Pemerintah Kota (Pemkot) Solo dihadapkan pada tantangan fiskal signifikan menyusul pemangkasan Dana Transfer ke Daerah (TKD) oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk tahun 2026. Angka pemangkasan sebesar Rp 218 miliar ini berdampak langsung pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kota Solo 2026, yang kini diperkirakan mengalami defisit mencapai Rp 161 miliar berdasarkan kesepakatan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).
Menanggapi kondisi ini, Wali Kota Solo, Respati Ardi, segera menginstruksikan seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk berinovasi dan menerapkan efisiensi anggaran. Penekanan diberikan pada pentingnya melakukan penghematan tanpa sedikit pun mengorbankan kualitas pelayanan publik, sebagai upaya menyiasati penurunan dana transfer daerah ini. Langkah rasionalisasi anggaran ini pun telah disosialisasikan secara menyeluruh kepada setiap OPD.
Respati Ardi secara tegas meminta agar setiap program pemerintah difokuskan pada kegiatan yang memberikan dampak nyata dan langsung bagi masyarakat. “Kami sudah kumpulkan semua OPD. Kami challenge untuk berinovasi, melakukan penghematan, dan memastikan kegiatan yang dilakukan benar-benar dirasakan masyarakat,” ujar Respati di Solo, Ahad, 19 Oktober 2025, menunjukkan komitmennya terhadap kinerja yang berorientasi pada rakyat.
Sebagai salah satu strategi penghematan konkret, Pemkot Solo berencana mengimplementasikan sistem work from home (WFH) atau bekerja dari rumah secara terbatas mulai tahun depan. Kebijakan ini akan berlaku khusus bagi pegawai yang tugasnya tidak bersinggungan langsung dengan layanan publik, seperti staf administrasi atau kesekretariatan. “Kami akan coba terapkan WFH seminggu sekali untuk pegawai yang tidak berhubungan langsung dengan masyarakat. Tujuannya untuk efisiensi—baik dari sisi konsumsi, listrik, maupun transportasi. Targetnya bisa hemat sekitar 30 persen,” jelas Respati, menggambarkan potensi penghematan dari inisiatif ini.
Selain WFH, Respati juga menekankan bahwa penghematan akan diterapkan secara menyeluruh di lingkungan Pemkot Solo. Ini mencakup pengurangan intensitas konsumsi rapat, dari yang biasanya tiga kali menjadi hanya sekali, serta mendorong penerapan gaya hidup hemat atau frugal living di kantor. Misalnya, pegawai diimbau membawa tumbler pribadi dan mengurangi penggunaan listrik berlebihan. “Kita mulai hidup hemat, frugal living di Pemkot Solo. Air mineral bawa tumbler, makanan rapat cukup sekali, dan kalau bisa rapat daring ya rapat daring,” tambahnya, menandakan perubahan budaya kerja yang lebih efisien.
Kendati demikian, Respati menegaskan bahwa pelayanan publik tetap menjadi prioritas utama yang tak dapat ditawar. Oleh karena itu, kebijakan WFH tidak akan diberlakukan bagi pegawai di sektor pelayanan masyarakat vital, seperti puskesmas, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), dan tenaga pendidikan. “Yang berhubungan dengan masyarakat tidak boleh WFH. Tapi untuk bidang yang memungkinkan, seperti sekretariat dan rapat koordinasi, bisa digilir. Prinsipnya efisiensi tanpa mengorbankan pelayanan,” kata Respati, menjamin kualitas layanan esensial bagi warga Solo.
Di tengah tekanan pemangkasan anggaran yang cukup besar, Respati memberikan jaminan penting kepada para aparatur sipil negara (ASN) Pemkot Solo. Ia memastikan bahwa Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) tidak akan dipotong. “Saya pastikan TPP ASN Pemkot Solo tidak ada yang dikurangi. Kita tetap jaga kesejahteraan pegawai tanpa mengurangi pelayanan kepada masyarakat,” tegasnya, menunjukkan komitmen terhadap kesejahteraan pegawai sekaligus menjaga stabilitas layanan.
Dengan serangkaian langkah efisiensi ini, Pemkot Solo berambisi untuk menjaga stabilitas keuangan daerah dan mempertahankan kualitas pelayanan publik, meskipun dihadapkan pada tekanan fiskal yang berasal dari pemerintah pusat.
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi I DPRD Kota Solo dari Fraksi PDIP DPRD Solo, Suharsono, menyuarakan keraguannya. Ia mengaku belum sepenuhnya melihat korelasi yang jelas antara program work from anywhere (WFA)—istilah yang digunakannya—dengan efisiensi anggaran yang disebabkan oleh pemotongan TKD. “Saya belum melihat apakah ada korelasi antara WFA dan efisiensi anggaran. Kalau toh ada, mungkin nanti bisa dijelaskan di Banggar,” ungkap Suharsono, mengindikasikan perlunya penjelasan lebih lanjut.
Menurut Suharsono, fokus utama Wali Kota Respati seharusnya adalah pada efisiensi belanja yang lebih fundamental. Ia menekankan bahwa Pemkot Solo harus memastikan aspek pelayanan publik tidak boleh terganggu, terlepas dari adanya pengurangan dana transfer pusat ke daerah. “Harus ada strategi untuk menggenjot PAD, naikkan target di sektor pendapatan yang memang potensi untuk dinaikkan seperti saya sebutkan di atas, dibanding rencana WFA,” saran Suharsono, mengarahkan pada peningkatan pendapatan asli daerah.
Suharsono selanjutnya berpendapat bahwa setidaknya ada dua langkah strategis yang harus ditempuh bersama oleh Pemkot Solo dan DPRD Solo untuk menutup defisit Rp 161 miliar. “Untuk menutup defisit Rp 161 miliar ini menurut saya ada dua langkah strategis yang harus dilakukan bersama antara DPRD dan Pemerintah Kota atau TAPD dan Banggar, yaitu efisiensi belanja dan menaikkan target pendapatan,” pungkasnya, menggarisbawahi pentingnya kolaborasi legislatif dan eksekutif.
Pilihan Editor: Kaji Peluang Penurunan PPN, Purbaya: Harus Hati-hati
Ringkasan
Pemkot Solo menghadapi defisit anggaran sebesar Rp 161 miliar akibat pemangkasan Dana Transfer ke Daerah (TKD) oleh Kemenkeu. Wali Kota Solo menginstruksikan OPD untuk berinovasi dan melakukan efisiensi tanpa mengurangi kualitas pelayanan publik. Salah satu strategi yang diambil adalah menerapkan sistem work from home (WFH) terbatas bagi pegawai yang tidak berhubungan langsung dengan pelayanan publik, serta mengurangi intensitas rapat dan mendorong gaya hidup hemat di kantor.
Meski demikian, Wakil Ketua Komisi I DPRD Kota Solo meragukan korelasi antara WFH dan efisiensi anggaran. DPRD menyarankan Pemkot Solo untuk fokus pada efisiensi belanja yang lebih fundamental dan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). DPRD menekankan pentingnya kolaborasi antara legislatif dan eksekutif untuk menutup defisit tersebut.