Keracunan Massal MBG: Indef Soroti Ribuan Siswa Jadi Korban!

Posted on

Institut for Development of Economics and Finance (Indef) mencatat angka mengkhawatirkan: sebanyak 4.000 siswa menjadi korban keracunan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dalam kurun waktu delapan bulan terakhir. Kondisi tragis ini mendorong Indef mendesak pemerintah untuk segera menghentikan sementara program beranggaran fantastis, mencapai Rp 335 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.

Menanggapi data tersebut, Ekonom Indef Izzudin menegaskan bahwa kasus keracunan ini bukan sekadar angka statistik. Dalam diskusi daring bertajuk ‘Menakar RAPBN 2026: Arah Kebijakan UMKM, Koperasi dan Ekonomi Digital’ pada Kamis, 4 September 2025, ia menyatakan, “Korban keracunan tidak bisa dianggap sekadar angka statistik. Ini menunjukkan lemahnya perencanaan dan pengawasan program.” Pernyataan ini menyoroti akar masalah yang perlu segera diatasi.

Oleh karena itu, Izzudin mendesak pemerintah agar melakukan evaluasi program secara menyeluruh terhadap program MBG sebelum mempertimbangkan perluasan cakupannya. Dengan alokasi anggaran yang mencapai Rp 335 triliun—atau sekitar 10 persen dari total belanja negara sekitar Rp 3.700 triliun dalam RAPBN 2026—efektivitas program ini patut dipertanyakan.

Besarnya anggaran ini secara wajar menimbulkan pertanyaan publik mengenai efektivitas implementasi program MBG. Izzudin menambahkan, “Selama delapan bulan berjalan, masalah yang muncul tidak hanya keracunan massal, tetapi juga distribusi makanan yang tidak terkelola dengan baik,” mengindikasikan bahwa permasalahan program lebih kompleks dari sekadar kualitas pangan.

Guna meminimalkan risiko kebocoran anggaran dan kegagalan implementasi yang lebih luas, Izzudin menyarankan agar MBG dilaksanakan secara bertahap. Menurutnya, skema terbatas di sejumlah daerah akan lebih realistis, sekaligus mempermudah proses monitoring dan evaluasi. Langkah ini diharapkan dapat menjadi fondasi yang lebih kuat bagi program.

“Jika dipaksakan berskala nasional tanpa uji coba, kapasitas fiskal akan tertekan hanya untuk satu program,” tegas Izzudin, memperingatkan potensi beban berat pada keuangan negara. Ia juga merekomendasikan pemerintah untuk mengambil pelajaran dari praktik sukses di negara lain seperti Brasil, yang mampu menjalankan program serupa dengan biaya lebih murah dan hasil yang lebih efektif.

Selain isu keracunan dan pengelolaan anggaran, Ekonom Senior Indef, Aviliani, menyoroti kegagalan program MBG dalam memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). “Kalau MBG bisa berdampak pada UMKM, itu akan meningkatkan pendapatan mereka. Tapi syarat harus punya dapur dan tenaga pengolah membuat UMKM sulit ikut serta,” ujarnya, menunjukkan bahwa syarat yang terlalu berat justru menghambat partisipasi sektor usaha kecil.

Kasus keracunan MBG terbaru yang menjadi sorotan terjadi di Kabupaten Lebong, Bengkulu, pada Rabu, 27 Agustus 2025. Insiden ini menyebabkan sebanyak 150 siswa dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Sekolah Dasar harus dilarikan ke RSUD Kabupaten Lebong setelah mengonsumsi makanan dari program MBG.

Pelaksana tugas (Plt) Direktur RSUD Lebong, Eni Efriyani, seperti dikutip dari Antara pada Kamis, 28 Agustus 2025, menjelaskan bahwa para siswa tersebut langsung mendapatkan penanganan intensif dari dokter spesialis anak di ruang UGD. Pihak rumah sakit melaporkan telah menerima kedatangan ratusan anak dari berbagai sekolah sejak Rabu pagi hingga siang hari, meskipun penyebab pasti keracunan belum dapat dipastikan.

Menyikapi kejadian ini, Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lebong, Fachrurozi, bersama dengan Polsek Lebong, turun langsung memantau kasus keracunan MBG yang menimpa pelajar di sejumlah sekolah swasta. Untuk mengantisipasi lonjakan pasien, Polres Lebong bahkan telah menyiapkan aula sebagai fasilitas cadangan jika kapasitas RSUD Lebong tidak mencukupi, menunjukkan keseriusan penanganan di lapangan.

Berbeda dengan temuan Indef dan laporan lapangan, Menteri Koordinator Pangan, Zulkifli Hasan, sebelumnya sempat menyatakan bahwa beberapa kasus keracunan makan siang gratis disebabkan oleh riwayat alergi siswa atau ketidakbiasaan mereka menyantap bahan makanan tertentu. “Berarti bukan salah masak, kan? Kita memang belum terbiasa,” katanya saat mengunjungi dapur makan bergizi gratis di Surabaya, Jawa Timur, pada Kamis, 21 Agustus 2025, memberikan perspektif alternatif dari pihak pemerintah.

Dinda Shabrina dan Winahyu Utami berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Penyebab Pasokan Bensin di SPBU Swasta Seret

Ringkasan

Institut for Development of Economics and Finance (Indef) menyoroti kasus keracunan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menimpa sekitar 4.000 siswa dalam delapan bulan terakhir. Indef mendesak pemerintah untuk mengevaluasi dan menghentikan sementara program dengan anggaran Rp 335 triliun ini, mengingat lemahnya perencanaan dan pengawasan.

Ekonom Indef, Izzudin, menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh sebelum memperluas program, menyarankan implementasi bertahap dan belajar dari negara lain. Selain keracunan, masalah lain termasuk distribusi makanan yang buruk dan kurangnya pemberdayaan UMKM juga menjadi perhatian, dimana kasus keracunan terbaru terjadi di Lebong, Bengkulu, menimpa 150 siswa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *