Outlook ekonomi 2026: Demam olahraga merakyat dari AS

Posted on

JAM di dinding sudah menunjuk pukul sembilan malam. Namun delapan orang–perempuan dan laki-laki–masih sibuk mengayunkan raket dan menguber bola di dua lapangan berbeda. Pandangan mata mereka tidak pernah terlepas dari bola kuning yang terus-terusan dipukul dan melambung di lapangan olahraga pickleball Vata Courts, Mampang, Jakarta Selatan.

Sekitar enam orang duduk mengamati permainan di pinggir lapangan sambil menanti giliran bermain. Beberapa yang mulanya duduk bersender di tembok sesekali menegakkan posisi ketika menyaksikan bola terjatuh ke kandang lawan atau sekadar menyangkut di net. Malam di lapangan pickleball yang berada di lantai empat gedung Graha Kapital 2 itu ramai dengan suara decitan sepatu, tepukan bola, sorakan penonton, dan alunan lagu yang diputar melalui pelantang suara.

Babak permainan selesai 10 menit kemudian. Dimas yang selesai bermain pada babak itu menenggak air lalu duduk di pinggir lapangan. Laki-laki berusia 51 tahun itu masih terengah-engah usai bermain sambil sesekali mengelap keringatnya.

Alumnus Institut Teknologi Bandung angkatan 92 ini bercerita menjajal olahraga permainan asal Amerika Serikat itu pada Maret tahun ini karena ajakan teman almamaternya. Setelah mencoba untuk pertama kali, Dimas kagum mengetahui jumlah kalori yang terbakar yang terlacak dari jam digitalnya. “Sejak itu saya rutin bermain setiap Kamis di sini,” kata Dimas saat ditemui di Vata Courts, Kamis, 11 Desember 2025. Ia mengatakan biasanya bermain sekitar tiga jam setiap Kamis dan akhir pekan di lapangan ini.

Selain aspek kesehatan, ada pertimbangan lain yang membuat Dimas rutin bermain pickleball. Dimas mengatakan dia tidak perlu merogoh ongkos yang dalam untuk bermain. Untuk kebutuhan sewa dua lapangan misalnya, Dimas mengatakan uang yang dikeluarkan per orang untuk satu grup berisi 16 pemain adalah Rp 85 ribu untuk tiga jam permainan. Menurut dia, biaya itu cenderung murah. “Ya pertimbangannya lebih merakyatlah,” ujar dia.

Dimas mengatakan tidak ada perlengkapan olahraga khusus, seperti pakaian atau sepatu, yang perlu dibeli ketika bermain pickleball. Bahkan untuk raket atau paddle, Dimas bercerita mulanya dia meminjam dari temannya. Namun ia kini memilih membeli raket. “Soalnya malu minjem tiap kali masuk “Eh pinjem dong”, kata ,dia terkekeh. Mulanya ia hanya membeli satu raket sambil menunjukkan yang sedang digenggamnya. Namun, ia bercerita, kini mengoleksi tiga unit raket yang dibeli melalui platform jual beli Alibaba.

Ia mengatakan tiga raket yang dibelinya merupakan barang tiruan dari merek JOOLA dengan harga sekitar US$ 300. Ia mengatakan sebenarnya ada merek lokal bernama HART. Namun harganya cenderung lebih tinggi dari raket tiruan yang dia beli.

Sebelum menggeluti pickleball, Dimas bercerita dia sempat mencoba bermain padel karena takut ketinggalan atau FOMO dengan alumnus SMA-nya yang bermain olahraga itu. Namun, Dimas memilih fokus pada pickleball.

Tidak hanya bermain di Vata Courts, Dimas mengatakan dia bergabung dengan komunitas pickleball, seperti di Universitas Indonesia. Di sana Dimas dapat menikmati permainan secara gratis tanpa beban biaya sewa. Ia bercerita anggota komunitas pemain pickleball di kampus tersebut beragam. Mulai dari mahasiswa yang mengejar pendidikan S-1 dan S-2 hingga dosen bergelar profesor.

Pergantian pemain kembali terjadi sekitar 15 menit kemudian. Sambil mengamati pergantian pemain, Dimas memberitahu ada seorang warga negara Vietnam yang sudah dua kali mampir bermain pickleball di lapangan itu. “Enggak bisa berbahasa Indonesia, datang hanya untuk bermain,” kata dia. Usai bermain, perempuan asal Vietnam yang disapa Dimas dengan nama Christina itu membayar biaya sewa lapangan menggunakan sistem pembayaran QRIS lalu meninggalkan tempat.

Bermain pickleball di Vata Courts menjadi pengalaman baru bagi Rafi. Sejak menggeluti permainan ini pada September 2025, laki-laki berusia 24 tahun itu menyisihkan waktu bermain pickleball setelah bekerja atau di akhir pekan.

Rafi tergiur bermain pickleball karena menurut dia, rangkaian pukulan bolak-balik atau rally cenderung cepat karena bolanya ringan dibanding permainan raket lain, seperti tenis dan padel. Secara umum, bola pickleball memiliki berat 24–26 gram dengan diameter 7,3–7,5 cm. “Menurut saya, permainannya lebih intens dan harganya sedikit terjangkau lah,” tutur dia.

Ia bercerita biasanya menggunakan platform Reclub untuk menyewa lapangan pickleball. Biaya sewa per orang berkisar antara Rp 50 ribu–Rp 100 ribu. Sementara itu untuk kebutuhan bermain, Rafi membeli raket dari Alibaba. Sama seperti Dimas, Rafi membeli raket tiruan JOOLA. Rafi bercerita saat ini dia telah mengoleksi dua raket pickleball. Pembelian kedua, kata dia, didasarkan rasa ingin tahu pengalaman penggunaan.

Bagaimana Tren Pickleball di Indonesia

Saat pertama kali memperkenalkan pickleball di Universitas Negeri Jakarta pada 2019 silam, Sekretaris Jenderal Indonesia Pickleball Federation Susilo langsung optimistis olahraga permainan itu akan menjadi tren di dalam negeri dalam lima tahun mendatang.

Target itu dibuat Susilo bukan tanpa analisis. Sebagai seorang dosen di Fakultas Ilmu Keolahragaan UNJ, Susilo menganalisis berbagai faktor yang memicu pesatnya pickleball di Indonesia seperti biaya, hingga manfaat fisiologis dan kesehatan. Selain itu, Susilo mengatakan federasi pickleball telah mengadakan turnamen bergengsi, seperti World Pickleball Championship sebanyak empat kali. Ada juga turnamen tingkat global yang diadakan kampus UNJ yang diikuti sebanyak 16 negara.

Susilo mengakui eksistensi pickleball belum menyaingi ketenaran olahraga permainan raket lainnya seperti padel. Sebab menurut dia, perkembangan pickleball di Indonesia bergerak dari arus bawah sebagaimana olahraga ini dikenalkan oleh dosen. Dengan demikian, kata Susilo, olahraga ini lebih dikenal oleh kalangan mahasiswa dan akademisi. “Karena padel yang main para atlet, orang berduit semua,” kata dia, Selasa, 9 Desember 2025.

Menurut Susilo, hingga saat ini komunitas pickleball telah menjamah 33 provinsi. Setiap pekan, kata dia, ada pertandingan pickleball yang diadakan baik di tingkat komunitas hingga provinsi. Ia juga menyebutkan pickleball ikut dalam gelaran Indonesia Sport Facility Expo pada Oktober 2025. “Artinya pemasarannya sudah luar biasa,” tutur Susilo.

Susilo meyakini tren olahraga pickleball akan berlanjut. Apalagi, ia memperkirakan, pickleball akan dipertandingkan dalam gelaran Olympics 2028 yang akan digelar di Los Angeles, Amerika Serikat. Sebagai negara asal permainan, Susilo meyakini Amerika Serikat bakal mempertimbangkan memperlombakan pickleball, toh negeri Abang Sam itu memiliki hak prerogratif untuk memasukkan cabang olahraga pada ajang itu.

Lebih dari itu, Susilo meyakini pickleball bakal jadi andalan negara dalam kejuaraan olahraga raket selain bulutangkis. Sebab dengan akses yang mudah, akan mudah pula mendapatkan atlet untuk bermain.

Peluang Bisnis Olahraga Pickleball

Produsen raket bulutangkis Hart sejak 1981, Hartono, segera melihat peluang ketika olahraga pickleball masuk ke Indonesia pada 2019. Sebelum menjatuhkan pilihan memproduksi peralatan pickleball, Hartono sempat membandingkan potensi bisnis dengan olahraga padel. Ada sejumlah pertimbangan bagi Hartono untuk memilih pickleball.

Pertama, olahraga pickleball, telah masuk sebagai kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Dengan masuknya pickleball sebagai kegiatan sekolah, Hartono meyakini olahraga itu akan cepat berkembang dan selalu relevan. “Kalau padel itu menurut saya lifestyle, jadi itu akan ada masa berakhirnya,” kata Hartono saat dihubungi, Kamis, 11 Desember 2025.

Pertimbangan kedua adalah karakteristik pickleball yang mirip dengan bulutangkis, pingpong, dan tenis. “Menurut saya permainan ini gampang dikenal masyarakat,” ujar dia. Hartono. Sementara menurut dia karakteristik olahraga padel cenderung mirip seperti permainan squash yang dinilai kurang familiar.

Hartono mengatakan, saat ini Hart memproduksi sejumlah alat pickleball seperti raket, pembersih raket, grip raket, hingga robot pelempar bola. Ia menyatakan penjualan peralatan pickleball terus naik sejak 2020. Sepanjang 2024, ia membukukan omzet sekitar Rp 75 juta hingga Rp 100 juta per bulan. Kemudian angkanya melonjak menjadi Rp 100 juta hingga Rp 150 juta pada 2025.

Untuk menjaga keberlanjutan lini penjualan peralatan olahraga pickleball, Hartono bekerja sama dengan Indonesia Pickleball Federation untuk meningkatkan sebanyak mungkin masyarakat Indonesia yang bermain olahraga raket ini.

Pilihan Editor: Peluang Cuan dari Bisnis Olahraga

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *