mellydia.co.id Jakarta. Saham kategori blue chip kerap menjadi pilihan utama investor karena stabilitasnya. Namun, salah satu saham unggulan ini tengah menghadapi tekanan di pasar, dengan harganya yang melemah signifikan selama sepekan terakhir. Penurunan ini menyusul pengumuman kinerja keuangan perusahaan yang kurang memuaskan pada semester I-2025. Pertanyaannya kini, apakah saham blue chip ini masih memiliki daya tarik untuk dikoleksi?
Sebagai informasi, saham blue chip merupakan investasi lapis satu yang dikenal solid di pasar modal. Saham-saham ini umumnya mewakili perusahaan besar yang telah lama beroperasi, memiliki fundamental keuangan yang kokoh, dan kapitalisasi pasar yang mencapai puluhan hingga triliunan rupiah. Kategori ini seringkali menjadi barometer stabilitas ekonomi.
Di Indonesia, saham blue chip secara konsisten menjadi komponen penting dalam indeks mayor Bursa Efek Indonesia (BEI), seperti LQ45. Indeks LQ45 sendiri menaungi 45 saham paling likuid dengan valuasi dan kapitalisasi pasar terbesar, mencerminkan kekuatan pasar modal domestik.
Di antara jajaran saham LQ45 yang tertekan, PT Perusahaan Gas Negara (PGAS) menjadi sorotan utama. Pada penutupan perdagangan 1 September 2025, harga saham PGAS berada di level 1.665, mengalami koreksi 45 poin atau 2,63% dari hari sebelumnya. Akumulasi pelemahan dalam lima hari terakhir tercatat sebesar 55 poin, atau setara dengan 3,20%.
Inilah Daftar Musisi Gratiskan Royalti Musik, Tapi Aturan Royalti Bukanlah Per Lagu
Pelemahan harga saham PGAS ini tidak lepas dari rilis laporan kinerja keuangan PGAS untuk semester I-2025. Laporan tersebut menunjukkan paradoks: meskipun pendapatan perusahaan berhasil meningkat, laba bersih justru mengalami penurunan signifikan. Secara rinci, pendapatan PGAS tumbuh 5,43% menjadi US$ 1,94 miliar. Namun, laba bersih yang dicatatkan justru anjlok 22,60% menjadi US$ 144,42 juta.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menjelaskan bahwa pemicu utama kemerosotan laba bersih PGAS adalah lonjakan beban perusahaan. Beban pokok pendapatan PGAS membengkak 13,29% menjadi US$ 1,62 miliar. Kenaikan ini didominasi oleh melonjaknya biaya pembelian gas bumi, yang naik tajam 23,07% menjadi US$ 1,06 miliar. Selain itu, fluktuasi nilai tukar mata uang asing juga memberikan dampak negatif signifikan, di mana PGAS menderita kerugian kurs sebesar US$ 15,96 juta pada semester I-2025. Angka ini kontras dengan periode yang sama tahun sebelumnya ketika perusahaan masih meraup keuntungan dari selisih kurs.
Tonton: Jelajah Joglosemar Dengan BYD Atto 1
Peluang Bangkit di Semester Kedua
Meskipun paruh pertama tahun 2025 menunjukkan hasil yang kurang memuaskan, optimisme menyelimuti prospek PGAS di semester kedua. Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia, Muhammad Wafi, menyoroti beberapa faktor fundamental yang berpotensi menjadi sentimen positif dan mendorong kebangkitan kinerja PGAS:
- Peningkatan Pasokan Gas: PGAS berhasil mengamankan pasokan gas tambahan melalui skema gas swap multipihak. Perjanjian strategis ini melibatkan kontraktor gas hulu terkemuka, menjamin ketersediaan gas yang stabil untuk memenuhi permintaan domestik.
- Ekspansi Infrastruktur Berkelanjutan: PGN (Perusahaan Gas Negara) terus menunjukkan komitmen kuat dalam pengembangan infrastruktur transmisi gas. Upaya ini diharapkan dapat memperlancar distribusi dan meningkatkan penetrasi pasar secara signifikan, baik untuk segmen ritel maupun industri.
Meski demikian, Wafi juga mengingatkan agar investor tetap waspada. Volatilitas harga gas global dan potensi risiko gangguan pasokan masih menjadi tantangan utama yang harus diantisipasi oleh PGAS di tengah upaya perbaikan kinerjanya.
Rekomendasi Saham PGAS
Dengan mempertimbangkan prospek dan tantangan yang ada, para analis pasar memberikan rekomendasi saham PGAS sebagai berikut:
- Nafan Aji Gusta dari Mirae Asset Sekuritas mengeluarkan rekomendasi akumulasi beli, dengan menargetkan harga saham PGAS di kisaran Rp 1.715 hingga Rp 2.290 per saham.
- Sementara itu, Muhammad Wafi dari Korea Investment & Sekuritas Indonesia merekomendasikan trading buy, dengan target harga saham PGAS pada level Rp 1.700 per saham.
Harga BBM Naik Mulai 1 September 2025, Apakah Sudah Ada Stok di SPBU Shell
Ringkasan
Saham blue chip PT Perusahaan Gas Negara (PGAS) mengalami penurunan harga setelah pengumuman kinerja keuangan semester I-2025 yang kurang memuaskan, meskipun pendapatan naik, laba bersih justru turun signifikan akibat peningkatan beban pokok pendapatan dan kerugian kurs. Analis menyoroti kenaikan biaya pembelian gas bumi sebagai penyebab utama penurunan laba.
Meskipun demikian, prospek PGAS di semester kedua 2025 dinilai positif dengan adanya peningkatan pasokan gas melalui skema gas swap dan ekspansi infrastruktur berkelanjutan. Analis memberikan rekomendasi akumulasi beli dan trading buy dengan target harga saham yang bervariasi, tetapi tetap mewaspadai volatilitas harga gas global dan risiko gangguan pasokan.