Daftar Daerah dengan Inflasi Tertinggi pada Oktober 2025

Posted on

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data terkini yang menunjukkan bahwa mayoritas wilayah di Indonesia dilanda inflasi pada Oktober 2025. Dari 38 provinsi yang diamati, 28 di antaranya mengalami peningkatan harga atau inflasi, sementara 10 provinsi lainnya justru mencatat penurunan harga atau deflasi, merefleksikan dinamika ekonomi Indonesia yang bervariasi secara regional.

Menurut Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, Provinsi Banten menempati posisi teratas dengan tingkat inflasi tertinggi, mencapai 0,57 persen. Di sisi lain, Papua Pegunungan tercatat mengalami deflasi terdalam, sebesar 0,92 persen, menandakan perbedaan signifikan dalam pergerakan harga antarwilayah.

Ismartini menjelaskan dalam konferensi pers pada Senin, 3 November 2025, bahwa fluktuasi inflasi dan deflasi di berbagai daerah sangat dipengaruhi oleh dinamika harga kebutuhan pokok dan jasa yang beragam di setiap wilayah. Pernyataan ini menegaskan kompleksitas pola konsumsi dan penawaran di seluruh nusantara.

Untuk memberikan gambaran lebih jelas mengenai sebaran inflasi per wilayah, berikut adalah rincian data yang dirangkum oleh BPS:

  • Sumatera: Inflasi tertinggi di Kepulauan Bangka Belitung sebesar 0,49 persen, sedangkan Sumatera Utara mencatat deflasi terdalam 0,20 persen.
  • Kalimantan: Inflasi tertinggi di Kalimantan Tengah sebesar 0,52 persen, dengan inflasi terendah di Kalimantan Timur sebesar 0,01 persen.
  • Sulawesi: Sulawesi Utara menjadi provinsi dengan inflasi tertinggi 0,12 persen, sementara Sulawesi Tenggara mengalami deflasi terdalam 0,58 persen.
  • Jawa: Inflasi tertinggi di Banten mencapai 0,57 persen, dan inflasi terendah di Jawa Timur 0,30 persen.
  • Bali dan Nusa Tenggara: Inflasi tertinggi tercatat di Nusa Tenggara Barat (NTB) sebesar 0,35 persen, sedangkan Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami deflasi 0,04 persen.
  • Maluku dan Papua: Inflasi tertinggi terjadi di Papua Tengah sebesar 0,32 persen, dengan Papua Pegunungan mencatat deflasi terdalam 0,92 persen.

Beranjak ke tingkat nasional, BPS juga melaporkan bahwa tingkat inflasi Indonesia secara bulanan (month to month/mtm) pada Oktober 2025 mencapai 0,28 persen. Angka ini menandai kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 108,74 di bulan September menjadi 109,04 pada Oktober 2025, mencerminkan adanya tekanan harga secara umum di seluruh negeri.

Beberapa komoditas utama menjadi pendorong inflasi yang signifikan pada Oktober 2025. Emas perhiasan tercatat sebagai kontributor paling dominan dengan andil sebesar 0,21 persen. Diikuti oleh cabai merah yang menyumbang 0,06 persen, telur ayam ras 0,04 persen, serta daging ayam ras 0,02 persen, menunjukkan pergeseran prioritas konsumsi dan harga di pasar.

Pudji Ismartini lebih lanjut menjelaskan bahwa inflasi Oktober secara spesifik disumbang oleh kelompok pengeluaran perawatan pribadi dan jasa lainnya, yang mengalami inflasi 3,05 persen dengan andil sebesar 0,21 persen. Hal ini disampaikan dalam konferensi pers di Jakarta, 3 November 2025, menyoroti sektor-sektor tertentu yang paling memengaruhi kenaikan harga.

Secara kumulatif, inflasi tahunan (year on year/yoy) mencapai 2,86 persen, sedangkan secara tahun kalender (year to date/ytd) berada di angka 2,10 persen. Meskipun demikian, ada juga komoditas yang justru memberikan andil deflasi, seperti bawang merah dan cabai rawit masing-masing sebesar 0,03 persen, tomat 0,02 persen, serta beras, kacang panjang, dan cabai hijau masing-masing 0,01 persen, membantu menahan laju kenaikan harga secara keseluruhan.

Mengupas lebih dalam komponen pembentuk inflasi, BPS menemukan bahwa seluruh komponen menunjukkan kenaikan harga. Komponen inti inflasi tercatat mengalami kenaikan tertinggi sebesar 0,39 persen, dengan andil 0,25 persen. Kenaikan ini didominasi oleh peningkatan harga emas perhiasan dan biaya kuliah perguruan tinggi, menandakan tekanan harga pada barang dan jasa yang permintaannya cenderung stabil.

Sementara itu, komponen harga yang diatur pemerintah naik 0,10 persen dengan andil 0,02 persen, terutama akibat kenaikan harga rokok kretek mesin (SKM) dan tarif angkutan udara. Adapun komponen harga bergejolak mencatatkan inflasi sebesar 0,03 persen dengan andil 0,01 persen, yang dipicu oleh kenaikan harga cabai merah, telur ayam ras, dan daging ayam ras, menunjukkan sensitivitas terhadap faktor pasokan dan permintaan jangka pendek.

Ringkasan

Berdasarkan data BPS, mayoritas provinsi di Indonesia mengalami inflasi pada Oktober 2025. Banten mencatat inflasi tertinggi (0,57%), sementara Papua Pegunungan mengalami deflasi terdalam (-0,92%). Inflasi bulanan nasional mencapai 0,28%, didorong oleh kenaikan harga emas perhiasan, cabai merah, telur ayam ras, dan daging ayam ras.

Secara tahunan, inflasi mencapai 2,86%, dengan komponen inti inflasi mengalami kenaikan tertinggi, didorong oleh harga emas perhiasan dan biaya kuliah. Beberapa komoditas seperti bawang merah dan cabai rawit memberikan andil deflasi. Dinamika inflasi ini dipengaruhi oleh fluktuasi harga kebutuhan pokok dan jasa di berbagai wilayah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *