BELUM genap sepekan menjabat, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah meluncurkan kebijakan krusial yang menyita perhatian publik. Mantan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ini mengambil langkah berani dengan memindahkan separuh dari dana pemerintah yang semula tersimpan di Bank Indonesia (BI). Dana sebesar Rp 200 triliun tersebut kini ditempatkan ke dalam rekening lima bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) atau Bank BUMN, menandai awal era baru di bawah kepemimpinannya.
Purbaya, yang resmi dilantik pada 8 September 2025, menjelaskan bahwa keputusan strategis ini didasari oleh keinginan kuat untuk mendukung pendalaman pasar keuangan dan mendorong kredit sektor riil. Tujuan utamanya adalah untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam beberapa kesempatan, ia menegaskan pentingnya langkah ini untuk mengatasi kondisi pasar finansial yang ia sebut “agak kering”.
“Begitu saya masuk ke keuangan, sebelumnya sudah kami lihat bahwa sistem finansial kita agak kering, maka ekonominya melambat,” ungkap Purbaya seusai rapat dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat pada Rabu, 10 September 2025. Melalui guyuran dana ini, Menteri Keuangan Purbaya berharap dapat secara signifikan meningkatkan likuiditas di sistem perbankan, yang pada akhirnya akan merangsang roda perekonomian.
Proses transfer uang tersebut mulai direalisasikan pada Jumat, 12 September 2025. Di hari yang sama, Purbaya juga menandatangani Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025. Dokumen penting ini mengatur secara rinci ketentuan penempatan dana pemerintah di kelima bank tersebut, dengan beberapa poin utama sebagai berikut:
1. Penempatan Dana di 5 Bank BUMN
Dana negara didistribusikan ke lima bank umum mitra, yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank Syariah Indonesia (BSI). Jumlah penempatan diatur berdasarkan ukuran atau size masing-masing bank. BRI, BNI, dan Bank Mandiri masing-masing menerima penempatan sebesar Rp 55 triliun. Sementara itu, BTN memperoleh Rp 25 triliun, dan BSI sebesar Rp 10 triliun.
2. Fokus Penggunaan Dana
Pada poin ketiga KMK ditegaskan bahwa penempatan uang negara ini secara spesifik dialokasikan untuk memacu pertumbuhan sektor riil. Lebih lanjut, poin kelima secara tegas melarang bank umum mitra menggunakan dana tersebut untuk membeli surat berharga negara (SBN), memastikan fokus pada pembiayaan ekonomi produktif.
3. Bentuk Simpanan, Tingkat Bunga, dan Tenor
Uang negara disimpan dalam bentuk deposito on call konvensional atau syariah tanpa melalui mekanisme lelang. Purbaya sebelumnya menjelaskan bahwa skema ini memberikan fleksibilitas bagi pemerintah untuk menarik dana sewaktu-waktu dibutuhkan. Tingkat bunga atau imbal hasil yang akan diperoleh pemerintah adalah 80,476 persen dari suku bunga acuan BI atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7-DRR Rate) untuk penempatan dalam rupiah. Dengan suku bunga acuan BI saat ini di angka 5 persen, imbal hasil yang didapatkan pemerintah akan sekitar 4,02 persen. Adapun tenor penempatan uang negara ini ditetapkan selama 6 bulan dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan.
4. Mekanisme Manajemen Risiko
Pemerintah menerapkan dua strategi utama dalam manajemen risiko. Pertama, melalui mekanisme debit langsung Giro Wajib Minimum (GWM) Bank Indonesia apabila bank umum mitra tidak dapat memenuhi kewajiban pengembalian penempatan dana, sehingga pemerintah memiliki opsi penarikan langsung melalui BI. Kedua, dengan mempertimbangkan dinamika kondisi pasar keuangan, hasil analisis risiko yang mendalam, serta rekomendasi dari otoritas terkait.
5. Kewajiban Pelaporan Berkala Bank
Sebagai bentuk akuntabilitas, kelima bank mitra yang menampung dana pemerintah wajib menyampaikan laporan penggunaan atas penempatan uang negara ini kepada Menteri Keuangan dan Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan setiap bulannya. Kewajiban ini bertujuan untuk memastikan transparansi dan efektivitas penggunaan dana sesuai tujuan yang ditetapkan.