
Meskipun telah menyatakan kesediaan untuk membela Timnas Indonesia, pesepak bola berdarah Batak, Radja Nainggolan, secara terang-terangan mengakui bahwa ia sama sekali tidak bisa menghapus kebencian terhadap sosok ayahnya. Paradoks ini menciptakan narasi yang kompleks antara identitas kebangsaan dan trauma personal.
Beberapa waktu lalu, nama Radja Nainggolan memang santer dibicarakan setelah ia menyatakan komitmennya untuk memilih Timnas Indonesia. Keputusan ini didasari oleh rasa hormat dan penghargaan luar biasa yang ia rasakan dari publik Tanah Air, sebuah pengakuan yang menurutnya tidak ia dapatkan sepenuhnya di tempat lain.
Dalam wawancara di kanal YouTube Junior Vertongen, pemain berusia 37 tahun ini menegaskan pilihannya. “Ya, sekarang saya katakan setiap hari, bukan karena saya membenci Belgia karena saya melalui semua youth bersama Belgia, tetapi karena respect yang saya dapatkan di Indonesia, saya memilih Indonesia 100 persen,” ujarnya dengan tegas. Pernyataan ini menunjukkan betapa besar pengaruh dukungan penggemar dalam menentukan arah kariernya di panggung internasional.
Radja Nainggolan juga menyoroti fenomena serupa yang dialami oleh para pemain keturunan lainnya seperti Sandy Walsh dan Ragnar Oratmangoen. Menurutnya, mereka yang sebelumnya mungkin hanya dianggap pesepak bola biasa di negara besar, kini memperoleh status yang sangat terhormat di Indonesia. “Jika Anda melihat Sandy Walsh, Ragnar Oratmangoen, mereka hanya pesepak bola biasa, di negara yang besar,” katanya.
Ia melanjutkan, “Fakta itu, oke mereka adalah pemain sepak bola, masalahnya mereka sangat dihormati di sana.” Nainggolan memberikan contoh nyata, “Sebagai contoh Sandy Walsh punya 6 ribu atau 10 ribu follower, saya tak tahu. Dia sekarang punya 3 juta follower sejak bermain untuk Timnas Indonesia.” Fenomena serupa juga terjadi pada Ragnar Oratmangoen. “Oratmangoen juga sama, mereka adalah orang dan pribadi yang baik, tapi rasa hormat yang diberikan orang-orang di sana padamu, kamu akan tenggelam karenanya,” tambahnya, menggambarkan kedahsyatan dukungan publik sepak bola Indonesia.
Namun, di balik semangatnya untuk membela Timnas Indonesia yang notabene adalah tanah air ayahnya, Radja Nainggolan menyimpan luka mendalam. Ia mengaku tidak akan pernah bisa menghilangkan kebencian terhadap Marianus Nainggolan, sang ayah yang memberinya darah Batak. Kebencian ini berakar dari masa kecilnya yang penuh kesulitan.
Masa suram ini pernah diungkapkan Radja Nainggolan dalam wawancara dengan ‘Het Huis’, sebuah program di stasiun TV Belgia-Flemish, VRT. Ia menceritakan bagaimana ayahnya meninggalkan keluarga dan menyebabkan mereka hidup dalam keterbatasan finansial. “Karena ayah saya, kami berakhir di pusat kesejahteraan sosial. Berkat badan amal ‘Mothers for Mothers’, kami terkadang menerima tas berisi pakaian dan paket makanan,” kenang Radja, menggambarkan betapa beratnya perjuangan hidup mereka.
Marianus Nainggolan meninggalkan Radja dan saudara kembar perempuannya, Riana, saat mereka baru berusia 5 tahun untuk kembali ke Indonesia, meninggalkan segunung utang. Kondisi ini membuat ibu Radja harus banting tulang untuk menghidupi kedua anaknya.
“Ibu saya bekerja terus-menerus, lalu pergi mencari uang tambahan di bar,” kata Radja. “Terkadang saya tidak bertemu dengannya selama dua hari. Dengan begitu, beliau bisa memastikan kami punya uang setiap hari untuk membeli makanan. Beliau melakukan segala yang beliau bisa untuk menyediakan semua yang saya dan adik saya butuhkan.” Pengorbanan sang ibu yang tak terbatas inilah yang menjadi alasan utama di balik kebencian Radja Nainggolan terhadap ayahnya. “Itulah mengapa saya sangat membenci ayah saya,” pungkasnya, menunjukkan kedalaman emosi yang tak terselesaikan.
Ringkasan
Radja Nainggolan menyatakan kesediaannya untuk membela Timnas Indonesia karena rasa hormat dan penghargaan yang ia terima dari publik Indonesia. Ia menyoroti bagaimana pemain keturunan lain seperti Sandy Walsh dan Ragnar Oratmangoen mendapatkan status terhormat di Indonesia, yang mungkin tidak mereka dapatkan di negara lain. Dukungan penggemar yang besar menjadi faktor penting dalam keputusannya.
Namun, di balik keinginannya membela Timnas Indonesia, Radja menyimpan luka mendalam terhadap ayahnya, Marianus Nainggolan. Ia mengaku tidak bisa menghilangkan kebencian karena ayahnya meninggalkan keluarga saat ia masih kecil, menyebabkan kesulitan finansial dan pengorbanan besar dari ibunya. Pengalaman masa kecil yang sulit menjadi akar dari kebenciannya tersebut.



