
mellydia.co.id – JAKARTA. Dinamika pergerakan modal asing di pasar keuangan Indonesia menunjukkan pola yang menarik. Di satu sisi, investor asing tercatat menarik dananya dari instrumen surat berharga negara (SBN). Namun, di saat yang sama, tanda-tanda masuknya kembali aliran dana asing justru terlihat di pasar saham domestik sepanjang pekan lalu.
Data transaksi Bank Indonesia (BI) pada periode 10–13 November 2025 secara rinci menunjukkan adanya jual neto yang signifikan dari nonresiden di pasar obligasi, khususnya Surat Berharga Negara (SBN), serta dari Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Total jual neto mencapai Rp 6,33 triliun di pasar SBN dan Rp 1,39 triliun di SRBI. Fenomena ini diimbangi oleh beli neto Rp 3,92 triliun yang dialirkan investor asing ke pasar saham domestik pada periode yang sama. Meski ada harapan dari pasar saham, secara keseluruhan, pekan kedua November 2025 masih mencatatkan arus keluar modal asing dari pasar keuangan Indonesia sebesar Rp 3,79 triliun.
Kondisi ini semakin diperjelas dengan catatan sejak awal tahun 2025, di mana total aliran dana asing secara kumulatif telah keluar dari seluruh pasar mencapai Rp 34,68 triliun. Ironisnya, di tengah derasnya arus keluar modal asing ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru membukukan kenaikan impresif sebesar 18,23% secara year-to-date (YTD).
Fenomena perpindahan dana asing dari SBN ke pasar saham pekan lalu turut diamini oleh Praska Putrantyo, CEO Edvisor Profina Visindo. Namun, ia memprediksi bahwa aksi jual neto oleh investor asing di pasar saham kemungkinan akan berlanjut hingga akhir Desember 2025, meski dengan intensitas yang tidak masif. Praska menjelaskan, hal ini didorong oleh dua faktor utama: potensi profit taking setelah IHSG berulang kali mencetak rekor all time high (ATH) dan mengecilnya probabilitas pemangkasan suku bunga acuan oleh The Fed pada Desember 2025. “Untuk mengompensasi net sell yang tercatat secara year-to-date, daya tarik jangka panjang dari emiten-emiten berfundamental kuat serta sektor-sektor bisnis yang tengah naik daun, seperti energi, properti, keuangan, dan infrastruktur, akan menjadi kunci,” ujar Praska kepada Kontan, Sabtu (15/11/2025).
Di sisi lain, Pengamat Pasar Modal Universitas Indonesia, Budi Frensidy, menyoroti data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menunjukkan adanya beli neto asing sebesar Rp 4,84 triliun di seluruh pasar pada pekan yang sama. Menurut Budi, masuknya dana asing ke pasar saham ini disebabkan oleh beberapa faktor positif, antara lain penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia, kinerja keuangan emiten di kuartal III 2025 yang melampaui ekspektasi, serta masuknya sejumlah saham ke dalam indeks global. Ia menyampaikan pandangannya kepada Kontan, Minggu (16/11/2025).
Kendati demikian, Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su, berpendapat bahwa besarnya nilai jual neto asing secara YTD membatasi peluang pembalikan menjadi beli neto hingga akhir tahun. Harry juga mengingatkan akan potensi risiko aksi jual neto kembali, terutama jika terjadi peningkatan volatilitas global, seperti data inflasi Amerika Serikat (AS) yang lebih tinggi dari perkiraan, atau aksi profit taking pasca-reli signifikan pada saham-saham berkapitalisasi besar. “Secara umum, sentimen pasar hingga akhir tahun masih cukup konstruktif, asalkan likuiditas global terus membaik dan Bank Indonesia (BI) mampu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah,” jelas Harry kepada Kontan, Jumat (14/11/2025).
Apabila aksi jual neto berlanjut, investor asing memiliki alternatif untuk mengalihkan dananya ke pasar saham di negara lain. Harry Su menyebutkan Korea Selatan atau Vietnam sebagai destinasi primadona di pasar Asia saat ini. Selain itu, ada pula potensi bagi investor untuk melirik bursa Thailand dan Filipina yang kinerjanya sempat terpuruk, guna mencari peluang valuasi yang menarik. Hal ini memberikan gambaran akan strategi diversifikasi investor global dalam menghadapi dinamika pasar.



