Mengapa Banyaknya Pameran Otomotif Tak Menunjukkan Industri Sedang Kuat

Posted on

JURU Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arief mengatakan banyaknya pameran otomotif belum tentu menunjukkan industri otomotif sedang kuat. Justru acara tersebut menandakan perjuangan industri otomotif untuk tetap mempertahankan permintaan di tengah anjloknya penjualan domestik dan melindungi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan.

“Kita harus menggunakan data statistik yang ada untuk menggambarkan kondisi objektif industri otomotif saat ini dan tidak menggunakan jumlah event pameran otomotif,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Minggu, 30 November 2025.

Febri mengatakan indikator paling dasar untuk mengukur kesehatan industri otomotif adalah penjualan kendaraan ke pasar, bukan hanya pertumbuhan segmen tertentu atau besaran investasinya. Dua hal itu tidak mampu menggambarkan kondisi industri otomotif secara keseluruhan.

Penurunan penjualan mobil juga diungkap dalam data milik Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Selama Januari-Oktober 2025 secara wholesales (distribusi dari pabrik ke dealer) hanya sebanyak 634.844 unit. Angka itu turun 10,6 persen dibanding tahun lalu yang mencapai 711.064 unit.

Secara retail sales (penjualan dari dealer ke konsumen) tercatat sebanyak 660.659 unit pada Januari-Oktober 2025. Angkanya juga turun 9,6 persen dari tahun lalu yang mencapai 731.113 unit.

Febri menganggap insentif otomotif menjadi instrumen krusial dalam upaya memulihkan pasar kendaraan bermotor sekaligus menjaga keberlangsungan industri otomotif nasional. Keputusan itu tidak hanya penting bagi pelaku industri, tetapi juga memberi manfaat nyata bagi masyarakat sebagai konsumen.

Insentif akan menciptakan ruang bagi penurunan harga kendaraan, memperbaiki sentimen pasar, serta mempertahankan daya beli masyarakat, khususnya kelompok kelas menengah dan pembeli mobil pertama yang sangat sensitif terhadap perubahan harga.

“Walaupun Kemenperin belum merumuskan jenis, bentuk dan target insentif atau stimulus, tapi usulannya akan mengarah ke segmen kelas menengah-bawah dan didasarkan pada nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN),” ucapnya.

Kondisi yang terjadi saat ini, kata Febri, adalah peningkatan penjualan kendaraan listrik impor selama Januari-Oktober 2025 sebesar 69.146 unit. Tetapi 73 persennya adalah kendaraan listrik impor produksi dan nilai tambah serta penyerapan tenaga kerja justru berada di negara lain.

Sementara itu segmen kendaraan lain yang diproduksi di dalam negeri dan memiliki pembagian terbesar dalam pasar industri otomotif nasional, terus mengalami penurunan penjualan signifikan. Bahkan angkanya jauh di bawah jumlah produksi tahunan kendaraan pada segmen tersebut.

“Penurunan tajam penjualan kendaraan bermotor roda empat jauh di bawah angka produksinya di kala penjualan kendaraan Electric Vehicle (EV) impor naik tajam adalah fakta yang tidak bisa dihindari,” katanya.

Data yang dihimpun Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika di Kemenperin menunjukkan selama Januari hingga Oktober 2025, penjualan wholesales kendaraan bermotor mencapai 635.844 unit atau turun 10,6 persen dibanding periode yang sama tahun 2024. Sementara itu, produksi kendaraan juga mengalami penurunan menjadi 957.293 unit dari 996.741 unit pada tahun lalu.

Penurunan drastis terjadi pada segmen kendaraan yang justru menjadi tulang punggung industri otomotif nasional, yaitu segmen entry (On the Road kurang dari Rp 200 juta) yang anjlok hingga 40 persen, segmen low (Rp 200–400 juta) yang merosot 36 persen, serta segmen kendaraan komersial yang turun 23 persen.

Ketiga segmen tersebut selama ini menyasar konsumen domestik, terutama kelompok masyarakat kelas menengah, serta menjadi basis produksi terbesar di dalam negeri. Menurut Febri, pelemahan pasar yang terjadi secara simultan dapat berdampak pada penurunan utilisasi pabrik, penurunan investasi, serta berpotensi mengancam keberlanjutan lapangan kerja di industri otomotif dan sektor komponen.

“Tidak adanya intervensi kebijakan akan membuat tekanan ini semakin dalam, dan efeknya dapat memengaruhi struktur industri secara keseluruhan,” tuturnya.

Pilihan Editor: Terkena Imbas Pelemahan Daya Beli

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *