melia.co.id – JAKARTA — Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI mendesak Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 5,00 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang dijadwalkan pada 16–17 September 2025. Rekomendasi ini bukan tanpa alasan; dinilai krusial untuk mengevaluasi dampak efektif dari pemangkasan suku bunga yang telah dilakukan dalam dua bulan terakhir, sekaligus menjadi langkah strategis untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah gejolak pasar keuangan global maupun domestik.
“Bank Indonesia sebaiknya mempertahankan BI Rate di 5,00 persen,” demikian tegas laporan Divisi Makroekonomi LPEM FEB UI, yang disusun oleh tim peneliti termasuk ekonom Teuku Riefky, seperti dikutip pada Rabu (17/9/2025). Saran ini mencerminkan kehati-hatian dalam kebijakan moneter agar tidak terburu-buru melakukan penyesuaian lebih lanjut sebelum dampak kebijakan sebelumnya terukur dengan jelas.
Kajian LPEM FEB UI juga menyoroti pergerakan inflasi Indonesia yang melandai. Tercatat, inflasi umum pada Agustus 2025 berada di angka 2,31 persen year on year (yoy), menunjukkan penurunan tipis dari 2,37 persen pada Juli. Angka ini masih berada dalam rentang target BI yang nyaman, yakni 1,5–3,5 persen. Penurunan tekanan harga terutama dipicu oleh biaya perawatan pribadi dan transportasi yang lebih ringan, meskipun diimbangi oleh kenaikan harga pangan. Lebih lanjut, inflasi inti juga melemah ke 2,17 persen yoy, mengindikasikan adanya pelemahan permintaan domestik yang perlu diwaspadai.
Sempat di awal September, arus modal asing memberikan dukungan kuat terhadap apresiasi rupiah. Namun, sentimen positif ini berbalik arah secara drastis setelah Presiden Prabowo mengumumkan reshuffle kabinet, dengan pergantian Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Kebijakan ini segera memicu aksi jual di pasar, menyebabkan keluarnya modal asing senilai 960 juta dolar AS hanya dalam beberapa hari, yang langsung berimbas pada tekanan depresiasi nilai tukar rupiah.
Di tengah dinamika internal tersebut, neraca perdagangan Indonesia menunjukkan kinerja yang tangguh. Pada Juli 2025, Indonesia mencatat surplus sebesar 4,17 miliar dolar AS, meningkat dari bulan sebelumnya dan menandai surplus ke-63 secara beruntun. Kinerja ekspor yang tumbuh impresif sebesar 8,03 persen yoy, jauh melampaui pertumbuhan impor sebesar 3,41 persen yoy, menjadi penopang utama kestabilan ekonomi Indonesia dari sisi eksternal.
Meski demikian, LPEM FEB UI secara khusus menekankan pentingnya bagi Bank Indonesia untuk menjaga kepercayaan pasar. Terlebih, wacana burden sharing dengan pemerintah berpotensi menimbulkan keraguan serius terhadap independensi lembaga moneter ini. “BI harus menyeimbangkan sikap akomodatif dengan komunikasi yang jelas untuk memastikan ekspektasi inflasi tetap terjaga dan mencegah munculnya persepsi bahwa kebijakan moneter tunduk pada kepentingan fiskal,” pungkas laporan tersebut, menegaskan perlunya kehati-hatian dan transparansi BI dalam menghadapi tantangan ekonomi Indonesia ke depan.
Ringkasan
LPEM FEB UI menyarankan Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan BI Rate di level 5,00 persen pada RDG mendatang. Rekomendasi ini didasari oleh perlunya evaluasi dampak pemangkasan suku bunga sebelumnya dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah gejolak pasar keuangan global dan domestik.
Inflasi Indonesia terpantau melandai, berada dalam rentang target BI. Namun, LPEM FEB UI menekankan pentingnya menjaga kepercayaan pasar, terutama terkait wacana burden sharing yang berpotensi menimbulkan keraguan terhadap independensi BI dan perlunya komunikasi yang jelas terkait kebijakan moneter.