Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyoroti realita pahit terkait kekurangan rumah atau backlog perumahan di Indonesia yang masih sangat besar. Berdasarkan data terbaru yang ia sampaikan, tercatat ada 9,9 juta keluarga yang belum memiliki hunian sendiri. Ironisnya, tantangan ini semakin berat dengan adanya 26 juta keluarga lain yang saat ini tinggal di hunian tidak layak huni, menggarisbawahi skala problematik perumahan nasional yang mendesak.
“Jumlah backlog sebanyak 9,9 juta keluarga belum punya rumah, lalu 26 juta tinggal di perumahan yang tidak layak huni,” ujar AHY dalam pemaparan capaian satu tahun Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan di Jakarta, Selasa, 21 Oktober 2025. Pernyataan ini menegaskan perlunya langkah konkret dan berkelanjutan dari berbagai pihak untuk mengatasi krisis perumahan yang melanda jutaan masyarakat.
Untuk merespons persoalan krusial ini, pemerintah terus mempercepat pelaksanaan Program 3 Juta Rumah, sebuah inisiatif strategis yang telah ditetapkan sebagai salah satu program prioritas nasional. AHY mengklaim bahwa berdasarkan data per 29 September 2025, berbagai skema pembiayaan yang diimplementasikan untuk mendukung program ini telah menunjukkan progres positif dan menjanjikan, memberikan harapan baru bagi jutaan keluarga yang mendambakan hunian layak.
Sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, AHY merinci capaian dari beberapa skema pembiayaan tersebut. Skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), misalnya, telah merealisasikan 200.809 unit rumah, mencapai sekitar 57 persen dari target 350.000 unit. Sementara itu, program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) juga menunjukkan kemajuan signifikan dengan 23.420 unit yang telah terbangun dari target 45.073 unit, atau sekitar 52 persen realisasi. Selain itu, pemerintah juga memfasilitasi 177.970 unit rumah melalui skema Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP), memberikan insentif penting bagi sektor perumahan.
Namun, AHY menegaskan bahwa persoalan perumahan tidak hanya menyangkut ketersediaan unit semata, melainkan juga sangat berkaitan dengan kompleksitas kebijakan tata ruang, terutama di kawasan perkotaan yang padat penduduk. Pemerintah kini dihadapkan pada dilema besar dalam menyelaraskan kebutuhan pembangunan perumahan dengan kepentingan sektor lain, seperti pertumbuhan industri dan ketahanan pangan. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya lahan produktif yang semula digunakan untuk pertanian dan perkebunan kini beralih fungsi menjadi kawasan industri dan perumahan, menimbulkan tekanan ekologis dan sosial.
“Masalah mendasar adalah tata ruang, karena makin terbatasnya ruang, apalagi di perkotaan yang semakin padat,” ujarnya. Pernyataan AHY ini menggarisbawahi betapa pentingnya penataan ruang yang bijak dan berkelanjutan agar upaya mengatasi backlog perumahan tidak hanya berfokus pada kuantitas, tetapi juga mempertimbangkan aspek keberlanjutan lingkungan dan kualitas hidup masyarakat, khususnya di wilayah urban yang terus berkembang pesat.
Ringkasan
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengungkapkan bahwa Indonesia menghadapi masalah besar terkait perumahan. Terdapat 9,9 juta keluarga yang belum memiliki rumah dan 26 juta keluarga tinggal di hunian tidak layak huni. Pemerintah terus berupaya mengatasi masalah ini melalui Program 3 Juta Rumah.
Program ini melibatkan berbagai skema pembiayaan seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS). AHY juga menyoroti pentingnya tata ruang yang baik, terutama di perkotaan, agar pembangunan perumahan tidak mengorbankan sektor lain dan tetap memperhatikan keberlanjutan lingkungan.