan pandangan tersebut, Analis Indo Premier Sekuritas, Andrianto Saputra dan Nicholas Bryan, dalam riset mereka tanggal 8 Juli 2025, menyatakan bahwa hasil kuartal kedua memang tidak mengejutkan. Mereka menyoroti penurunan harga saham CPIN sebesar 0,5% dan JPFA sebesar 14% dalam tiga bulan terakhir sebagai indikator awal yang mengisyaratkan kondisi tersebut.

Lebih lanjut, Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, Abdul Azis Setyo, mengamati bahwa industri unggas akan terus menghadapi tekanan akibat penurunan harga jual rata-rata (average selling price/ASP). Ia menilai bahwa kenaikan pendapatan dan laba bersih CPIN tidak sepenuhnya mencerminkan peningkatan bisnis inti perusahaan, melainkan lebih banyak ditopang oleh pendapatan keuangan dan laba selisih kurs.

Azis juga mencermati prospek ke depan, di mana meskipun harga ayam hidup (livebird) menunjukkan stabilitas, harga jual rata-rata masih tergolong rendah. Kondisi ini diperparah oleh penurunan volume penjualan yang diakibatkan oleh melemahnya daya beli masyarakat.

Di sisi lain, Andrianto memiliki pandangan yang lebih optimistis. Ia mencermati bahwa penetapan harga dasar (floor price) broiler di level Rp 18.000/kg saat ini berpotensi mendukung perbaikan laba emiten unggas secara kuartalan. Harapan akan pemulihan juga disampaikan Victor, yang melihat adanya peluang bagi investor untuk kembali masuk ke pasar sektor unggas pada kuartal III-2025. Menurutnya, hal ini didorong oleh intervensi pemerintah yang dinilai efektif serta kondisi pasokan dan permintaan yang semakin seimbang.

Melihat potensi perbaikan ini, Victor dan Andrianto mempertahankan peringkat overweight untuk sektor unggas secara keseluruhan. Victor menjagokan CPIN dengan rekomendasi beli dan target harga Rp 6.800 per saham. Sementara itu, Andrianto merekomendasikan beli untuk JPFA dengan target harga Rp 2.750 per saham.

Berbeda pandangan, Abdul Azis Setyo memilih untuk memberikan peringkat netral untuk sektor unggas. Ia menyematkan rekomendasi netral/hold untuk JPFA dengan target harga Rp 1.590 dan untuk MAIN dengan target harga Rp 690 per saham.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *