BUKITTINGGI – Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2) mencapai 8 persen secara tahunan (year-on-year) pada September 2025. Angka ini menjadi indikator kuat bahwa likuiditas perekonomian Indonesia tetap terjaga di tengah bayang-bayang ketidakpastian global yang masih melingkupi.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juli Budi Winantya, menjelaskan bahwa ekspansi uang beredar ini didukung oleh peningkatan penyaluran kredit serta pembiayaan pemerintah. “Likuiditas di perekonomian tumbuh sejalan dengan stabilitas sistem keuangan yang terjaga,” tegasnya dalam acara Pelatihan Wartawan Triwulan IV-2025 di Hotel Santika, Bukittinggi, Sumatera Barat, pada Jumat (24/10/2025).
Untuk memastikan transmisi kebijakan moneter berjalan efektif, BI terus mengambil langkah strategis. Ini termasuk mempertahankan suku bunga acuan di level 4,75 persen, serta menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Upaya tersebut dilakukan melalui intervensi di pasar valuta asing dan optimalisasi instrumen operasi moneter yang tersedia.
Lebih lanjut, Juli Budi Winantya menekankan pentingnya koordinasi yang erat. “Koordinasi kebijakan antara pemerintah, BI, dan otoritas terkait terus diperkuat agar inflasi tetap dalam sasaran 2,5 persen plus minus 1 persen,” ungkapnya, menunjukkan komitmen bersama dalam menjaga daya beli masyarakat.
Meskipun demikian, kewaspadaan terhadap tekanan eksternal tetap diperlukan, seperti perlambatan ekonomi global dan ketidakpastian kebijakan fiskal di Amerika Serikat. Namun, dari sisi domestik, BI melihat prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap positif. BI memperkirakan ekonomi nasional akan tumbuh di kisaran 4,6 persen hingga 5,4 persen pada tahun 2025, dengan proyeksi peningkatan lebih lanjut pada tahun 2026.
Seiring dengan terjaganya stabilitas makro, arus modal asing diperkirakan akan mulai menunjukkan peningkatan signifikan pada tahun 2026. Selain itu, BI juga mencermati geliat devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam yang kini mulai mengalir ke instrumen keuangan BI, seperti Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Surat Utang Valas Bank Indonesia (SUVBI). “Kebijakan ini sangat mendukung stabilitas nilai tukar dan memperkuat cadangan devisa kita,” imbuh Juli.
Dalam rangka menjaga efektivitas kebijakan moneter, instrumen seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) masih memegang peran krusial. SRBI berfungsi menyalurkan dampak suku bunga acuan ke pasar uang dan sistem perbankan, sekaligus membantu mengendalikan likuiditas. Ke depan, instrumen ini akan terus diperkuat dengan rencana penerbitan BI-FRN (Floating Rate Notes) guna memperdalam pasar keuangan domestik, menciptakan ekosistem finansial yang lebih kuat dan resilient.
Juli Budi Winantya juga menegaskan bahwa ketidakpastian global yang bersumber dari Amerika Serikat, termasuk potensi government shutdown, tetap menjadi perhatian. Namun, optimisme terhadap prospek ekonomi domestik semakin menguat, dengan perkiraan perbaikan yang signifikan pada kuartal IV tahun 2025, menunjukkan ketahanan ekonomi Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan global.



