Laba Konglomerat Q3 2025: Siapa Raja Cuan?

Posted on

Kinerja keuangan emiten-emiten yang terafiliasi dengan grup konglomerasi besar di Indonesia menunjukkan dinamika yang bervariasi hingga kuartal III-2025. Beberapa sektor berhasil mencatatkan pertumbuhan signifikan, sementara lainnya menghadapi tantangan. Pola ini mencerminkan sensitivitas terhadap kondisi sektoral dan strategi diversifikasi bisnis masing-masing konglomerat.

Dari deretan grup konglomerasi, emiten-emiten di bawah payung Prajogo Pangestu tampil paling cemerlang. Emiten seperti PT Barito Pacific Tbk (BRPT), PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA), PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA), dan PT Petrosea Tbk (PTRO) serempak melaporkan lonjakan pendapatan dan laba bersih. Ambil contoh BRPT, pendapatannya melesat 232,93% secara tahunan (yoy) menjadi US$ 5,56 miliar pada kuartal III-2025, diikuti oleh laba bersih yang melambung luar biasa 2.072,20% yoy menjadi US$ 26,80 juta. Hanya PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) yang mencatat koreksi laba bersih sebesar 46,95% yoy menjadi US$ 30,44 juta, meskipun pendapatannya masih menunjukkan pertumbuhan solid 45,88% yoy menjadi US$ 796,62 juta.

Beralih ke Grup Djarum, mayoritas emiten yang terafiliasi dengan keluarga Hartono ini menunjukkan kinerja yang solid. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) berhasil membukukan kenaikan pendapatan dan laba bersih yang meyakinkan hingga kuartal III-2025. Menariknya, PT Global Digital Niaga Tbk (BELI), emiten e-commerce Grup Djarum, sukses memangkas rugi bersihnya sebesar 1,60% yoy menjadi Rp 1,84 triliun pada periode yang sama, didukung oleh kenaikan pendapatan 25,56% yoy menjadi Rp 15,23 triliun.

Sementara itu, Grup Salim menyajikan gambaran yang lebih bervariasi. Duo emiten konsumer mereka, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), sama-sama mengalami penurunan laba bersih, meski pendapatannya kompak menunjukkan pertumbuhan. Namun, sektor sawit Grup Salim melalui PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) dan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) berhasil meraih kenaikan pendapatan dan laba bersih dalam sembilan bulan pertama 2025. Kinerja gemilang juga ditunjukkan oleh emiten pusat data PT DCI Indonesia Tbk (DCII), dengan pendapatan melonjak 74,39% yoy menjadi Rp 1,92 triliun dan laba bersih melesat 83,53% yoy menjadi Rp 824,98 miliar. Tak ketinggalan, emiten otomotif PT Indomobil Sukses International Tbk (IMAS) juga membukukan lonjakan laba bersih fantastis 216,60% yoy menjadi Rp 257,60 miliar, di tengah pertumbuhan pendapatan 4,62% yoy menjadi Rp 22,72 triliun.

Di sisi lain, Grup Astra menjadi salah satu konglomerasi yang menghadapi tekanan kinerja. Ini tercermin dari pendapatan PT Astra International Tbk (ASII) yang terkikis 1,10% yoy menjadi Rp 243,60 triliun, dengan laba bersihnya juga tergerus 5,34% yoy menjadi Rp 24,47 triliun per kuartal III-2025. Anak usaha ASII, PT United Tractors Tbk (UNTR), turut mengalami koreksi laba bersih 26,43% yoy menjadi Rp 11,47 triliun, kendati pendapatannya masih tumbuh tipis 0,91% yoy menjadi Rp 100,46 triliun. Meskipun demikian, kinerja Grup Astra tertolong oleh pertumbuhan positif dari PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT Astra Otoparts Tbk (AUTO), baik dari sisi pendapatan maupun laba bersih.

Kinerja Grup Sinar Mas pun cukup ditopang oleh emiten yang berfokus pada industri sawit, yakni PT Sinar Mas Agro Resources and Technologies Tbk (SMAR), yang mampu meraih pertumbuhan laba bersih 54,30% yoy menjadi Rp 1,60 triliun, diiringi kenaikan pendapatan 16,60% yoy menjadi Rp 65,65 triliun. Ironisnya, dua emiten Sinar Mas di bidang properti dan kawasan industri, yaitu PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) dan PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS), justru menghadapi tekanan kinerja signifikan pada pendapatan dan laba bersih. Laba bersih kedua emiten ini bahkan menyusut dua digit, masing-masing 49,53% yoy dan 53,10%, hingga kuartal III-2025.

Sementara itu, Grup Bakrie meraih keuntungan dari PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) dan PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), yang berhasil mencatatkan kinerja pendapatan dan laba bersih positif pada kuartal III-2025. Sayangnya, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) mengalami tekanan kinerja, dengan laba bersih yang anjlok 76,10% yoy menjadi US$ 29,4 juta. Mayoritas emiten di bawah Grup Lippo cenderung lesu kinerja keuangannya, seperti PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) dan PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) yang mencatat penurunan pendapatan dan laba bersih. Namun, PT Siloam Hospitals Tbk (SILO) mampu menjadi penopang dengan raihan kenaikan pendapatan dan laba bersih.

Melihat hasil yang bervariasi ini, Analis Investasi Infovesta Utama, Ekky Topan, menyatakan bahwa kinerja emiten-emiten grup konglomerasi sangat selaras dengan kondisi sektoral masing-masing. Grup Prajogo Pangestu memang terlihat paling unggul berkat sentimen positif dari sektor hilirisasi, petrokimia, dan energi hijau yang sedang dalam fase ekspansi kuat. Di sisi lain, grup konglomerasi yang mayoritas berfokus pada pertambangan batubara serta sektor konsumer atau ritel cenderung tertekan, seiring dengan pelemahan harga komoditas dan daya beli masyarakat sepanjang tahun ini.

Analisis dari Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI) oleh Wafi juga mengamini bahwa emiten-emiten grup konglomerasi yang berbasis komoditas minyak sawit mentah (CPO) dan teknologi mampu mencatat kinerja relatif positif. Hal ini ditopang oleh harga CPO yang stabil dan pertumbuhan digitalisasi secara nasional. “Jadi, pola ini memang cerminan kondisi sektoral masing-masing, di mana energi terbarukan dan sawit menjadi pendorong, sedangkan batubara dan konsumer agak tertahan,” jelas Wafi pada Senin (3/11/2025).

Lebih lanjut, Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nicodemus, menambahkan bahwa kekuatan utama dari grup konglomerasi terletak pada diversifikasi bisnisnya. Diversifikasi ini memungkinkan kinerja perusahaan holding tetap terjaga dengan baik, terutama jika mampu menciptakan ekosistem yang memberikan efek berganda pada kelangsungan bisnis emiten. “Selain itu, diversifikasi bisnis akan membuat daya tahan terhadap perusahaan menjadi lebih kuat terhadap ketidakpastian maupun volatilitas,” terangnya.

Menjelang akhir tahun 2025, Analis BRI Danareksa Sekuritas, Reza Diofanda, memperkirakan emiten grup konglomerasi akan tetap memiliki kinerja solid, khususnya bagi mereka dengan diversifikasi kuat di sektor energi, infrastruktur, dan teknologi. Grup seperti Prajogo Pangestu dan sebagian emiten Grup Salim berpotensi mempertahankan momentum pertumbuhan berkat dorongan ekspor bernilai tambah dan efisiensi produksi. Di samping itu, terdapat peluang peningkatan kerja sama proyek strategis nasional dengan pemerintah, khususnya di bidang energi terbarukan, transportasi, dan hilirisasi industri, yang dapat menguntungkan beberapa konglomerasi besar. “Sementara itu, tren suku bunga yang mulai menurun akan menjadi katalis bagi sektor otomotif dan properti, memberikan ruang pemulihan bagi grup seperti Astra dan Lippo,” imbuh Reza pada Senin (3/11).

Dari sudut pandang investasi, Wafi mengamati bahwa banyak saham konglomerasi kini berada dalam posisi undervalued setelah mengalami koreksi sejak kuartal II-2025. Oleh karena itu, strategi terbaik bagi investor saat ini adalah mengakumulasi secara bertahap saham-saham konglomerasi besar yang memiliki neraca keuangan solid dan bisnis non-komoditas. Ekky juga berpendapat bahwa saham emiten konglomerasi masih memiliki daya tarik, terutama bagi emiten dengan fundamental kuat dan struktur keuangan sehat. “Investor sebaiknya fokus pada konglomerasi dengan bisnis terintegrasi seperti Grup Prajogo Pangestu, Djarum, atau Grup Salim yang memiliki diversifikasi lintas sektor,” ungkapnya.

Secara spesifik, Ekky merekomendasikan saham-saham dari Grup Prajogo Pangestu seperti BRPT, BREN, CUAN, CDIA, PTRO, dan TPIA sebagai opsi menarik untuk diakumulasi. Selain itu, saham BBCA dan TOWR dari Grup Djarum juga mulai rebound dan patut dipertimbangkan investor. Di lain pihak, Reza menilai saham-saham seperti BREN, BSDE, BRMS, ASII, dan LSIP juga layak dipertimbangkan oleh investor berkat adanya sentimen positif di sektor industrinya masing-masing.

Ringkasan

Kinerja keuangan emiten dari grup konglomerasi di Indonesia bervariasi pada kuartal III-2025. Grup Prajogo Pangestu menunjukkan kinerja paling menonjol dengan pertumbuhan pendapatan dan laba bersih yang signifikan, terutama di sektor hilirisasi, petrokimia, dan energi hijau. Sementara itu, Grup Djarum mencatatkan hasil solid pada emiten seperti BBCA dan TOWR, serta pengurangan rugi bersih pada BELI.

Grup Salim menunjukkan performa beragam, dengan sektor sawit dan pusat data (DCII) mencatatkan pertumbuhan positif, sementara sektor konsumer mengalami penurunan laba. Grup Astra menghadapi tekanan kinerja dengan penurunan pendapatan dan laba bersih pada ASII dan UNTR. Analis merekomendasikan akumulasi saham konglomerasi dengan neraca keuangan solid dan diversifikasi bisnis lintas sektor, seperti BRPT, BREN, BBCA, dan TOWR.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *