
mellydia.co.id, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) baru saja menorehkan rekor penutupan tertinggi sepanjang masa (ATH), memicu kekhawatiran akan potensi aksi profit taking pada saham-saham bank besar dan sektor konsumer siklikal.
Pada penutupan pasar Jumat (7/11/2025), IHSG berhasil mencatatkan kenaikan impresif sebesar 0,69% atau 57,53 poin, mencapai level penutupan ATH baru di posisi 8.394,59. Pencapaian ini, meski menggembirakan, sekaligus membuka celah bagi koreksi jangka pendek.
Reydi Octa, seorang Pengamat Pasar Modal, menjelaskan bahwa secara teknikal, potensi aksi profit taking dalam jangka pendek cukup besar. Terutama karena IHSG mencapai level ATH dengan posisi teknikal yang sudah menunjukkan kondisi overbought.
“Indikator stochastic RSI yang menanjak tajam menandakan momentum kuat yang, jika tidak diimbangi sentimen lanjutan yang solid, dapat disusul oleh koreksi. Kami memperkirakan koreksi ini mungkin terjadi dalam 1-2 pekan ke depan, sebelum investor kembali mencari peluang baru menjelang periode window dressing,” ujar Reydi kepada Bisnis, dikutip Minggu (9/11/2025).
Dalam rentang waktu sepekan, dari tanggal 3 hingga 7 November, saham-saham di sektor konsumer siklikal memang menunjukkan penguatan signifikan sebesar 3,25% menuju 696.163. Sementara itu, sektor finansial juga mengukir kenaikan sebesar 1,59% ke 1.474.597. Kenaikan substansial ini menempatkan kedua sektor tersebut dalam posisi yang rentan.
Beberapa saham bank besar turut merasakan momentum positif dalam sepekan tersebut. PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menguat 1,76% ke Rp8.675, dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) naik 0,64% ke Rp4.750. Namun, saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) terpantau tidak berubah di Rp3.980. Meskipun ketiga emiten bank besar ini sempat mendapat momentum, secara tren, mereka berada dalam tekanan sejak awal tahun.
: : Membedah IHSG Pekan Ini Setelah ATH 2 Hari Beruntun, di Mana Posisi Investor Asing?
Di sektor konsumer siklikal, saham PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) yang sejak awal tahun (year to date) telah melonjak fantastis 34,22% ke Rp2.530, justru mengalami koreksi tipis sebesar 1,94% dalam sepekan terakhir. Hal ini semakin memperkuat pandangan akan potensi profit taking di sektor ini.
“Sektor yang menurut saya rawan profit taking adalah perbankan besar dan konsumer siklikal, mengingat keduanya sudah naik signifikan dan memiliki bobot yang besar di IHSG. Contoh konkretnya adalah saham-saham seperti BBCA, BBRI, BMRI, dan UNVR,” tegas Reydi.
: : IHSG Tembus Level Tertinggi Sepanjang Masa (ATH), RTNH Malah Anjlok 14,35%
Sebaliknya, Reydi mengidentifikasi beberapa sektor yang berpotensi lebih tangguh menghadapi risiko profit taking. Sektor energi dinilai dapat bertahan berkat dukungan tren harga global yang stabil. Di samping itu, sektor industri dan infrastruktur juga diperkirakan mampu menjaga performa positifnya, didorong oleh berbagai proyek Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sedang berjalan.
Dalam sepekan terakhir, saham sektor energi memang menunjukkan kinerja unggul dengan kenaikan 4,88% ke 3.759,64. Sektor industri juga mencatatkan penguatan 4,12% ke 1.999,55, dan sektor infrastruktur memimpin dengan peningkatan sebesar 5,98% ke 2.033,45. Kinerja solid ini menempatkan mereka sebagai pilihan yang lebih aman di tengah potensi koreksi pasar.
________
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.



