mellydia.co.id JAKARTA. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih menunjukkan volatilitas tinggi sejak awal September 2025. Meskipun demikian, pada penutupan perdagangan Jumat (5/9/2025), IHSG berhasil mencatatkan penguatan sebesar 1,37% atau naik 106,16 poin, mencapai level 7.854,07.
Namun, di tengah penguatan ini, investor asing justru mencatatkan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 31,83 miliar di seluruh pasar pada hari yang sama. Secara keseluruhan, sepanjang September ini, IHSG sebenarnya telah menguat tipis sebesar 0,30%.
Secara historis, kinerja IHSG di bulan September memang cenderung tertekan. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, rata-rata IHSG mengalami pelemahan sebesar 1,15%. Pengecualian terjadi pada September 2021, di mana IHSG berhasil mencatatkan penguatan signifikan sebesar 2,22%.
Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, berpendapat bahwa secara probabilitas, pergerakan pasar di bulan September memang kurang menggembirakan.
“Jika diperhatikan, di awal September saja pasar sudah menunjukkan pelemahan. Namun, jika dicermati lebih lanjut, masih banyak sentimen positif yang berpotensi mendorong pasar,” ujarnya kepada KONTAN pada akhir pekan lalu.
Bursa Efek Indonesia (BEI) Pantau Saham FOOD, LIVE, dan RCCC
Salah satu sentimen positif yang dimaksud, lanjut Nico, adalah keyakinan dan kepastian terkait pemangkasan suku bunga. Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, dijadwalkan akan menggelar pertemuan FOMC pada 16–17 September 2025.
Selain The Fed, Bank Indonesia (BI) juga akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada tanggal yang sama, 16–17 September 2025.
“Jika The Fed benar-benar memangkas suku bunga acuan pada pekan ini, hal ini akan menjadi sentimen positif bagi pasar global dan pasar dalam negeri,” jelasnya.
Strategi Investasi
Adityo Nugroho, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, mengungkapkan bahwa secara historis, IHSG cenderung terkoreksi di bulan September, namun akan kembali menguat di bulan Oktober.
“Biasanya, IHSG akan sedikit melemah di bulan November, kemudian kembali menguat di bulan Desember. Investor dapat memanfaatkan momentum ini,” ujarnya dalam sebuah paparan belum lama ini.
Adityo menambahkan, jika tidak ada sentimen atau katalis positif yang muncul hingga akhir bulan ini, IHSG berpotensi mengalami tekanan. Sementara itu, di bulan Oktober, investor akan menantikan rilis kinerja kuartal III-2025.
Berdasarkan data historis, dalam sembilan tahun terakhir, IHSG rata-rata menguat 1,14% di bulan Oktober dengan tingkat probabilitas penguatan sebesar 78%. Pada periode yang sama, IHSG menguat 0,17% dalam sembilan tahun terakhir selama bulan November.
Namun, tingkat probabilitas IHSG ditutup positif selama bulan November hanya sekitar 33%, mengindikasikan bahwa IHSG lebih sering mengalami penurunan di bulan tersebut. Sementara itu, tingkat probabilitas IHSG menguat pada bulan Desember mencapai 78%.
Jangan Lengah! Tekanan Jual Asing Masih Berlanjut Usai Pergantian Menteri Keuangan
Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, mengamati secara teknikal bahwa IHSG berpotensi kembali membentuk fase bullish consolidation setelah indikator volume mulai menunjukkan penguatan.
Lebih lanjut, Nafan memproyeksikan bahwa IHSG akan menguji level support di 7.698. Jika level tersebut terlewati, maka support IHSG berikutnya berada di 7.641. Sementara itu, resistance IHSG berada di 7.881.
“Investor dapat melakukan akumulasi terhadap saham-saham dengan prospek yang solid. Investor dapat melakukan buy on dip atau merealisasikan keuntungan jika diperlukan, sambil menerapkan manajemen risiko secara efektif,” sarannya.
Macro & Fixed Income Lead Phintraco Sekuritas, Nur Ryshalti Pratama, menekankan bahwa investor harus tetap tenang dan tidak panik ketika ada “noise” seperti reshuffle kementerian atau demonstrasi, serta selalu mengecek kembali fundamental emiten.
“Ketika ada ‘noise’, diharapkan untuk tidak panik dan tetap mengikuti perkembangan makro ekonomi, baik global maupun domestik. Misalnya, arah kebijakan bank sentral di dunia ke depannya seperti apa,” tuturnya.
Namun, realitanya di pasar saham Indonesia, banyak saham dengan fundamental bagus yang pergerakan harganya cenderung stagnan atau kenaikannya minim.
“Oleh karena itu, investor harus menentukan profil risiko dan tujuan investasinya, apakah jangka pendek atau panjang. Jika jangka pendek, manfaatkan momentum dan disiplin,” jelas Nur.
Ia menambahkan bahwa dengan potensi pemangkasan suku bunga atau pelonggaran kebijakan moneter, saham-saham yang sensitif terhadap suku bunga, seperti saham di sektor perbankan, properti, dan teknologi, dapat menjadi pilihan menarik.
Nico menambahkan, bagi investor yang berorientasi jangka pendek, volatilitas pasar saham yang tinggi dapat menjadi peluang. Namun, bagi investor yang tidak menyukai volatilitas dan berorientasi jangka panjang, akumulasi beli bisa menjadi pilihan yang lebih bijak.
“Jika fokusnya jangka pendek dan tidak suka volatilitas, maka wait and see bisa menjadi pilihan. Namun, apa pun itu, semakin volatil pasar, semakin besar peluang bagi pelaku pasar untuk mendulang cuan,” pungkasnya.
Ringkasan
Volatilitas IHSG masih tinggi sejak awal September 2025, meskipun sempat menguat. Secara historis, kinerja IHSG di bulan September memang cenderung tertekan, namun ada potensi sentimen positif seperti pemangkasan suku bunga oleh The Fed dan Bank Indonesia yang dapat mendorong pasar.
Investor disarankan untuk tetap tenang dan tidak panik terhadap “noise” pasar, serta mengecek fundamental emiten. Strategi investasi yang disarankan meliputi akumulasi saham dengan prospek solid, buy on dip, atau merealisasikan keuntungan dengan manajemen risiko yang efektif, tergantung pada profil risiko dan tujuan investasi masing-masing.