BI Sebut Permintaan Kredit Belum Tinggi, Pengusaha Masih Wait and See

Posted on

JAKARTA — Pertumbuhan kredit perbankan di Indonesia masih berjalan lambat, belum menunjukkan akselerasi signifikan. Kondisi ini dipaparkan oleh Bank Indonesia, yang menyoroti dua faktor utama: masih tingginya suku bunga di tingkat perbankan dan sikap wait and see para pengusaha dalam mengambil keputusan ekspansi. Kelambatan ini menjadi perhatian serius di tengah upaya bank sentral untuk mendorong roda perekonomian.

Meskipun demikian, Bank Indonesia (BI) sebenarnya telah agresif melonggarkan kebijakan moneternya. BI tercatat telah menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) hingga mencapai 4,75%, level terendah sejak Oktober 2022. Secara kumulatif, pemangkasan BI Rate bahkan telah mencapai 125 bps sejak September 2024. Namun, Gubernur BI Perry Warjiyo dengan lugas mengakui bahwa transmisi kebijakan pelonggaran moneter tersebut ke tingkat perbankan masih berjalan lambat, belum sesuai harapan.

Perry menjelaskan bahwa kendati ada sedikit peningkatan pertumbuhan kredit, dari 7,03% pada Juli 2025 menjadi 7,56% pada Agustus 2025, angka tersebut dinilai masih kurang optimal dan perlu didorong lebih lanjut. Salah satu biang keladinya adalah persistensi suku bunga deposito yang relatif tinggi di perbankan. Ia membandingkan penurunan BI Rate sebesar 125 bps yang masif dengan fakta bahwa suku bunga deposito satu bulan di bank hanya turun tipis 16 bps, dari 4,81% pada awal 2025 menjadi 4,65% pada Agustus 2025. Fenomena ini utamanya dipengaruhi oleh penawaran special rate yang menggiurkan bagi deposan besar, yang mana porsi mereka mencapai 25% dari total dana pihak ketiga (DPK) bank. Hal ini diungkapkan dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI secara virtual, Kamis (18/9/2025).

: BI Rate Turun jadi 4,75%, Terendah sejak Oktober 2022

: : Bank Indonesia Pangkas BI Rate Lagi, Obligasi Pemerintah (SBN) Pesta Cuan

Selain faktor suku bunga perbankan yang belum sepenuhnya turun, Perry menambahkan bahwa sisi permintaan kredit juga belum terpacu secara signifikan. Hal ini disebabkan oleh sikap kehati-hatian pengusaha yang cenderung wait and see di tengah ketidakpastian ekonomi. Pelaku usaha di berbagai sektor disebut masih memilih untuk mengoptimalkan pemanfaatan dana internal yang dimiliki sebagai modal ekspansi, ketimbang mengajukan pembiayaan ke bank. Kondisi ini secara tidak langsung menahan laju pengajuan pinjaman bank baru.

: : IHSG Sentuh Rekor Tertinggi 8.025, Efek Reshuffle Menteri atau BI Rate Turun?

Sebagai konsekuensi dari fenomena tersebut, fasilitas pinjaman yang telah disetujui namun belum dicairkan oleh bank atau yang dikenal dengan istilah undisbursed loan, tercatat masih sangat besar. Angkanya mencapai Rp2.372,1 triliun, dengan rasio terhadap plafon kredit secara keseluruhan sebesar 22,7%. Mayoritas undisbursed loan ini terfokus pada sektor-sektor strategis seperti industri, pertambangan, jasa dunia usaha, dan perdagangan, sebagian besar berbentuk kredit modal kerja.

Di sisi lain, dari aspek penawaran, pertumbuhan kredit sebetulnya didukung penuh oleh kondisi likuiditas perbankan yang sangat longgar. Hal ini terlihat dari rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (DPK) yang mencapai 27,25% pada Agustus 2025, angka yang cukup tinggi. Kelonggaran likuiditas ini merupakan hasil dari ekspansi likuiditas moneter yang gencar dilakukan oleh Bank Indonesia, termasuk pemberian insentif likuiditas makroprudensial. Perry menambahkan bahwa BI telah menyalurkan likuiditas makroprudensial senilai Rp384 triliun kepada bank-bank BUMN dan Bank Umum Swasta Negara (BUSN).

Selain itu, minat bank untuk menyalurkan kredit juga menunjukkan perbaikan, yang tercermin dari persyaratan pemberian kredit atau lending requirements yang semakin adaptif. Untuk mengatasi tantangan ini, Bank Indonesia menegaskan komitmennya untuk terus berkoordinasi erat dengan pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) demi mempercepat penyaluran kredit dan pembiayaan perbankan. Meskipun demikian, BI tetap optimistis dan memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan sepanjang 2025 akan berada dalam kisaran 8% hingga 11%, sejalan dengan upaya bersama untuk menstimulasi ekonomi Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *