Diversifikasi Bisnis: Emiten Batubara Hadapi Tantangan Transisi Energi
Di tengah tekanan pasar batubara global, emiten-emiten di sektor ini menunjukkan langkah strategis dengan melakukan diversifikasi bisnis. Langkah ini dinilai krusial untuk menjamin keberlanjutan kinerja di masa mendatang, mengingat tren transisi energi dan semakin ketatnya regulasi lingkungan.
Salah satu contohnya adalah PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG). Pada 4 Juli 2025, ITMG mengakuisisi 585 juta saham PT Nusa Halmahera Minerals (NICE), setara 9,62% kepemilikan, dengan total investasi Rp 285,48 miliar (harga per saham Rp 438). Direktur Utama ITMG, Mulianto, menjelaskan bahwa akuisisi ini merupakan bagian dari komitmen perusahaan untuk berpartisipasi dalam pengembangan mineral kritis, seperti nikel untuk baterai kendaraan listrik, sejalan dengan tren elektrifikasi global. Mulianto bahkan mengindikasikan kemungkinan peningkatan kepemilikan saham di NICE seiring ekspansi ITMG ke sektor nikel: “Segala kemungkinan untuk meningkatkan value dari perusahaan melalui peningkatan kepemilikan maupun partnership pasti akan kami pertimbangkan.”
Langkah serupa juga dilakukan oleh emiten batubara lainnya. PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA), bagian dari Grup Sinar Mas, fokus pada energi terbarukan. Melalui PT Trina Mas Agra Indonesia (TMAI), DSSA mengoperasikan pabrik sel dan panel surya berkapasitas 1 GW per tahun di Kawasan Industri Kendal, Jawa Barat, dengan investasi lebih dari Rp 1,5 triliun. Selain itu, melalui PT DSSR Daya Mas Sakti, DSSA berkolaborasi dengan PT FirstGen Geothermal Indonesia untuk mengembangkan proyek panas bumi hingga 440 MW di enam wilayah strategis Indonesia.
PT Bumi Resources Tbk (BUMI) juga memperluas sayapnya ke sektor non-batubara dengan rencana akuisisi tambang emas dan tembaga Wolfram Limited di Australia. Untuk mendanai akuisisi ini, BUMI baru-baru ini menerbitkan Obligasi Berkelanjutan I BUMI Tahap II Tahun 2025 senilai Rp 721,61 miliar. Sementara itu, PT Indika Energy Tbk (INDY) mendirikan PT Trimatra Bioenergi Angkasa (TBA) yang bergerak di bidang industri kimia dasar organik berbasis pertanian, menambah portofolio bisnisnya di luar batubara yang sebelumnya telah mencakup tambang emas, energi terbarukan, dan kendaraan listrik. PT Alamtri Resources Tbk (ADRO) fokus pada energi terbarukan dan hilirisasi mineral dengan pengembangan smelter aluminium, setelah memisahkan lini bisnis batubara termal ke PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI). PT Bukit Asam Tbk (PTBA) turut serta dalam hilirisasi batubara melalui pengembangan kalium humate, artificial graphite, dan wood pellet.
Analis Pilarmas Investindo Sekuritas, Arinda Izzaty, menilai diversifikasi bisnis emiten batubara sebagai langkah yang tepat menghadapi tren transisi energi, pelemahan harga batubara, tekanan regulasi lingkungan, dan tuntutan ESG (environmental, social, and governance). Kondisi keuangan yang kuat memberikan ruang bagi ekspansi ke sektor mineral, hilirisasi, dan energi terbarukan. Strategi ini mengurangi ketergantungan pada komoditas tunggal, meningkatkan margin, dan memudahkan akses pendanaan dari investor yang berorientasi ESG.
Namun, diversifikasi juga memiliki risiko, termasuk kebutuhan investasi besar, periode pengembalian yang panjang, tantangan teknis dan regulasi, serta potensi hilangnya fokus bisnis inti. Arinda menekankan pentingnya struktur pendanaan yang sehat, rasio utang terjaga, analisis kelayakan proyek yang komprehensif, dan investasi bertahap dengan kemitraan strategis.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menambahkan pentingnya kemampuan emiten dalam mengoptimalkan pendanaan, mengingat proyek diversifikasi bersifat jangka panjang dan berisiko. Hal ini berpotensi meningkatkan aktivitas penggalangan dana di pasar modal, misalnya melalui rights issue. Meskipun dampaknya jangka pendek belum signifikan, Nafan memprediksi peluang pemulihan kinerja emiten batubara menjelang akhir tahun seiring peningkatan permintaan. Nafan merekomendasikan add saham BUMI (target harga Rp 145) dan ITMG (target harga Rp 25.800), serta akumulasi beli saham ADRO (target harga Rp 2.550). Sementara itu, Arinda merekomendasikan saham INDY untuk dicermati (target harga Rp 2.200).
IHSG Berpeluang Menguat pada Senin (15/9), Cek Rekomendasi Saham Ini
Alfamidi Tetap Ekspansi di Tengah Tekanan Ekonomi RI, Saham MIDI Layak Dicermati?
Siap-Siap, Sejak 2010 Astra Otoparts (AUTO) Rajin Bagi Dividen Interim Saban Oktober
Ringkasan
Emiten batubara di Indonesia melakukan diversifikasi bisnis untuk menghadapi transisi energi dan regulasi lingkungan yang ketat. Beberapa contohnya adalah ITMG yang mengakuisisi saham perusahaan nikel, DSSA yang berinvestasi di energi terbarukan, BUMI yang berencana mengakuisisi tambang emas dan tembaga, serta INDY yang mengembangkan bisnis bioenergi. Langkah ini dinilai penting untuk mengurangi ketergantungan pada batubara dan meningkatkan keberlanjutan usaha.
Analis menilai diversifikasi ini sebagai strategi tepat, meski berisiko tinggi karena membutuhkan investasi besar dan jangka waktu panjang. Keberhasilannya bergantung pada manajemen keuangan yang sehat, analisis proyek yang komprehensif, dan kemitraan strategis. Meskipun dampak positifnya belum terlihat signifikan, beberapa analis merekomendasikan saham-saham emiten batubara tertentu dengan mempertimbangkan potensi peningkatan permintaan di masa mendatang.