
MENTERI Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani mengatakan proyek hilirisasi kelapa yang merupakan investasi dari Cina mampu memberi nilai tambah yang lebih luas bagi Indonesia.
Nilai tambah tersebut, menurut Rosan, berbentuk penyerapan 5.000 hingga 10.000 tenaga kerja hingga produk-produk turunan kelapa yang sangat variatif.
“Untuk tahun pertama, penyerapan tenaga kerjanya 5.000 orang. Nanti kalau sudah tahun depan, penyerapan kerjanya sampai 10.000 orang, dan ini produk turunannya sangat banyak,” kata Rosan di sela-sela acara Kompas100 CEO Forum di Indonesia Convention Center (ICE) BSD, Tangerang Selatan, Rabu, 26 November 2025.
“Nah ini yang kami lakukan biar value added-nya itu ada di kita. Nilai tambahnya ada di kita, penciptaan lapangan kerjanya ada di kita,” ujar dia, menambahkan.
Lebih lanjut, ia mengatakan nilai investasi hilirisasi kelapa yang sudah masuk mencapai 100 juta dolar AS atau sekitar Rp1,65 triliun.
“Memang dari investasinya jika dibandingkan mineral memang jauh (lebih kecil), di perkebunan ini mungkin relatif lebih kecil. Angkanya yang saya sampaikan yang masuk ini 100 juta dolar AS, tapi penyerapan kerjanya bisa sampai 10.000 orang. Itu kan sangat besar,” ujar dia.
Selain itu, Rosan yang juga merupakan CEO Danantara itu mengatakan hilirisasi komoditas termasuk kelapa penting demi menciptakan nilai tambah atau nilai tukar bagi petani di berbagai daerah penghasil komoditas tersebut.
Komoditas kelapa, kata dia, sangat menarik karena memiliki nilai tambah tinggi jika diolah melalui proses hilirisasi secara optimal.
Tadinya kelapa itu diekspor ke Cina dengan menghitung biaya logistik. Ini membuat harga jual petani jadi rendah. “Nah itulah yang kami yakinkan mereka mau investasi di sini sehingga harga jual kelapanya para petani bisa menjadi lebih tinggi, karena tidak ada lagi biaya logistik yang mesti dikirimkan,” kata Rosan.
Dia menambahkan, penyerapan kelapa dari proyek hilirisasi per tahun adalah 500 juta butir per tahun untuk satu proyek yang sudah berjalan.
Pilihan Editor: Beda Purbaya dan Sri Mulyani dalam Mengelola Defisit APBN



