Di tengah gejolak pasar yang menekan sektor perbankan, harga saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turut terkoreksi signifikan. Namun, di balik penurunan tersebut, pandangan sejumlah analis tetap teguh: fundamental BBCA dinilai tetap kokoh dan menjanjikan, menawarkan potensi yang menarik bagi investor jangka panjang.
Pada perdagangan Selasa, 9 September 2025, harga saham BBCA mencapai Rp 7.525 per saham, mencerminkan penurunan 2,27%. Lebih jauh, sepanjang tahun 2025, Bank Central Asia sebagai bank swasta terbesar di Indonesia ini telah terkoreksi 22,22%. Meskipun demikian, sentimen positif masih mendominasi di kalangan pakar pasar modal.
Konsensus analis dari Bloomberg menunjukkan bahwa mayoritas, yaitu sebanyak 34 analis, merekomendasikan “buy” untuk BBCA, sementara hanya tiga analis yang menyarankan “hold”. Dengan target harga rata-rata yang dipatok mencapai Rp 10.824 per saham, ini menyiratkan potensi kenaikan sekitar 43% dari harga penutupan pada 9 September 2025, memberikan angin segar bagi investasi saham perbankan di tengah koreksi.
Menteri Keuangan Diganti, Investor Asing Makin Menghindari Saham Perbankan
Momen krusial bagi investor untuk menggali lebih dalam kinerja BBCA akan tiba pada Kamis, 11 September 2025, saat Bank Central Asia akan menggelar paparan publik. Agenda yang menjadi bagian dari rangkaian Public Expose Live 2025 oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) ini diharapkan dapat membedah secara komprehensif kinerja bank dengan kapitalisasi pasar terbesar di Indonesia ini.
Victoria Venny, Head of Research MNC Sekuritas, menegaskan pentingnya momentum ini bagi investor untuk memahami lebih dalam fundamental BBCA. Menurutnya, Bank Central Asia memiliki kekuatan model bisnis yang berbasis prudensial dan diversifikasi produk yang solid. Di saat beberapa bank lain menghadapi tantangan likuiditas, BBCA berhasil menjaga rata-rata Loan to Deposit Ratio (LDR) harian pada kisaran 78,9%. Fleksibilitas likuiditas ini, ujarnya, memungkinkan bank untuk tetap ekspansif namun dengan tetap menjunjung prinsip kehati-hatian guna menjaga kualitas aset.
Selain likuiditas, Venny juga menyoroti keunggulan BBCA dari sisi efisiensi operasional. Cost to Income Ratio (CIR) bank turun signifikan menjadi 29,1% pada semester I-2025, dari 30,5% pada periode yang sama tahun sebelumnya. Efisiensi ini menjadi pendorong utama kenaikan laba operasional sebelum pencadangan (PPOP) yang meningkat 9,1% year-on-year (yoy) menjadi Rp 37,6 triliun. “Beban operasional tumbuh hanya 5,3%, jauh lebih rendah dari pertumbuhan pendapatan. Ini menunjukkan manajemen mampu mengendalikan biaya di tengah ekspansi bisnis,” jelasnya pada Selasa (9/9/2025).
Investasi Saham Bank: Big Banks Terjun Bebas, Ada Apa?
Sebelumnya, BBCA telah mencatatkan laba bersih pada periode JanuariāJuni 2025 sebesar Rp 29 triliun, tumbuh 8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan impresif ini didorong oleh pendapatan bunga yang naik 7% menjadi Rp 42,5 triliun dan pendapatan non-bunga yang tumbuh 10,6% menjadi Rp 13,7 triliun. Penyaluran kredit Bank Central Asia juga mencapai Rp 959 triliun atau tumbuh 12,9% secara tahunan, angka yang jauh di atas rata-rata industri yang hanya 7,3% yoy, mengindikasikan prospek pertumbuhan yang kuat.
Venny menambahkan, kekuatan BBCA juga bersumber dari basis pendanaan yang kuat. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) tetap stabil di kisaran 6% YoY, ditopang oleh kenaikan giro sebesar 9% dan tabungan 6%. Proporsi CASA (Current Account Savings Account) bank kini mencapai 82,5% dari total dana pihak ketiga, level yang terbilang tinggi dibandingkan rata-rata industri. “Struktur pendanaan yang solid ini menjaga NIM (Net Interest Margin) BBCA tetap kuat dan berkelanjutan,” paparnya.
Menurut Venny, peningkatan LDR BBCA ke level 78,9% pada akhir Semester I-2025 sama sekali tidak menimbulkan kekhawatiran. Sebaliknya, hal tersebut justru menunjukkan bahwa bank memiliki ruang yang lebih besar untuk ekspansi kredit tanpa mengorbankan stabilitas likuiditas. “CASA yang kuat memberikan buffer bagi NIM, sementara bauran kredit yang semakin sehat akan mendukung pertumbuhan laba,” tutupnya, menegaskan potensi saham BBCA di tengah dinamika pasar saham.