Saham Ritel-Pariwisata Jepang Rontok Usai China Keluarkan Peringatan Perjalanan

Posted on

Sektor pariwisata dan ritel Jepang menghadapi pukulan telak setelah pemerintah China mengeluarkan imbauan kepada warganya untuk menunda perjalanan ke Negeri Sakura, baik untuk wisata maupun pendidikan. Imbauan ini segera memicu koreksi tajam pada saham-saham besar Jepang, mencerminkan ketegangan diplomatik yang kian memanas antara kedua negara. Mengutip Bloomberg, saham raksasa kosmetik Shiseido Co. anjlok hingga 9 persen, sementara operator department store ternama Isetan Mitsukoshi Holdings merosot lebih dari 11 persen, menandai penurunan terdalam sejak April. Kedua perusahaan ini dikenal sebagai destinasi belanja utama bagi turis China. Dampak serupa juga menekan saham Oriental Land Co., pengelola resor populer Tokyo Disney Resort, serta Ryohin Keikaku Co., operator merek gaya hidup Muji, yang turut menyeret indeks Nikkei 225.

Tekanan di pasar saham ini tidak terlepas dari peringatan Beijing bagi pelajar China yang berencana studi di Jepang, dengan menyebut adanya peningkatan risiko terhadap keselamatan warganya. Peringatan tersebut muncul setelah Perdana Menteri Jepang, Sanae Takaichi, menyatakan bahwa penggunaan kekuatan militer dalam konflik Taiwan dapat dianggap sebagai ancaman serius bagi Jepang. Untuk meredakan situasi yang kian tegang, Jepang dijadwalkan mengirim diplomat senior ke China pada Senin (17/11), dalam upaya mencari solusi diplomatik.

Pariwisata Jepang Terancam

Ancaman terhadap pariwisata Jepang ini memiliki implikasi ekonomi yang signifikan. Turis China merupakan kontributor belanja terbesar di Jepang, menyumbang sekitar 27 persen dari total konsumsi wisatawan asing yang mencapai 2,1 triliun yen atau setara USD 13,6 miliar pada kuartal lalu. Peringatan perjalanan dari Beijing berpotensi memangkas drastis arus turis yang selama ini menjadi tulang punggung pemulihan ekonomi Jepang pascapandemi. Kondisi ini juga dapat mendorong Bank of Japan untuk menunda rencana kenaikan suku bunga, serta menekan proyeksi pertumbuhan penjualan ritel yang sangat bergantung pada sektor pariwisata. Selain itu, muncul pula risiko boikot terhadap produk-produk Jepang di China, yang berpotensi mempengaruhi penjualan merek global seperti Uniqlo, Asics, dan Muji di pasar raksasa tersebut.

Menyikapi situasi ini, Ryohin Keikaku, induk Muji, menyatakan belum ada perubahan operasional di China, namun telah mengeluarkan peringatan kepada staf asal Jepang dan terus memantau perkembangan situasi dengan cermat.

Sektor perjalanan juga terpukul

Gelombang pelemahan tidak hanya melanda sektor ritel dan hiburan, tetapi juga merembet ke saham-saham maskapai penerbangan dan perhotelan. ANA Holdings turun 3,4 persen, Kyoritsu Maintenance jatuh 8,1 persen, dan Trip.com, perusahaan perjalanan daring yang terdaftar di Hong Kong, merosot lebih dari 4 persen. Meskipun demikian, juru bicara ANA dan Japan Airlines menyatakan bahwa pemesanan penerbangan rute China–Jepang sejauh ini belum menunjukkan dampak yang signifikan, meskipun situasi terus dipantau.

Analisis mengingatkan bahwa ketegangan politik serupa pernah menimbulkan dampak ekonomi serius di masa lalu. Sebagai contoh, ketika Korea Selatan menerima sistem rudal THAAD dari AS, China membalasnya dengan larangan perjalanan grup dan penutupan gerai Lotte Mart. Demikian pula pada tahun 2012, saat Jepang dan China bersengketa sengit terkait Kepulauan Senkaku/Diaoyu, jumlah turis China ke Jepang anjlok lebih dari separuh hanya dalam kurun waktu empat bulan.

Pada perdagangan Senin (17/11), saham-saham perusahaan yang populer di kalangan turis melanjutkan tren pelemahan. Pan Pacific International, pemilik jaringan Don Quijote, turun 5,3 persen, sementara merek sepatu olahraga Asics melemah 4 persen. Bahkan, operator restoran sushi ternama Sushiro, Food & Life Companies Ltd., mencatat penurunan paling drastis hampir 14 persen, terendah sejak IPO pada 2017. Namun, analis dari Jefferies Japan menyarankan agar kekhawatiran investor tidak berlebihan. Mereka menilai dampak pada penjualan e-commerce mungkin berbeda, dan menekankan pentingnya membedakan antara dampak pada penjualan offline dan online.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *