Mantan asisten pelatih Timnas Indonesia, Alex Pastoor, baru-baru ini membuka tabir sebuah fakta penting. Ia mengungkapkan satu hal krusial yang luput dari pembahasan PSSI bersama tim kepelatihan asal Belanda, termasuk Patrick Kluivert, selama mereka bertugas di Tanah Air.
Keterbukaan Alex Pastoor ini muncul setelah ia didepak dari jajaran kepelatihan Timnas Indonesia. Ia tak hanya mengungkap beberapa kesepakatan internal, tetapi juga menyoroti aspek tak terucap yang menurutnya menjadi kunci kegagalan. Pelatih berusia 58 tahun ini berbagi kisahnya kepada media Belanda, Voetbal International, menyoroti kondisi tim kepelatihan pimpinan Patrick Kluivert pasca-kegagalan mengejutkan di Arab Saudi.
Pastoor menjelaskan bahwa dirinya dan Patrick Kluivert harus angkat kaki dari skuad Garuda akibat kegagalan melaju ke Piala Dunia 2026. Meskipun seluruh upaya dan kerja keras telah dicurahkan, takdir belum berpihak untuk membawa Indonesia melangkah ke panggung tertinggi sepak bola dunia. Di mata Pastoor, tim pelatih telah memberikan segalanya untuk Timnas Indonesia, namun kenyataannya masih belum cukup untuk menaklukkan setiap lawan yang dihadapi.
“Tidak berhasil, itu menjadi jelas dengan cepat,” ungkap Alex Pastoor, dikutip dari Voetbal International. “Sebenarnya, baik di lapangan maupun di staf kepelatihan, kami berusaha menjelaskan kepada para pemain apa yang diharapkan dari mereka. Saya rasa kami telah melakukan itu sepenuhnya, tapi itu tidak cukup untuk mengalahkan negara-negara sekaliber ini.” Penjelasan ini menggambarkan betapa beratnya persaingan di kancah internasional.
Salah satu poin paling disayangkan oleh Pastoor adalah mengenai ekspektasi publik. Ia mengakui antusiasme masyarakat Indonesia terhadap sepak bola sangatlah tinggi dan tak perlu diragukan lagi. Namun, di balik gelora dukungan publik Tanah Air ini, lahir sebuah stigma yang mengharuskan tim kepelatihan Belanda harus segera berhasil dalam memimpin Timnas Indonesia. Inilah yang Pastoor sesalkan, sebab hal tersebut tidak pernah dibahas secara mendalam, dan federasi seolah-olah tak menyampaikan ekspektasi tersembunyi ini.
“Ada begitu banyak antusiasme di sana tentang sepak bola,” lanjut Alex Pastoor. “Dan di awal, Anda praktis harus memastikan Anda akan berhasil. Tapi itu tidak pernah dibahas.” Pastoor merasa, ketiadaan diskusi mengenai tekanan publik dan target pencapaian instan ini menjadi celah besar. Meskipun demikian, ia sempat menyampaikan bahwa kemungkinan sebagian besar tim Kluivert untuk tetap bersama masih terbuka, setelah ia berbicara dengan agen Patrick.
Padahal, penunjukan Patrick Kluivert sebagai pelatih Timnas Indonesia, menggantikan Shin Tae-yong, memiliki target yang sangat jelas: membawa skuad Garuda lolos ke Piala Dunia 2026. Ini pula yang menjadi sasaran utama mengapa Kluivert dkk direkrut oleh PSSI. Namun, Pastoor mengira bahwa proyek yang sedang dikerjakan tim kepelatihannya di Indonesia tidak hanya berkutat pada tujuan tunggal tersebut, melainkan sebuah proyek jangka panjang.
Perbedaan pandangan ini akhirnya memicu sentimen publik Tanah Air yang berubah menjadi sangat negatif, yang pada akhirnya menuntun pada keputusan untuk mengakhiri kerja sama. “Kalian sudah terlalu lama berkecimpung di dunia sepak bola untuk terkejut dengan hal ini,” kata Alex Pastoor. “Tapi saya pikir, Indonesia sedang mengerjakan proyek yang akan bertahan lebih lama dari sekadar berusaha mencapai Piala Dunia. Jika sentimen berubah menjadi sangat negatif, kita juga harus memikirkan atmosfer seperti apa yang akan mereka hadapi.” Ia menambahkan bahwa keputusan tersebut diambil beberapa hari setelah mereka kembali dari Jeddah, menandai berakhirnya perjalanan mereka bersama Timnas Indonesia.
Ringkasan
Mantan asisten pelatih Timnas Indonesia, Alex Pastoor, mengungkapkan kekecewaannya terhadap PSSI terkait ekspektasi publik yang tidak pernah dibahas secara terbuka. Pastoor merasa tekanan untuk segera berhasil sangat tinggi, terutama terkait target lolos Piala Dunia 2026, namun hal ini tidak pernah didiskusikan secara mendalam dengan federasi.
Pastoor menjelaskan bahwa meskipun tim pelatih telah berusaha semaksimal mungkin, hal tersebut tidak cukup untuk mengalahkan negara-negara lain. Ia juga menyayangkan perbedaan pandangan antara target jangka pendek (Piala Dunia 2026) dan proyek jangka panjang yang menurutnya sedang dikerjakan di Indonesia, yang akhirnya memicu sentimen negatif publik dan mengakhiri kerja sama.