LPS Jamin Polis Asuransi 2027: Nasabah Aman?

Posted on

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan kesiapannya untuk mempercepat implementasi program penjaminan polis asuransi, yang semula dijadwalkan pada tahun 2028, menjadi tahun 2027. Langkah ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

“Jika memang dipercepat ke tahun 2027, LPS sudah siap untuk menerapkan program ini,” tegas Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Polis LPS, Ferdinan D. Purba, dalam acara Temu Media LPS di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Sabtu, 6 Desember 2025.

Ferdinan Purba menjelaskan bahwa kehadiran program penjaminan polis ini akan menjadi angin segar bagi kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi. Dampaknya diharapkan positif, yaitu peningkatan premi industri asuransi secara keseluruhan.

Lebih lanjut, Purba menekankan bahwa program ini merupakan bagian penting dari kerangka recovery and resolution framework yang dirancang untuk mengantisipasi potensi gagal bayar perusahaan asuransi. Berkaca pada pengalaman LPS dalam program penjaminan simpanan, kepercayaan masyarakat terhadap perbankan meningkat signifikan, yang kemudian berdampak pada kenaikan Dana Pihak Ketiga (DPK).

Sebagai gambaran, rata-rata pertumbuhan DPK meningkat sebesar 15,3 persen setelah LPS beroperasi. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan sebelum kehadiran LPS, yaitu hanya 7,7 persen. Purba juga mencontohkan keberhasilan implementasi program serupa di Malaysia, yang menunjukkan peningkatan premi asuransi yang lebih tinggi setelah program penjaminan polis diberlakukan.

Data menunjukkan bahwa tiga tahun sebelum program penjaminan polis asuransi diterapkan di Malaysia (2007-2009), rata-rata pertumbuhan pendapatan premi asuransi hanya sebesar 5,5 persen per tahun. Namun, setelah program penjaminan polis berlaku pada tahun 2010, rata-rata pertumbuhan premi melonjak menjadi 9,7 persen per tahun pada periode 2011-2013.

Melihat tren positif ini, Purba optimis bahwa pemberlakuan program penjaminan polis di Indonesia akan mampu meningkatkan kepercayaan publik terhadap industri asuransi, yang pada akhirnya akan mendorong peningkatan pendapatan premi secara signifikan.

LPS telah menyiapkan tiga jenis jaminan utama dalam program ini. Pertama, jaminan klaim polis, yang akan memastikan pembayaran klaim, baik secara penuh maupun sebagian, apabila perusahaan asuransi mengalami masalah keuangan. Kedua, pengalihan portofolio polis ke perusahaan asuransi yang sehat, sehingga polis nasabah tetap berjalan dengan manfaat yang sama. Ketiga, pengembalian polis, yang akan dilakukan apabila pengalihan portofolio tidak memungkinkan. Dalam skenario ini, LPS akan membayar polis sesuai dengan batas penjaminan yang ditetapkan.

Saat ini, LPS memproyeksikan bahwa penjaminan akan mencakup nilai pertanggungan antara Rp500 juta hingga Rp700 juta. Angka ini diharapkan dapat mencakup sekitar 90 persen dari rata-rata nilai polis di Indonesia. “Skema ini akan berjalan secara otomatis oleh LPS, tanpa memerlukan pilihan dari pemegang polis,” jelas Purba.

Detail lebih lanjut mengenai program ini akan diformalkan melalui Peraturan Pemerintah (PP). Ketentuan teknis seperti nilai batas penjaminan dan jenis produk asuransi yang dijamin akan diatur lebih rinci dalam peraturan tersebut.

Perlu menjadi perhatian bahwa tingkat penetrasi industri asuransi di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Indonesia masih berada di bawah Filipina, Malaysia, Thailand, dan Singapura. Data per akhir tahun 2024 menunjukkan penetrasi industri asuransi Indonesia hanya sebesar 1,40 persen, angka yang relatif stagnan sejak sebelum krisis keuangan Asia.

Sebagai perbandingan, Filipina mencatatkan angka 1,80 persen, Malaysia 3,80 persen, Thailand 5,10 persen, dan Singapura 7,40 persen pada periode yang sama. Bahkan, negara-negara maju umumnya memiliki tingkat penetrasi asuransi di level 9-10 persen.

Direktur Eksekutif Surveilans, Data, dan Pemeriksaan Asuransi LPS, Suwandi, mengungkapkan bahwa salah satu faktor utama yang menghambat tingkat penetrasi asuransi di Indonesia adalah maraknya kasus yang menimpa perusahaan asuransi, yang berdampak pada terkikisnya kepercayaan publik.

“Kasus-kasus yang melibatkan perusahaan asuransi memang memberikan tekanan signifikan pada penetrasi industri asuransi. Tercatat, sejak tahun 2016 hingga 2025, sudah ada 19 perusahaan asuransi yang izin usahanya dicabut oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan),” pungkas Suwandi.

Ringkasan

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) berencana mempercepat implementasi program penjaminan polis asuransi menjadi tahun 2027, dari target awal tahun 2028. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi dan diharapkan dapat mendorong peningkatan premi secara keseluruhan, sebagaimana yang telah terjadi pada sektor perbankan setelah adanya penjaminan simpanan.

LPS menyiapkan tiga jenis jaminan utama: jaminan klaim polis, pengalihan portofolio polis, dan pengembalian polis, dengan perkiraan nilai pertanggungan antara Rp500 juta hingga Rp700 juta. Program ini akan berjalan otomatis dan detailnya akan diformalkan melalui Peraturan Pemerintah (PP). Rendahnya tingkat penetrasi asuransi di Indonesia, yang disebabkan oleh kasus-kasus perusahaan asuransi, menjadi salah satu alasan percepatan implementasi program ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *