MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan isyarat kuat bahwa pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) akan terus berlanjut di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Bahkan, Presiden Prabowo dikabarkan telah menetapkan alokasi anggaran khusus untuk proyek ambisius ibu kota baru tersebut.
“Untuk IKN Rp 6,3 triliun (2026), kalau enggak salah, ya. Nanti saya cek lagi,” ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 serta nota keuangan di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak Jakarta, pada Jumat, 15 Agustus 2025. Angka spesifik mengenai anggaran IKN memang tidak dibahas secara rinci selama konferensi pers tersebut, dan menariknya, proyek ibu kota baru ini juga tidak disebut dalam pidato Presiden Prabowo Subianto mengenai rancangan APBN 2026 di DPR.
Alokasi dana untuk IKN pada tahun 2025 mencapai Rp 13 triliun, sebuah proyek yang telah digagas sejak era Presiden Joko Widodo. Angka ini mencakup Rp 5,4 triliun yang diperuntukkan bagi pekerjaan pengaspalan jalan dan pengembangan di sepanjang area Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP), serta tambahan sekitar Rp 8,1 triliun untuk kawasan yudikatif dan legislatif. Namun, anggaran tahun 2025 ini menunjukkan penurunan signifikan jika dibandingkan dengan alokasi tahun 2024 yang mencapai Rp 43,4 triliun.
Di tengah rencana keberlanjutan proyek, Kepala Otorita IKN Basuki Hadimuljono sebelumnya sempat menyebut bahwa biaya pemeliharaan Ibu Kota Nusantara diperkirakan mencapai Rp 200-300 miliar. “Karena itu, Presiden Prabowo ingin mempercepat (pembangunannya),” kata Basuki di kompleks gedung parlemen, Jakarta, Selasa, 8 Juli 2025. Namun demikian, laporan majalah Tempo pada 10 Agustus 2025 justru mengindikasikan bahwa pembangunan IKN terancam. Beberapa pejabat internal bahkan membeberkan bahwa estimasi dana perawatan sebenarnya jauh lebih besar dari yang disampaikan Basuki, memicu pertanyaan tentang keberlanjutan finansial proyek ini.
Anggota Dewan Pakar Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono, turut menyoroti aspek krusial pembangunan IKN, terutama terkait kesiapan infrastruktur transportasi secara menyeluruh. Menurutnya, mobilitas menuju pusat pemerintahan baru harus terjamin agar tidak membebani masyarakat. “Pemerintah perlu segera mengevaluasi dan memutuskan langkah terbaik agar rakyat tidak dikorbankan demi kepentingan pembangunan IKN,” tegas Bambang pada Ahad, 10 Agustus 2025, dalam keterangan tertulis.
Sebagai anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Bambang menekankan bahwa akses transportasi adalah kunci efektivitas mobilitas menuju pusat pemerintahan baru. Ia membuat kalkulasi yang cukup mencengangkan: jika diasumsikan 2 juta orang akan bergerak ke IKN, dengan harga tiket pesawat Rp 1,5 juta per orang, maka biaya transportasi pulang-pergi saja dapat mencapai Rp 6 triliun. Angka ini belum termasuk estimasi akomodasi sebesar Rp 2 triliun per hari, yang jika ditotal akan membengkak menjadi Rp 8 triliun per hari atau sekitar Rp 2.920 triliun per tahun.
Bambang juga memprediksi bahwa jika IKN resmi berfungsi sebagai pusat pemerintahan, sebagian besar pihak berkepentingan, termasuk perusahaan besar, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan anggota DPR, akan sangat bergantung pada transportasi udara dan laut. Ia membandingkan kondisi ini dengan Jakarta, yang sebagai pusat pemerintahan saat ini, telah memiliki beragam moda transportasi yang terintegrasi, mulai dari berjalan kaki, sepeda, motor, mobil, hingga kereta api, memberikan fleksibilitas mobilitas yang tinggi.
Alumnus Institut Teknologi Bandung ini lebih lanjut menyoroti keterbatasan kapasitas transportasi udara di Indonesia. Dengan sekitar 450 pesawat berkapasitas 200 penumpang, total daya angkut harian hanya mencapai 360 ribu penumpang, angka yang sangat jauh di bawah estimasi kebutuhan 2 juta penumpang menuju IKN. Lebih spesifik, Bandara Sultan Aji Balikpapan saat ini hanya mampu menampung sekitar 30 pesawat atau sekitar 45 ribu penumpang per hari. Sementara itu, bandara IKN sendiri dilaporkan hanya mampu menampung sekitar 600 penumpang per hari. “Akan ditampung di mana (para penumpang) dan menggunakan transportasi apa? Hal ini harus dikaji mendalam,” ujarnya, menyoroti tantangan logistik yang besar.
Pembangunan IKN sendiri memang gencar dilakukan pada periode kedua kepemimpinan mantan presiden Joko Widodo. Bahkan, upacara 17 Agustus 2025 direncanakan akan digelar di Istana Kepresidenan IKN. Meski demikian, pemindahan ibu kota dari Jakarta ke IKN secara resmi masih memerlukan pengesahan melalui Surat Keputusan Presiden (Keppres).
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menjelaskan alasan mengapa Presiden Prabowo Subianto belum juga meneken Keppres pemindahan ibu kota. Prabowo masih menanti kesiapan sarana dan prasarana di IKN. “Sarana dan prasarana, syarat yang kami merasa harus ada sebelum memutuskan atau presiden menandatangani keppres pemindahan ibu kota,” kata Prasetyo di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat, 25 Juli 2025. Ia menambahkan bahwa pemerintah memperkirakan sarana dan prasarana IKN bisa rampung dalam waktu tiga tahun. Saat ini, Otorita IKN tengah fokus membangun infrastruktur yang esensial untuk mendukung fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif di ibu kota baru.
Nandito Putra, Riri Rahayu dan Daniel Ahmad berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor: Masa Depan IKN Kian Tak Jelas
Ringkasan
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengindikasikan kelanjutan pembangunan IKN di bawah pemerintahan Prabowo Subianto dengan alokasi anggaran sebesar Rp 6,3 triliun untuk tahun 2026, lebih rendah dari alokasi tahun 2025 sebesar Rp 13 triliun dan jauh di bawah Rp 43,4 triliun pada tahun 2024. Anggaran ini dialokasikan untuk pekerjaan pengaspalan jalan, pengembangan KIPP, serta kawasan yudikatif dan legislatif.
Anggota Dewan Pakar Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono, menyoroti pentingnya infrastruktur transportasi yang memadai menuju IKN dan menekankan perlunya evaluasi menyeluruh agar tidak membebani masyarakat. Pemerintah masih menunggu kesiapan sarana dan prasarana di IKN sebelum menandatangani Keppres pemindahan ibu kota secara resmi, dengan perkiraan penyelesaian dalam waktu tiga tahun.