Blok Migas: Pemda Desak Percepatan Hak Partisipasi, Apa Untungnya?

Posted on

Sejumlah kepala daerah di Kalimantan Timur dan Papua Barat mendesak percepatan penyerahan Participating Interest (PI) 10 persen dari kontraktor kontrak kerja sama blok Migas yang beroperasi di wilayah mereka. Desakan ini mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi XII DPR RI bersama SKK Migas, Dirjen Migas Kementerian ESDM, kontraktor Migas, dan para kepala daerah di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis, 13 November 2025.

Para kepala daerah menekankan bahwa percepatan pengalihan PI krusial untuk mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) dan memperkuat peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam pengelolaan sumber daya energi di wilayah masing-masing.

Ketua Komisi XII DPR, Bambang Patijaya, menyoroti pentingnya Kalimantan Timur sebagai salah satu daerah penghasil minyak dan gas (Migas) terbesar di Indonesia. Dengan 41 wilayah kerja (WK) migas, di mana 28 di antaranya telah berproduksi atau berada pada tahap eksploitasi, Kaltim memegang peranan vital dalam industri Migas nasional.

“Kalimantan Timur berkontribusi sekitar 20 persen terhadap produksi gas nasional,” ungkap Bambang. “Selain itu, penemuan cadangan gas raksasa sebesar 5 triliun kaki kubik (TCF) di North Ganal pada tahun 2023 menunjukkan potensi besar yang seharusnya memberikan manfaat optimal bagi daerah.”

Senada dengan Kaltim, Papua Barat juga menyimpan potensi signifikan di sektor Migas. Kekayaan cadangan gas bumi dan kondensat yang tersebar di Blok Kasuri dan Bobara, serta keberadaan kilang LNG Tangguh di Teluk Bintuni, menjadi aset berharga bagi wilayah tersebut.

DPR RI berkomitmen mendorong peningkatan penerimaan daerah melalui mekanisme PI 10 persen, terutama di Kalimantan Timur dan Papua Barat. “Kunjungan kerja kami ke Kalimantan Timur dan Papua Barat menyoroti pentingnya peningkatan penerimaan daerah dari sektor energi. PI 10 persen menjadi salah satu instrumen yang perlu segera direalisasikan,” tegas Bambang.

Lebih lanjut, Bambang Patijaya menilai bahwa BUMD perlu diberi kesempatan untuk mengelola sumur-sumur Migas tua. Langkah ini akan memperkuat peran perusahaan daerah dalam industri hulu Migas, sehingga memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal.

Menanggapi aspirasi tersebut, Direktur Jenderal Migas Laode Sulaeman menjelaskan bahwa proses penetapan participating interest 10 persen memerlukan waktu karena harus melalui serangkaian tahapan sesuai Permen ESDM No. 37 Tahun 2016 jo Permen ESDM No. 1 Tahun 2025.

“Proses dimulai sejak persetujuan POD I atau tanggal efektif kontrak kerja sama. Setelah itu, SKK Migas, kontraktor, dan BUMD harus menyelesaikan tahapan masing-masing sebelum Menteri ESDM menerbitkan persetujuan akhir,” jelas Laode.

Laode menambahkan bahwa di Kalimantan Timur, terdapat lima wilayah kerja yang saat ini sedang menjalani proses pengalihan participating interest. Tiga di antaranya masih menunggu kontraktor untuk menawarkan PI kepada BUMD.

Sementara itu, di Papua Barat, satu wilayah kerja, yaitu Genting Oil Kasuri, telah memperoleh persetujuan revisi POD I dan tengah dibahas lebih lanjut antara BUMD dan pemerintah provinsi. Namun, beberapa wilayah lain harus memulai proses dari awal karena adanya pemekaran daerah dan pembentukan provinsi baru.

“Pemekaran wilayah menyebabkan proses pengalihan PI harus diulang dari tahap awal karena ada perubahan administratif dalam pembagian kewenangan,” pungkas Laode, menjelaskan tantangan yang dihadapi dalam proses ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *