JAKARTA. Optimisme mulai menyelimuti pasar keuangan domestik seiring meredanya gejolak yang sempat terasa. Investasi di pasar saham kembali menunjukkan taringnya sebagai instrumen menarik, dengan analis memproyeksikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang menembus level 8.000 pada akhir tahun. Proyeksi ini mengisyaratkan peluang keuntungan signifikan bagi investor yang cermat.
Ekonom Panin Sekuritas, Felix Darmawan, menyarankan agar investor bersikap selektif dalam memilih saham. Sektor-sektor defensif seperti konsumer primer, telekomunikasi, dan utilitas dinilai relatif lebih aman. Ini karena permintaan pada sektor-sektor tersebut cenderung stabil, bahkan di tengah situasi politik yang bergejolak.
Sementara itu, sektor perbankan, meskipun kemungkinan masih menghadapi tekanan jangka pendek, tetap memiliki prospek cerah untuk jangka menengah dan panjang. Hal ini didorong oleh pertumbuhan kredit domestik yang kuat. “Dengan asumsi stabilitas politik bisa terkendali, IHSG di akhir 2025 bisa berada di kisaran 8.000,” ungkap Felix kepada Kontan, Selasa (2/9/2025).
Namun demikian, kehati-hatian tetap menjadi kunci. Investor perlu mewaspadai potensi gejolak politik yang memanas, sebab kondisi ini dapat memicu arus keluar dana asing yang lebih deras, terutama dari saham-saham big caps perbankan dan komoditas. “Jadi, kuncinya ke depan adalah apakah stabilitas domestik bisa segera terjaga. Kalau iya, tekanan net sell asing bisa mereda dan bahkan berbalik menjadi inflow lagi,” imbuhnya.
Di sisi lain, Ekky Topan, Investment Analyst Infovesta Utama, turut menggarisbawahi pentingnya kestabilan politik dalam menentukan arah pergerakan jangka pendek IHSG. Secara fundamental, ia menilai IHSG masih sangat menarik karena banyak emiten dengan kinerja kuat yang saat ini diperdagangkan dengan valuasi undervalue.
Sektor logam mulia, khususnya emas, telah menjadi penopang utama IHSG sepanjang tahun 2025 dan diproyeksikan masih berpotensi besar untuk terus mendukung indeks di tengah ketidakpastian pasar global maupun domestik. “Dari sisi proyeksi, IHSG bisa ada di level 8.099 untuk akhir tahun 2025,” kata Ekky.
Investor juga perlu mencermati beberapa sentimen utama yang akan memengaruhi pergerakan pasar ke depan. Ini meliputi arah kebijakan suku bunga The Fed dan BI Rate, stabilitas politik domestik menjelang agenda penting, serta laporan kinerja keuangan emiten pada kuartal III. Jika hasil kinerja kuartal III menunjukkan perbaikan signifikan, seiring dengan ekspansi Purchasing Managers’ Index (PMI), ini dapat menjadi katalis positif lanjutan bagi pasar saham.
Di tingkat global, dinamika harga komoditas, tensi geopolitik yang terus bergejolak, serta proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan Tiongkok juga akan sangat berpengaruh terhadap arus modal dan minat investor asing terhadap pasar Indonesia. Secara sektoral, saham-saham berbasis emas atau logam mulia tetap direkomendasikan sebagai pilihan utama dalam kondisi pasar yang bergejolak seperti ini.
Ekky Topan merekomendasikan investor untuk mengoleksi saham PT United Tractor Tbk (UNTR) dengan target jangka menengah Rp 28.000 per saham, serta PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dengan target jangka panjang di Rp 4.000 per saham.
Melengkapi pandangan tersebut, Oktavianus Audi, VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia, memperkirakan IHSG memiliki outlook yang lebih stabil, bahkan cenderung positif di semester II 2025. Ada tiga faktor utama yang mendukung proyeksi ini.
Pertama, aliran dana asing pada saham-saham blue chip. Emiten-emiten pemimpin pasar, khususnya yang sensitif terhadap suku bunga, diperkirakan akan mendapatkan angin segar dari potensi pelonggaran kebijakan moneter. Kedua, kenaikan harga komoditas yang didorong oleh permintaan kuat pada emas dan crude palm oil (CPO), serta perbaikan harga batubara dan tembaga. Ketiga, keberlanjutan pelonggaran kebijakan moneter. Hal ini dapat menurunkan cost of credit (CoC), sehingga menjaga permintaan dan penyaluran kredit, yang pada gilirannya berhasil meningkatkan net interest income (NII) perbankan.
“Pergerakan IHSG masih konservatif hingga akhir 2025 dengan target ditutup di rentang level 7.900-8.100,” tutur Audi.
Untuk strategi investasi, Audi menyarankan investor agar menerapkan dua pendekatan utama. Pertama, fokus memilih saham jangka panjang. Emiten strategis dan sensitive-rate diperkirakan akan menjadi motor penggerak IHSG, terlebih emiten-emiten tersebut memiliki bobot besar terhadap indeks. Kedua, melakukan thematic play. Investor disarankan fokus pada emiten yang terkait dengan emas dan CPO. “Hal ini seiring dengan kenaikan harga komoditas global di tengah permintaan yang meningkat,” jelasnya.
Audi merekomendasikan beli untuk PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) dengan target harga Rp 4.250 per saham. Kemudian, rekomendasi trading buy disematkan untuk PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) dengan target harga masing-masing Rp 3.770 per saham dan Rp 600 per saham.
Terakhir, Senior Technical Analyst Panin Sekuritas, Mayang Anggita, juga membagikan rekomendasinya. Ia merekomendasikan beli untuk PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI), PT XL Smart Tbk (EXCL), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan target harga masing-masing di Rp 452-460 per saham, Rp 2.960-Rp 3.090 per saham, dan Rp 4.100-Rp 4.220 per saham. Rekomendasi speculative buy disematkan Anggita untuk PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan target harga Rp 8.300-Rp 8.500 per saham.